PAGEBLUK : BAB 6 - ISOLASI

31 3 0
                                    

Tidak lama, iringan pengantar jenazah Tikno berbelok, memasuki pemakaman. Mobil Fitri berhenti tidak jauh dari gerbang masuk. Nisa, Fitri dan Endah mengamati area pemakaman yang ramai pelayat.

Fitri, Nisa dan Endah melihat setidaknya ada lima kematian yang terjadi kemarin malam. Di kejauhan, mereka melihat penduduk sedang menguburkan pocong-pocong ke liang lahat. Nisa, Fitri dan Endah semakin ngeri melihatnya.

"Ini baru satu hari. Bagaimana kalau setiap hari seperti ini?" kata Fitri.

Nisa mengangguk. "Iya, memang lebih baik kita kembali ke kota. Aku juga nggak mau Endah kenapa-kenapa lagi" kata Nisa sambil melihat kearah Endah. Endah mengangguk setuju. Tiba-tiba...

"Dug, dug, dug!!!" sebuah tangan menggedor kaca mobil dengan keras.

"Aah!" teriak Nisa dan Endah kaget.

"Astaghfirullahaladzim!" kata Fitri tak kalah terkejutnya. Nisa, Fitri dan Endah menoleh, memperhatikan pemilik tangan di kaca.

Said yang tadi menggedor pintu, mengintip ke dalam mobil. "Siapa kalian?" hardik Said.

Nisa, Fitri dan Endah terdiam ketakutan.

Sarno, Rusli dan Timbul muncul, lalu segera mengepung mobil Fitri. Mereka mengamati bagian dalam mobil dengan penuh curiga.

Nisa, Fitri dan Endah semakin ketakutan. "Bagaimana ini, Mbak?" rengek Endah. Nisa dan Fitri tidak tahu harus bagaimana.

"Keluar kalian!" teriak Sarno dari luar.

"Iya, Pak.." jawab Nisa ketakutan.

Nisa, Fitri dan Endah mau tidak mau keluar dari mobil.

Di dalam area pemakaman, Udin mendengar teriakan Said dan Sarno. Dia menoleh dan menemukan mobil Fitri terparkir di jalan depan pemakaman. Dia terkejut melihat beberapa orang sudah mengepung mobil Fitri. "Mbak Nisa?" gumam Udin khawatir sambil bergegas kesana.

Karwo yang berada tidak jauh dari Udin, mengamati gerak-geriknya. Dia lalu menoleh ke arah yang dituju Udin. Mobil Fitri yang sudah dikepung warga.

Nisa, Endah dan Fitri turun dari mobil lalu langsung digiring di depan mobil. Said, Sarno, Timbul dan Rusli terus mengawal dan mengepung mereka. Nisa, Endah, dan Fitri tidak bisa kemana-mana. Mereka hanya bisa menunduk takut.

Said dan Sarno mengamati satu-persatu gadis di depannya penuh curiga. "Siapa kalian? Kalian bukan penduduk kampung sini kan?" tanyanya galak.

"Ada kepentingan apa kalian di kampung ini?" tambah Sarno.

Nisa, Endah dan Fitri saling pandang takut-takut. Mereka tidak berani menjawab. Said, Sarno semakin emosi dibuatnya.

"Kok malah diam saja!" hardik Said lagi.

"Jawab!" tambah Sarno.

Nisa, Endah dan Fitri semakin menunduk. Mereka ketakutan sampai hendak menangis.

Udin berlari tergopoh-gopoh, sampai di tempat mereka. "Eh Said, Sarno? Ada apa ini?" tanya Udin agak ngos-ngosan.

"Mereka ini orang luar, Pak," jelas Sarno.

"Ya iyalah. Mereka ini kan tamu villa saya," kata Udin kesal. Sarno, Said, Rusli dan Timbul saling pandang bingung. "Kalian ini sembarangan. Saya jadi nggak enak sama tamu," lanjut Udin marah. Said dan Sarno menunduk sungkan.

"Minggir-minggir!" hardik Udin tegas. Said, Sarno, Rusli dan Timbul menurut, lalu mundur menjauh. Nisa, Endah dan Fitri sedikit bernafas lega. Bersyukur Udin datang tepat waktu untuk menyelamat mereka.

Udin segera mendekati Nisa. "Langsung pulang ke kota ya, Mbak!" pinta Udin serius.

Nisa mengangguk. "Iya, Pak. Assalamualaikum?".

DEMIT ALAS : PageblukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang