22 : About Alexi

14 2 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Jam dinding menunjukan angka sebelas, tapi Raffan masih senantiasa terjaga. Meski berulang kali mencoba untuk tidur, alam mimpi tak kunjung menghampirinya. Percakapannya dengan Lexi beberapa jam lalu terus terngiang di benaknya membuatnya sulit memejamkan mata.

"Apa?" tanya Lexi dongkol setengah mati.

Raffan menipiskan bibirnya. Lexi cukup tahu, senyum itu memiliki banyak arti.

"Jawab pertanyaan gue. Semua." Raffan sengaja menekankan kata terakhir untuk mengultimatum Lexi bahwa gadis itu tak boleh melewatkan satu pertanyaan pun. Sebab, remaja dengan setelan casual itu punya dugaan bahwa Lexi hanya akan menjawab pertanyaan yang mau dia jawab. Dengan catatan, itupun jika dia memang mau menjawab, karena gadis itu pintar berdalih.

Sorot dingin bercampur kesal Lexi menyapu wajah Raffan yang semakin menarik sudut bibirnya ke dalam.

"Pertama." Raffan mengangkat jari telunjuknya di depan wajah. "Jawab pertanyaan gue yang tadi."

Lexi mengerutkan dahi. "Yang mana?"

"Alesan lo latihan menembak."

Lexi ber-oh ria tanpa suara.

"Sejelas-jelasnya," sambung Raffan saat dirasa Lexi tak berniat buka suara.

Lexi kembali menatapnya dingin. Sepertinya Raffan akan segera membeku karenanya.

"Lo benar." Ucapan itu terlontar setelah bermenit-menit kemudian. "Itu ada kaitannya dengan penyerangan itu."

Raffan tak terlalu terkejut, karena dia pun sudah menduganya.

"Apa pelakunya adalah salah satu dari keluarga kita?" Sungguh, Raffan tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Lagipula, Lexi memang harus didesak begini agar mau buka suara.

Lexi tersenyum hambar mendengar kata 'keluarga'. Sejak hari itu, dia sudah tak lagi memiliki tempat untuk kembali yang orang-orang sebut sebagai keluarga. Meski kediaman Dityatama menjadi tujuannya pulang sekolah, rumah itu sama sekali tak menawarkan kehangatan layaknya sebuah keluarga.

Mendapat anggukan dari Lexi, rasa penasaran Raffan kian meningkat. "Menurut lo, siapa yang paling mungkin menjadi pelakunya?"

Lexi diam sesaat. Lalu, katanya, "Gue yakin, kita memikirkan nama yang sama."

Diam keduanya selama beberapa menit ke depan hingga Raffan memutar tubuh menghadapnya. Dilihatnya dari samping Lexi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. Sebenarnya, laki-laki itu sadar kalau Lexi mulai tak nyaman, tapi dia tak mau melewatkan kesempatan untuk berbicara dengan gadis itu.

"Bagi lo, gue itu apa?" Raffan sadar, pertanyaannya cukup lancang untuk seseorang yang jarang berbicara dengannya. Tak seharusnya dia menanyakan itu. Namun, dia ingin tahu bagaimana Lexi memandangnya selama ini.

Revenge Of Alexi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang