•
•
•Lexi menjatuhkan bokong di sofa empuk depan televisi. Ia menyerahkan tongkat penyangga pada pada seorang pria dengan setelah hitam yang diketahui bernama Hanz. Pria itu adalah sekretaris kepercayaan ayahnya, Barra.
Gadis itu meregangkan tubuh yang terasa pegal. Berjalan dengan tongkat penyangga ternyata sangat melelahkan. Menerima segelas air yang diberikan oleh sang sekretaris, Lexi mengerang puas saat air dingin membasahi tenggorokan.Ia menaruh gelas yang kosong di atas meja lalu menyandarkan punggung ke sofa. Perlahan matanya terpejam, menyamankan diri saat ototnya yang kaku mulai melemas.
"Sebaiknya anda istirahat di kamar saja, Nona," saran sekretaris Hanz.
Lexi mengerjap, membuka mata dan termenung sejenak. Ia menoleh ke samping, menatap sekretaris Hanz yang bergeming, menyimak ucapannya. "Sebenarnya kaki saya sudah sembuh dari kemarin. Saya cuma pura-pura masih sakit untuk mengelabui mereka."
Lexi melanjutkan, "Saya lelah berjalan pakai tongkat penyangga begini. Itu sebabnya saya memberitahu anda karena saya yakin anda bisa memahaminya."
"Lalu, apa yang akan anda lakukan selanjutnya, Nona?"
"Saya mau berjalan seperti biasa dan kembali sekolah. Saya mau tunjukkan pada mereka kalau saya tangguh dan nggak lemah. Apa anda bisa membantu saya?" Itu bukan pertanyaan, melainkan permintaan. Lexi berharap sekretaris Hanz mengiyakannya. Gadis itu akui, dia memang egois. Dia ingin sekretaris Hanz berpihak padanya meskipun kecil kemungkinannya karena pria itu sangat setia pada tuannya.
"Saya akan membantu anda, Nona," ucap sekretaris Hanz terdengar meyakinkan, tapi Lexi justru meragukannya. Mana mungkin pria itu berbalik arah padanya semudah itu kan?
"Saya harap anda serius mengatakannya." Lexi memandang sekretaris Hanz yang selalu memasang wajah datar sehingga sulit menebak isi pikiran pria itu.
"Sejak anda meminta bantuan saya untuk mencari tahu keberadaan adik anda, saya sudah berada di pihak anda, Nona."
Lexi mencoba menyelami mata jernih pria itu, tapi dia tidak menemukan apa-apa di sana.
"Kenapa anda mau membantu saya?" Lexi memicingkan mata. "Jangan-jangan, anda punya motif tersembunyi."
Tuduhan tak berdasar itu sama sekali tidak mengubah ekspresi sekretaris Hanz. Wajahnya tetap datar.
"Tidak ada hal seperti itu. Saya membantu anda karena saya ingin melakukannya."
"Kenapa ..." Lexi masih tidak yakin. Akan tetapi, ia memilih untuk percaya dan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan hal lain. "Omong-omong, sudah ada kabar selanjutnya soal Laxi?"
Lexi bertanya setelah memastikan hanya ada mereka berdua di ruang keluarga. Dia khawatir kalau ada yang menguping pembicaraan mereka.
Ah, benar. Sekretaris Hanz nyaris lupa untuk memberitahu informasi yang ia dapat kemarin. Apalagi, suasana duka yang menyelimuti keluarga Dityatama setelah wafatnya tuan presdir membuat fokusnya terpecah belah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge Of Alexi [ End ]
Novela Juvenil'Dia' datang karena ingin bertemu dengan adiknya, tapi justru terjebak dalam situasi rumit yang mengharuskannya mengambil alih peran Tsabina Queen Alexi untuk membalas orang-orang yang membuat keluarga gadis itu hancur. ''Lo siapa?'' ''Gue adalah l...