6. Terimakasih, katanya

47 11 0
                                    


Kenapa dari sekian banyak orang didunia ini, kenapa harus Ariri? Orang yang sangat aku sayangi, sebab aku merasa tak terlalu pantas untuk dijadikan sahabat oleh sesiapun. Aku merasa bersyukur ketika gadis secantik Ariri, se riang Ariri, repot repot mau berteman dengan ku ini.

Aku tak secantik mereka, tak seputih Rahma, lalu tak secantik dan semenarik Ariri. Kalau Tia, dia lumayan.

Dari 36 siswa, 24 perempuan, 12 laki laki, kenapa harus Ariri yang jadi saingan ku? Sangat tidak logis.

Aku sudah sangat sayang dengan Ariri, kebaikan Tuhan jadikan dia teman ku semasa SMA ini.

Tapi, kenapa juga aku harus suka sama Aditya? Sadar Efta, kalian jauh. Inget ekonomi Efta. Ngaca Efta! Laki laki seperti Aditya mana mau menoleh. Sudahlah...

Iya aku pingin sudah, tapi ya sebajingan ini hatiku.

Biarlah merdeka Ariri, aku harus melupakan Aditya. Untuk apa Aditya bagi hidupku?

Berbicara sendiri dalam pikiran membuat ku tak sadar, untung saja Dyah menyentuh bahuku, karna ternyata sedari tadi aku melamun didepan cermin. Sedangkan Ariri sudah siap dengan dandanan nya.

Malam ini Aditya dan Ariri berjanjian ingin jalan. Effort Ariri menginap di kost-an Dyah, karna rumah Ariri dan Ditya sangat berjauhan, begitupun aku. Dan lagipula, mamahnya Ariri tak mengizinkan Airi keluar bareng cowok, bilas aja Aditya ingin menjemput kerumah.

Jadi, segala drama. Ariri berbohong dengan ibunya. Alasan ingin menginap di kost Dyah bersama ku.

Dan aku? Ariri tak kan bisa berdiri tegak kalau aku tak ada disampingnya. Aku selalu mendampingin Ariri apapun itu. Kami memang sangat dekat.

Bersiap kami menunggu didepan gerbang, Aditya sampai. Hati ini sudah lemah, melihat Aditya manis malam ini, tapi bukan untukku.

****

Dingin malam ini, ramailah pula kota ini. Aku sadar air mataku menetes, buram pandangan ku, tapi aku harus tetap fokus, bisa ku tabrak orang didepan ku jika aku oleng.

Ariri membawa motor sendiri, jadi, karna dia dibonceng Aditya didepan, sedangkan aku, mau tak mau membawa motor Ariri, sedangkan Dyah sudah memisahkan diri dengan Tia ketempat lain. Aku harus mengikuti Ariri dan Ditya karna Ariri meminta, karna motornya aku yang bawa.

Sakit sekali rasanya dada, berkali kali kuhapus air mata kasar, ketika Ariri menoleh noleh kebelakang tersenyum kearah aku, aku tau ini pertama kali dia keluar bersama lelaki.

Aku hanya sedih, kenapa aku begini. Beberapa orang sadar aku tengah menangis, jadi aku menarik kaca helm.

Ini perasaan tak rela dan merasa terhina.

Orang yang sedang dimabuk cinta memang tak kenal lagi akal.

Sebab, ku rasa Ariri sudah ilang akal, karna menyuruh duduk agak jauh, dari mereka yang akan memesan makanan dimeja ujung, jauh dari posisiku sekarang. Ku sangkal menggunakan senyum dan riang perkataan nya tadi, seolah aku terima.

Sedih sekali malam ini.

Aku duduk sendiri, didekati pengamen, lalu makan, ku telan sebisanya, air mata kali ini lebih iklas turun. Tapi, malu lah, didepan umum.

****

"Makasih, banget, ya, Ef, kamu udah bantuin aku, sampe kesampaian apa yang aku pingin."

Kami sudah berbaring dikamar kost Dyah setalah perjalanan tadi, aku sangat lelah, jadi ku respon dengan deheman perkataan Ariri tadi.

"Ef, bahagian banget aku, Ef, aku nggak tau lagi mau ngomong apa, sumpah nggak ada kata kata yang bagus untuk kebaikan kamu. Ef, Ditya orang yang aku pingin, yang kukira nggak bakal aku dapetin, tapi, karna kamu, aku dapet Ditya. Makasih, makasih, sayanggggg banget aku sama kamu."

Ocehan Airi diakhiri dengan dia memeluk diriku. Aku menghempas badanya.

"Apasih, Ri, jijik Anjay, iya iya, udah ah, aku mau tidur."

Aku memang kepalang capek, jangan ajak aku ngomong, diam.

Aku tidur duluan. Tak payah payahlah aku menyahuti kebahagiaan Ariri. Aku pun muak rasanya.









Bersambung

Riesa, 29 Januari 2024
Dikasur.

di ini Januari | JaeliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang