Bab XV

15 2 0
                                    

Kami memulai kegiatan pada keesokan harinya. Pukul setengah 6 pagi kami sudah mandi, dan berangkat ke Yayasan Kencana (dinamakan 'yayasan' karena lembaga pendidikan tersebut terdiri dari 3 jenjang pendidikan, SD-SMA). Aku sedikit iri dengan kelompok sebelah yang belum mulai melaksanakan kegiatan mereka. Malah, ada rencana mereka akan diajak berkeliling daerah sini dengan mobil oleh putra Kepala Desa.

Dengan kelopak mata yang masih terasa berat meskipun sudah mandi, kami menempuh perjalanan dengan berboncengan menggunakan sepeda motor pinjaman. Aku merasa beruntung sudah menguasai cara mengendarai kuda besi ini karena bila tidak, kemungkinan besar Hasna pasti akan menghardikku.

Di perjalanan, kami banyak menemui jalan yang belum di aspal, atau jalan cor yang kondisinya cukup mengenaskan dengan banyaknya lubang dan retakan-retakan berbagai ukuran. Cukup jarang kami menemui aspal keras. Kondisinya sangat berbanding terbalik dengan yang ada di lini masaku. Yah, bagaimana tidak? Rentang waktunya 10 tahun. Sudah pasti banyak yang berubah. Kalau mau dipikir-pikir, bahkan dalam waktu sebulan pun sudah banyak yang terjadi, bukan?

Kegiatan kami hari ini adalah mengajar Bahasa Indonesia menggantikan guru mata pelajaran tersebut yang sedang cuti melahirkan. Kelas pertama yang kami ajar adalah 1-C. Tidak, kurang tepat kalau dibilang "kami". Karena yang mengajar hanya Hasna, sementara aku hanya bertugas mengelilingi ruangan untuk melihat-lihat. Kelihatannya memang seperti 'memakan gaji buta', tapi aku sama sekali tidak keberatan dengan tugas ini. Toh, aku sama sekali tidak bisa kalau disuruh mengajar meskipun yang diajar adalah mata pelajaran kegemaranku dulu. Lebih baik mendapat tugas seperti ini daripada harus menjadi beban kelompok.

Di kelas 1-C inilah Aksara dan Galih berada (juga gadis berkacamata yang kemarin bersama mereka yang ternyata merupakan teman sebangku Aksara). Aksara duduk di kursi nomor dua dari belakang pada pojok kiri, sedangkan bangku yang diduduki Galih berada di belakangnya. Formasi duduk yang agak aneh. Tidak biasanya murid perempuan ditempatkan di bangku belakang. Tapi, kurasa hal itu bukanlah masalah untuk Aksara karena tubuhnya yang lumayan jangkung. Begitu pula dengan teman sebangkunya.

Kusandarkan punggungku pada dinding belakang kelas sementara kedua mata ini tak bisa berhenti mencuri pandang ke arah Aksara yang berada di sisi seberang. Dua baris bangku di sebelah kananku kosong melompong yang menurut penuturan dari salah seorang murid tadi bahwa penghuninya sedang melakukan bolos. Murid badung, ya. Yah, terserahlah. Hal itu merupakan ranah wali kelas ini. Tugas kami hanya menggantikan guru yang sedang cuti.

Sesuai arahan dari Hasna, siswa-siswi kelas 1-C saat ini sedang menuliskan cerita rakyat apapun yang mereka hafal isinya. Kemudian, mereka harus menganalisa semua yang terkandung di dalamnya mulai dari penokohan, latar, sampai pesan moral. Lalu, mereka akan membacakan hasil tulisannya sesuai nomor urut absen.

Tugas yang sangat sederhana, bagi orang yang sudah terbiasa dengan tulis-menulis. Namun, setiap kelas terdiri atas siswa dan siswi dengan minat dan bakat yang beragam, bukan? Jadi, tidak semua murid di dalam sini menganggap ini "tugas yang sederhana". Menurutku, bila mempertimbangkan murid-murid dengan kemampuan menulis yang boleh dikatakan sangat awam, ini adalah tipe tugas yang lebih baik dikerjakan di rumah. Satu jam waktu pengerjaan pastilah sangat singkat bagi mereka. Untungnya, tidak ada satu pun murid yang protes meskipun yang mengajar mereka saat ini adalah mahasiswa KKN. Mereka tetap mengerjakannya dengan tekun dan antusias.

Semua itu pasti berkat pembawaan Hasna yang sangat menyenangkan sehingga memberikan kesan pertama yang baik dan mampu merebut hati para murid di sini meskipun baru berjumpa hari ini. Aku... sungguh tidak menyangka kalau dia akan semenyenangkan ini saat mengajar (dalam bayanganku sebelumnya dia akan terlihat seperti guru atau dosen killer). Sejak bertemunya kemarin, baru saat ini aku berkesempatan untuk melihatnya berbicara riang dengan senyum yang merekah lebar. Senyumnya bukanlah senyum yang sengaja dibuat sedemikian rupa. Aku sangat yakin kalau itu adalah senyum tulus yang berasal dari lubuk hatinya. Dia seolah bertransformasi menjadi sosok yang lain dalam seketika. Apa mungkin dia berkepribadian ganda, ya?

Her Blue LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang