PAGEBLUK : BAB 4 - KEMATIAN MISTERIUS

39 3 0
                                    

Hujan gerimis membasahi villa. Sesekali petir menyambar di kejauhan. Suara geluduknya datang beberapa detik kemudian. Listrik putus, membuat villa gelap, hening dan dingin.

Di dapur, Endah membantu Udin dengan penerangan senter dari smartphone. Udin membuka laci lemari lalu mengambil satu-persatu lentera yang tersembunyi di dalamnya. Tiga lentera diletakkan Udin ke meja makan.

Udin membuka lentera pertama, kemudian memberikan api pada sumbu. Seketika dapur lebih terang walau masih remang-remang. Udin lalu menutup kembali kaca lentera, lalu menyesuaikan panjang pendeknya sumbu.

Endah mematikan fitur senternya. Dia lalu mencoba menyalakan lentera kedua. Udin tersenyum melihat Endah, yang rajin membantunya bahkan tanpa Udin minta. Udin melanjutkan menyalakan lentera ketiga.

Tiba-tiba Fitri datang mendekat. "Pak Udin?".

"Iya, Mbak Fitri?" tanya Udin balik sambil menutup kaca lentera.

Fitri mendesah ragu. "Tadi, sepertinya ada orang, di luar jendela kamar saya," kata Fitri takut-takut. Udin dan Endah saling pandang heran.

"Sekarang masih disana orangnya?" tanya Udin.

"Hilang, Pak! Seperti sekelebat saja," jawab Fitri setengah tidak yakin.

Udin diam berpikir. "Sebentar Mbak" katanya sambil bergegas mendekati lemari untuk mencari sesuatu. Tidak lama kemudian, Udin mengeluarkan tempayan kecil terbuat dari tanah liat.

Di dekat lentera, Udin membuka tutup tempayan untuk memastikan isinya. Fitri dan Endah tampak penasaran. "Mbak, tolong bawa lenteranya ya!" pinta Udin.

"Iya, Pak!" jawab Endah. Endah dan Fitri masing-masing mengambil satu lentera yang menyala. Mereka lalu mengikuti Udin menuju kamar Fitri.

Tidak lama kemudian sampailah mereka di depan kamar Fitri. Udin melangkah masuk dengan hati-hati. Kamar itu gelap, karena Fitri belum sempat menyalakan lilin. Udin melangkah masuk diikuti Fitri dan Endah yang membawa lentera.

Setelah lentera masuk, kamar menjadi lebih terang. Udin mendekati jendela untuk mengintip halaman samping. Tidak ada siapa-siapa disana. Dia kemudian membuka daun jendela pelan-pelan. Endah mendekat ke sampingnya untuk membantu penerangan.

Halaman samping terlihat gelap dan basah karena hujan gerimis. Endah menjulurkan lentera kearah luar. Udin dan Endah berusaha mengamati sekeliling lagi. Namun tidak ada siapa-siapa.

Udin meraih garam dan abu di dalam tempayan, lalu menyebarkan keluar jendela. Udin dan Endah menunggu lagi. Namun tetap tidak ada apa-apa.

Fitri yang sedang menunggu, mendekati lilin diatas lemari kecil. Dia menyalakan sumbunya dengan korek api. Setelah itu, Fitri menoleh dan melihat Udin sudah menutup kembali jendela kamar rapat-rapat. "Bagaimana, Pak?" tanyanya.

"Semoga setelah ini tidak ada gangguan lagi," jawab Udin menenangkan. Fitri mengangguk mengerti. "Mbak, temani Bapak keliling rumah ya!" ajak Udin.

"Iya, Pak!" jawab Endah dan Fitri. Mereka lalu mengikuti Udin keluar kamar sambil terus membawa lentera mereka.

***

Hujan sudah reda. Perlahan langit mulai cerah. Said dan Sarno, melakukan ronda malam melintasi jalan gelap yang becek. Mereka berjalan kaki sambil membawa senter. Listrik di desa masih mati. Beberapa rumah yang mereka lalui tidak memiliki penerangan di halaman.

Said dan Sarno sebenarnya malas melakukan ronda. Selain karena mengantuk, udara pegunungan juga semakin dingin setelah turun hujan. Namun ini adalah perintah Kepala Desa, sehingga mereka tidak bisa menolak. Tiba-tiba..

DEMIT ALAS : PageblukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang