🍭 A N O Z 4 🍭

83 5 1
                                    

Amon dan Biru berjalan bersama menuju taman bunga, tempat mereka akan bertemu dengan Arman. Amon memegang tangan Biru dengan erat, lalu berkata dengan suara lembut, "Biru, ada sesuatu yang ingin saya katakan padamu."

Biru menoleh ke arah Amon, lalu berkata dengan suara polos, "Apa itu, tuan?"

Amon tersenyum, lalu berkata dengan suara tegas, "Mulai sekarang, jangan panggil saya tuan lagi. Panggil saya papa."

Biru terkejut, ia berujar dengan suara bingung, "Papa? Kenapa saya harus memanggil anda papa?"

Amon menghela napas, lalu berkata dengan suara sabar, "Karena saya adalah papa kamu, Biru. Saya adalah orang yang akan melindungi dan menyayangi kamu, seperti papa pada anaknya. Saya adalah orang yang akan mengajari dan membimbing kamu, seperti papa pada muridnya. Saya adalah orang yang akan menjadi teman dan sahabat kamu, seperti papa pada kawannya." Sebenarnya, Amon menunggu ratusan tahun ingin mengatakan ini dengan keren pada anak tirinya dimasa depan. Akhirnya terwujud juga.

Biru diam, dengan suara ragu ia menjawab, "Tapi, saya bukan anak anda, tuan. Saya bukan murid anda. Saya bukan kawan anda, Saya hanya anjing anda, tuan."

Amon menggeleng, "Tidak, Biru. Kamu bukan anjing saya, kamu adalah anak saya. Kamu bukan objek saya, kamu adalah keluarga saya. Kamu bukan beban saya, kamu adalah kebahagiaan saya sekarang. Kamu adalah putra saya, Biru. Dan saya bangga menjadi papa kamu," Hidung Amon mengembang.

Biru tersentuh, lalu berkata dengan suara haru, "Terima kasih, papa. Saya juga bangga menjadi anak anda, papa. Saya juga bahagia menjadi keluarga anda, papa. Saya juga mencintai anda, papa."

Amon memeluk Biru, lalu berkata dengan suara sayang, "Saya juga mencintai kamu, Biru. Saya juga bahagia bersama kamu, Biru. Saya juga bangga padamu, Biru."

Mereka berpelukan erat, Amon menjilat telinga biru dengan sensual membuat biru menggeram.

Lalu tanpa rasa bersalah Amon melanjutkan perjalanan, meninggalkan biru yang memerah. Biru menggembungkan pipinya dan berlari mengejar Amon yang tertawa gemas.

Mereka tidak menyadari bahwa Arman sudah menunggu mereka di taman bunga. Arman melihat mereka dengan senyum lebar, lalu berkata dengan suara gembira, "Amon, selamat datang. Saya senang kamu datang!" Arman mengulurkan tangan, lalu menggandeng tangan Amon. Ia menatap Amon dengan mata yang bersinar, lalu berkata dengan suara baritonnya, "Saya mencintai anda, Amon! Saya saaaaangatttttt, sangat, sangat, merindukan Anda! Amon! Amon! Saya membutuhkan anda Amon! Saya mau anda, Amon. Saya harap anda baik-baik saja karena saya tinggalkan tadi pagi. Saya harap anda juga mencintai saya."

Arman meremas pantat sintal Amon dengan sensual. Ia bahagia Amon datang.

Tapi, kebahagiaan arman tidak berlangsung lama. Arman segera menyadari sesuatu yang aneh. Ia melihat rambut Biru yang hitam legam, yang sama dengan rambut Amon. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia bertanya dengan suara curiga, "Amon, siapa sebenarnya anak yang kau gandeng ini? Apa dia adalah anak anda? Apa dia adalah hasil dari hubungan kamu dengan wanita!?"

Amon terkejut, lalu berkata dengan suara kaget, "Arman, apa yang kamu katakan? Biru bukan anak saya. Biru bukan hasil dari hubungan saya dengan seorang wanita. Biru adalah anak manusia yang saya selamatkan dari kakak saya, Robheiin. Roheiin adalah vampir yang kejam, yang suka membuang anjingnya, eee ... sebutan untuk manusia yang dijadikan makanan. Robheiin hendak membuang Biru, karena ia menganggap Biru jelek dan tidak enak. Robheiin ingat bahwa saya belum memiliki anjing, jadi ia memberikan Biru kepada saya."

