BAB 7

32 5 0
                                    

Mayat siyu itu telah tergelatak tak berdaya di depan Ian yang masih gemetar ketakutan.

"Sayang, kamu baik-baik saja, kan?"

"Migu!!" Ian langsung memeluk Miguel yang telah datang menolong dirinya

"Tidak apa-apa." Miguel mengusap lembut punggung Ian untuk menenangkannya.

Derap langkah kaki yang berlarian terdengar menghampiri keduanya yang masih berpelukan.

"Ternyata kalian disini!"

"Kak Zass.." Ian langsung melepaskan rangkulan Migu dan berdiri menghadap sang kapten.

"Wah! Parah kamu Migu! Di situasi genting seperti ini kalian justru masih menunjukkan hal keromantisan?"

"Ini bukan waktunya Mailon!"

"Baiklah, karena semua sudah berkumpul, kita harus segera menyelesaikan misi ini."

"Uhm.. bagaimana dengan Nath?" Ian bertanya

"Nath harus menunggu di zona aman, dia mengalami cedera parah."

"Sendirian!?"

"Yah.. dia yang meminta."

Ian mengepalkan kedua tangannya.

"Sudah yah, sayang." Migu tersenyum sembari mengusap punggung sang kekasih.

Mereka berlima berjalan menuju lantai bawah tanah.

Semua ekspresi wajah mereka menunjukan bahwa di tempat ini sangat bau dan menyesakkan untuk bernafas.

"Gunakan masker kalian!"

Di dalam ruangan bawah tanah terdapat area luas yang dulunya merupakan tempat untuk mengeksekusi setiap manusia yang gagal dalam penelitian.

Mereka berpencar untuk mencari buku jurnal milik profesor dan juga rekam jejak di masa lalu.

Ian memasuki ruangan yang dulunya merupakan tempat tinggal sementaranya milik kapten woni.

Di dalam ruangan itu, Ian mengingat jelas kenangannya. Di ruangan ini Ian sering bermain dengan bayi kecil mungil yang sudah di anggapnya seperti adik sendiri.

"Dino.." gumamnya melihat keadaan ruangan yang sudah hancur termakan waktu.

"Kamu memanggil saya?"

Ian menolehkan wajah ke belakang tepatnya pada pintu masuk ruangan tersebut.

Di sana Ian melihat dengan jelas sosok yang sangat di rindukannya, sosok yang begitu Ian ingin peluk, sosok yang dulunya begitu dekat dengan dirinya. Ian tak kuasa menahan rasa yang ada pada dirinya.

Kedua matanya hanya berlinang airmata, tubuhnya tak bisa ia gerakkan karena terlampau terkejut.

"Di-Dino?"

"Yah? Ini aku Dino." Dengan senyuman ceria itu Dino menghampiri Ian yang masih menangis.

"Dino!" Ian segera memeluk Dino ketika berada di hadapannya.

Menangis tersedu-sedu, Ian mencoba meyakinkan diri bahwa benar yang di pelukannya saat ini adalah seseorang yang selama ini ia cari.

Dino hanya mengusap punggung Ian yang masih bergetar karena tangisannya tak kunjung mereda.

"Aku kembali kak Ian."

Ian mengangguk-anggukkan kepalanya. Bibirnya Kelu hanya untuk menggerakkannya.

Mereka berdua cukup lama berpelukan karena Ian benar-benar tidak ingin melepaskan adik kecilnya itu, tetapi mungkin sudah tidak bisa di katakan kecil, karena tubuh Dino yang sekarang sudah melampaui dirinya.

Reach The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang