PAGEBLUK : BAB 5 - MALAM TEROR

37 3 0
                                    

Villa tampak lengang. Jam dinding tua menunjuk pukul 10 malam. Nisa, Endah, Fitri dan Tyas duduk di ruang tamu dengan gelisah, menunggu Udin kembali.

Tidak lama, seseorang mengetuk-ngetuk pintu depan. "Bu? Bu?" panggil Udin dari balik pintu.

Tyas segera berdiri lalu membuka pintu. Udin yang terlihat lelah, melangkah masuk ke dalam. Setelah itu, Tyas mengunci pintu depan rapat-rapat lagi. Mereka lalu mendekati Nisa, Endah dan Fitri.

"Ada kejadian apa, Pak di kampung?" tanya Nisa.

"Ada warga yang meninggal," jawab Udin lemah. Dia lalu menoleh ke arah istrinya. "Pak Tikno, Bu."

"Inna lillahi wainnailaihi rojiun," sebut Tyas, Nisa, dan Fitri hampir bersamaan.

"Penyebabnya apa, Pak?" tanya Tyas prihatin.

Udin menggeleng. "Tidak ada yang tahu. Meninggalnya tidak wajar. Lalu ada korban lagi, di rumah warga yang lain," jelasnya.

Semua semakin takut dan bingung. Bagaimana bisa ada kematian mendadak bersamaan.

Udin melihat satu-persatu perempuan yang ada di depannya. Dia kemudian mendekati Nisa. "Em, mohon maaf, Mbak. Bukannya saya bermaksud lancang atau bagaimana," kata Udin meminta izin.

"Kenapa, Pak?" tanya Nisa penasaran.

Udin dan Tyas saling pandang ragu. Namun Udin tidak ada cara lain selain menyampaikan pikirannya. "Kalau bisa, besok pagi, Mbak Nisa, Mbak Endah dan Mbak Fitri, kembali ke kota dulu ya!" pinta Udin sesopan mungkin.

"Betul, Mbak! Kami tidak mau, Mbak kenapa-kenapa," tambah Tyas.

Nisa, Endah dan Fitri saling pandang. Nisa melihat Udin dan Tyas tidak mengada-ada. Ini menunjukkan bahwa kejadian di desa, memang benar-benar sedang gawat.

Nisa tersenyum tanpa ada tanda sakit hati. "Baik, Pak! Besok pagi kita kembali ke kota," jawab Nisa menenangkan. "Ya Fit? Ndah?" ajaknya.

Fitri mengangguk setuju. Udin dan Tyas tersenyum lega. Namun Endah hanya mengangguk lemah, entah kenapa dia terlihat enggan.

***

Malam semakin larut. Langit perlahan semakin mencerah. Awan gelap telah lenyap. Rintik hujan sudah sirna. Cahaya bulan menyinari villa dan sekitarnya. Suara katak bersaut-sautan dan nyaring terdengar.

Jam tua yang menempel di ruang tamu menunjuk pukul 01.00 dini hari. Rumah remang-remang dengan sinar lampu watt yang kecil.

Diatas meja ruang keluarga, Tyas menyajikan kopi untuk Udin. Tanpa bisa ditahan, Tyas menguap lebar.

"Sudah, Bu! Tidur dulu! Biar Bapak yang jaga," ujar Udin.

"Iya, Pak," jawab Tyas mengantuk.

Sambil menguap lagi, Tyas berjalan menuju sofa panjang di sebelah Udin. Sudah ada selimut disana. Tyas melebarkan selimut agar bisa dikenakan.

Tiba-tiba pintu depan terbuka pelan.

Udin dan Tyas kaget. Mereka terdiam memandang pintu itu. Mereka yakin bahwa pintu depan sudah terkunci rapat. Udin berdiri penuh waspada. Tyas bergegas mendekati Udin lalu bersembunyi di belakangnya.

Udin memberanikan diri mendekati pintu depan. Tyas terus menempel di punggung suaminya. Setelah sampai di daun pintu, mereka mengintip.

Tidak ada siapa-siapa di teras.

Udin memandang lebih jauh, memeriksa halaman samping dan depan. Tidak ada siapa-siapa. Udin dan Tyas terlihat bingung. Udin memutuskan untuk menutup kembali pintu depan.

DEMIT ALAS : PageblukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang