•
•
•Hembusan napas lega mengudara seiring kepergian guru fisika yang dikenal killer itu. Laxi sendiri menyeka peluh di dahinya. Entah karena AC kebetulan mati atau dua jam penuh ketegangan yang habis dilaluinya sehingga ia berkeringat seperti ini. Yang jelas, dua-duanya bukanlah hal baik.
"Kantin, yuk."
"Kalian duluan aja, aku mau ke toilet sebentar." Laxi tidak sepenuhnya bohong, karena sejak tadi dia memang menahan kandung kemihnya yang penuh. Setelah itu dia berencana menemui Rico meminta laki-laki itu mengajarinya ilmu dasar bela diri.
Setelah tahu bahwa penguntit kemarin adalah orang suruhan Lexi yang diperintahkan untuk menjaganya, Laxi bertekad untuk menjadi kuat. Setidaknya dia bisa melindungi dirinya sendiri agar tidak merepotkan orang lain.
Kemarin saat ke mini market untuk membeli beberapa peralatan mandi yang sudah habis, Laxi merasa ada seseorang yang diam-diam mengikutinya di belakang. Orang itu sebenarnya sudah mengikutinya beberapa hari ini, tepatnya setelah insiden tembak menembak di jalan saat dirinya menemani Lexi menjemput Aska.
Hanya saja, remaja itu menganggapnya angin lalu. Pikirnya, mungkin dia hanya terpengaruh oleh cerita para gadis di kelasnya mengenai novel yang mengisahkan seorang penguntit misterius. Mungkin saja, sebenarnya tidak ada yang benar-benar mengawasi atau mengikutinya.
Namun, hari itu, Laxi tidak bisa tetap berprasangka baik. Sebab, suara langkah yang samar-samar ia dengar di belakangnya terasa begitu nyata. Langkah itu terkesan buru-buru seolah mengikuti kecepatan jalan Laxi-yang tanpa sadar sudah mempercepat langkahnya.
Laxi segera mendorong pintu minimarket dan membaur bersama para pengunjung. Tidak mungkin kan, seseorang yang entah siapa membuntutinya hingga ke dalam?
Apalagi ini weekend, lebih banyak yang datang berbelanja dari hari kerja. Jelas dia akan tertangkap dengan mudah jika melakukannya. Laxi yakin, seseorang yang entah siapa itu tak berpikir sedangkal itu.
Laxi kemudian mengambil keranjang belanja dan menuju rak bagian peralatan mandi. Karena sudah hafal merk yang biasa digunakan dan letak-letaknya, laki-laki dengan baju santai itu tak kesulitan.
Saat ia tengah menunduk untuk menghitung barang belanjaannya sebelum dibawa ke kasir, seseorang berjalan ke arahnya sembari menekuri ponsel-mungkin sedang membalas pesan dari teman atau saudara. Langkahnya terhenti secara tiba-tiba karena tubuhnya menabrak keranjang belanjaan yang dipegang Laxi. Alhasil, keduanya serempak mengangkat wajah dan pandangan mereka langsung bertemu.
"Sorry, gue nggak liat," ucapnya memutus kontak mata setelah beberapa saat hanya saling bertatapan dengan Laxi seolah tengah menelisik wajah laki-laki itu.
Zyva ingat, remaja itu adalah salah satu dari pecundang yang sering ditindas dan dimintai uangnya secara paksa oleh Rico. Mungkin terlalu kasar menyebutnya begitu, tapi menurutnya, orang yang hanya bisa pasrah tanpa mau melawan ketika dirinya ditindas oleh orang lain adalah pecundang. Di sekolah ini, kelompok seperti itu dinamai kaum minoritas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge Of Alexi [ End ]
Teen Fiction'Dia' datang karena ingin bertemu dengan adiknya, tapi justru terjebak dalam situasi rumit yang mengharuskannya mengambil alih peran Tsabina Queen Alexi untuk membalas orang-orang yang membuat keluarga gadis itu hancur. ''Lo siapa?'' ''Gue adalah l...