Arman tidak percaya, lalu berkata dengan suara marah, "Amon, jangan bohong pada saya. Saya dapat melihat dari mata anda, bahwa anda menyayangi Biru. Anda tidak pernah menatap saya begitu! Saya bisa melihat dari sikap anda, bahwa anda melindungi Biru. Saya bisa melihat dari senyum anda, bahwa anda bahagia bersama Biru. Saya ...." Arman terisak pelan, "Saya bisa melihat dari rambut Biru, bahwa Biru adalah anak anda. Saya bisa melihat dari mata Biru, bahwa Biru adalah anak anda."

Amon bingung, dan terkekeh pelan. Arman tidak marah karena biru? Tapi ia menyebut biru dengan nama! Bukan 'dia' atau 'anak itu' berarti Arman menerima biru, "Arman, kamu salah paham. Saya memang menyayangi Biru, tapi sebagai adik saya. Saya memang melindungi Biru, tapi sebagai papanya. Saya memang bahagia bersama Biru, tapi sebagai keluarganya. Saya tidak tahu mengapa rambut Biru sama dengan rambut saya, itu mungkin kebetulan. Saya mengambil biru karena mata Biru sama dengan mata kamu, itu mungkin takdir. Tapi, saya bersumpah, Biru bukan anak saya. Biru bukan ancaman untuk kita. Biru adalah teman untuk cinta kita."

Arman ragu, ia membalas dengan suara sedih dan tangis yang tersisa, "Amon, saya mencintai anda. Saya tidak ingin kehilangan anda. Saya tidak mau berbagi anda dengan orang lain! Huaaaa!"

Biru membelalakkan matanya, "Ubi jalar?" Batin Biru ketika melihat Arman menangis kencang.

"Saya tidak mau anda ... lebih memilih Biru daripada saya! Saya tidak mau anda meninggalkan saya karena Biru. Saya tidak mau anda melupakan saya karena Biru. Saya ... Saya tidak mau nada mengkhianati saya karena Biru! Saya tidak mau huaaaaa!!!" Arman mengeraskan teriakannya.

Amon tersentuh, namun juga malu. Dengan cinta dan kasih sayang Amon berkata, "Arman, saya ... juga ... M, m, m, m, m, men, men, mencintai anda!" Amon berujar dengan lidah yang kelu, "Saya tidak ingin kehilangan anda. Saya tidak akan berbagi kamu dengan orang lain. Saya tidak akan lebih memilih Biru daripada anda. Saya tidak akan meninggalkan anda karena ada Biru. Saya tidak akan melupakan anda karena Biru. Saya tidak akan mengkhianati anda karena Biru."

Amon memeluk Arman, lalu menciumnya dengan lembut. Ia ingin menenangkan Arman, yang merasa cemburu. Ia ingin meyakinkan Arman, yang merasa terancam. Ia ingin membuktikan Arman, bahwa ia hanya mencintai Arman. Tangan nakal Amon memegang penis Arman yang berada dibalik celananya. "Ayo ngeseks!"

Pletak!

Arman menyentil dahi Amon lalu tersenyum simpul dan berbisik, "Dasar! Apa yang anda katakan diluar ruangan? Terlebih ada anak kecil disini!"

Biru melihat mereka dengan senyum lebar, lalu berkata dengan suara gembira, "Papa, ayah, kalian berdua lucu sekali. Kalian berdua saling cinta, tapi kalian berdua juga saling curiga. Kalian berdua saling butuh, tapi kalian berdua juga saling ragu. Kalian berdua saling mau, tapi kalian berdua juga saling benci. Kalian berdua saling mengerti, tapi kalian berdua juga saling salah paham. Kalian berdua saling menghargai, tapi kalian berdua juga saling menyalahkan. Kalian berdua saling membahagiakan, tapi kalian berdua juga saling menyakiti."

Biru menghampiri mereka, lalu berkata dengan suara bijak yang dibuat-buat, "Papa, ayah, kalian berdua harus saling percaya. Kalian berdua harus saling komunikasi. Kalian berdua harus saling kompromi. Kalian berdua harus saling toleransi. Kalian berdua harus saling pengertian. Kalian berdua harus saling pengorbanan. Kalian berdua harus saling cinta."

Biru memeluk mereka, lalu berkata dengan suara tulus, "Papa, ayah, saya mencintai kalian berdua. Saya pasti saaaangattt merindukan kalian berdua jika kita berpisah nanti. Saya butuh kalian berdua. Saya mau kalian berdua. Saya harap kalian berdua baik-baik saja. Saya harap kalian berdua juga mencintai saya. Saya sudah berusia 17 tahun, jadi ... Ayo ngeseks!"

Arman merasa kakinya tak mampu bertumpu pada tanah dan berakhir pingsang.

Typo? Tandain 😞 karna aku malas revisi 🤐

[BL] Bjirlah || Sedang berlangsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang