Epilog

23 11 8
                                    

Sudahkah kalian bersyukur hari ini?

Kemelut peperangan semakin menjadi-jadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemelut peperangan semakin menjadi-jadi. Setelah penyergapan di salah satu dusun yang dianggap memiliki kekuatan lebih, lambat laun pejuang-pejuang lain ikut tertangkap. Pertumpahan darah semakin memerah, tak ada tanda untuk diakhiri. Semua seakan harus dihabisi tanpa ampun.

Bahkan orang-orang Belanda yang dilaporkan membelot akhirnya di tangkap dan diberi konsekuensi sebagai pembelajaran untuk yang lain. Anak bungsu dari keluarga Hubble tak luput dari penggerebekan, si bungsu rupawan itu diseret tanpa ampun. Ia dipukuli tanpa henti, bungkam bukan perkara mudah rupanya.

Habis badan dipukuli, besi panas menghujam sana sini namun, mulutnya tak mengeluarkan sepatah katapun selain teriakan-teriakan menggila. Penampilan Edwin tak lagi berupa, carut marut rambut serta bajunya. Lebam sana sini, darah ada dimana-mana. Keluarganya hanya dapat terdiam tak bisa berbuat jauh, tangis menghiasi kepergiannya.

Senyum masih mampu ia lemparkan pada Mama, orang yang selalu membelanya itu. Lalu kilatan memori berputar, saat awal ia menginjakkan kaki di negeri ini serta merta rasa dan cerita yang ia pupuk. Semua berputar cepat tanpa jeda. Lalu ia ingat pada dambaan hatinya, Ayie. Gadis tangguh yang selalu membawa Kelewang kemana-mana.

"Selamat tinggal, Ayie."

Setelah Nerissa berteriak kencang ia tersentak dari tidurnya. Nafasnya memburu cepat, keringatnya bercucuran. Dadanya nair turun tak karuan. Air wajahnya menyiratkan sebuah tanda tanya. Keterkejutan itu membuatnya tak bisa berkata apa-apa. Terdiam cukup lama dalam kesesakan nafas, lalu Arjuna mengelus punggungnya.

Lelaki itu sudah menyandang gelar suami bagi Nerissa. 3 bulan yang lalu mereka menikah. Arjuna sudah tidak mau lagi menunda banyak hal jika berhubungan dengan Nerissa. Lebih baik sesegera mungkin, agar hidupnya jauh lebih tenang.

"Kamu gak apa-apa, sayang?"

Nerissa masih mencoba mengatur nafasnya. Tangannya erat memegang tangan suaminya. Rasa-rasanya baru kali ini ia mimpi yang teramat nyata. Hingga sulit untuk membuatnya terbangun seperti biasa. Ia memandangi netra teduh sang suami, seulas senyum terukir di wajahnya. Tenang sudah dirinya.

"Makasih, Mas."

Pelukan hangat diberikan Arjuna padanya. Wanita tercintanya ini harus merasa tenang. Ia selalu memastikan istrinya selalu aman dan terus bahagia bersamanya. Terlepas dengan kejadian 3 bulan yang lalu Arjuna tidak mau hal itu kembali terulang. Ia tidak kuasa jika harus dihadapi dengan kepergian. Apalagi itu adalah orang yang ia sayangi.


Nyatanya apa yang dimimpikan Nerissa itu selalu berputar di kepalanya. Itu baru Edwin, bagaimana dengan nasib Ummi, Abi dan Huyai di sana? Nerissa nelangsa kali ini, mau memastikan seperti apa lagi? Belum tentu itu tercantum dalam kisah sejarah. Siapa tau itu hanya imajinasi sesatnya.

Biarkanlah semua itu berlalu. Di sini Nerissa selalu mengirimkan mereka doa, entah mereka nyata atau tidaknya. Ia sangat percaya orang-orang itu benar adanya hanya sudah berlalu begitu lama. Datangnya Nerissa dalam kekacauan di sana lalu pergi dalam kelamnya malam.

















Hai, Bum!
Apa kabarnya?
Wahh ... sampai juga pada akhir kisah singkat ini.
Bagaimana?
Gak berharap banyak dari carut marutnya per bab ini. Aku harap kalian menemukan poinnya.
Terima kasih yang sudah baca sampai akhir.
Sampai jumpa di lain kesempatan, Bum!

Datang lalu Pergi || Usai✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang