6

150K 1.3K 64
                                    



Rumor mengenai Devan yang sudah menikah dan mempunyai anak tersebar cepat. Apalagi Devan tiba-tiba mengajukan cuti satu bulan. Membuat sepkulasi para siswa semakin dibuat percaya.

Sebab, ada yang mengatakan istrinya sedang mengandung anak kedua. Tidak ada yang tau alasan Devan cuti, hanya para guru yang tau itu.

Namun, para siswa menebak Devan cuti karena istrinya yang sedang hamil. Ada beberapa yang kecewa karena pria itu sudah berkeluarga.

Karena selama setahun mengajar Devan tidak pernah terlihat dekat dengan lawan jenis. Sering kali ditanya mengenai status oleh para siswi yang jahil, tetapi Devan tidak membalasnya dan selalu mengganti topik pembicaraan.

Kini Bianca sedang berada di kamarnya. Merenungkan diri. Ia merasa dirinya jahat. Bagaimana bisa ia tidur dengan pria yang sudah beristri apalagi istrinya sedang hamil.

Mencoba menghapus ingatan memori panas malam itu, tetapi tidak bisa. Bianca selalu terbayang bagaimana Devan membuatnya terbang menuju kenikmatan.

Sentuhan Devan membuatnya candu. Sudah hampir 2 minggu ini Devan tidak di sekolah. Mirisnya Bianca tidak diberi tahu apa-apa.

Memangnya siapa dirinya? Ia sadar, ia yang menggoda pria itu untuk menaiki nilainya.

Bunyi notifikasi ponsel membuat Bianca tersadar dari lamuannya.

Maudy: Sist, yuk sini club
Maudy: Cowok banyak kali di dunia ini
Maudy: Modelan kaya dia gak cuman satu

Bianca membaca pesan dari Maudy. Sejak ia sibuk memikirkan nilai dan mengejar Devan, Bianca sudah lama tidak menginjakan kaki di club yang biasa yang kunjungi.

Ia pun bergegas berganti pakaian menjadi gaun hitam minim dengan belahan dadanya sangat terlihat, menggunakan high heels yang cukup tinggi.

Sesampainya di club, Bianca melangkah menuju table yang ditempati teman-temannya. Bianca menyerengit bingung, ia kira hanya Maudy dan Hanna saja namun di sana ada tiga lelaki juga.

"Nah si princesses akhirnya dateng juga," seru Maudy heboh saat melihat Bianca berjalan mendekat.

Sontak semua mata yang berada di meja tersebut menatapnya.

"Bi!" sapa riang Hanni. "Kenalin mereka sebenernya yang punya table ini, gue sama Maudy dari tadi susah banget booking table. Jadi mereka nawarin gabung aja," jelas Hanni.

Bianca menangguk singkat.

"Hallo, gue Nick," ucap salah satu lelaki seraya berdiri, mengulurkan tangannya ke arah Bianca.

Diikutin oleh satunya lagi. "Salam kenal, gue Kenzo." Tersenyum manis pada Bianca.

Bianca pun menyambutnya dengan ramah juga.

Saat Bianca ingin duduk matanya tidak sengaja bertabrakan dengan satu lelaki yang tidak berkenalan dengannya.

Nick yang menyadari tatapan Bianca pun segera menepuk temannya yang berada di sampingnya. "Oh ya, kenalin ini Sarga. Sorry, emang orangnya dingin kek kutub."

Ah, namanya Sarga ternyata. Entah kenapa Bianca merasa merinding dengan tatapan Sarga kepadanya. Apalagi saat matanya turun seolah meneliti tubuhnya yang berbalut gaun minim.

Beberapa menit pun berlalu, entah sudah keberapa kali Bianca meneguk minumannya yang membuat kesadarannya semakin hilang.

"Gue ke toilet dulu," ucap Bianca yang diangguki oleh Hanni. Sedangkan, Maudy sudah kehilangan kesadarannya.

Bianca menatap dirinya di toilet. Gaun bagian atasnya, di dekat belahan dadanya basah akibat tumpahan minumannya.

Ia menatap wajahnya yang memerah akibat alkohol, dan lipstiknya yang sudah mulai memudar. Bianca sedikit merapihkan rambutnya.

Sepintas ia mengingat kembali tatapan lelaki yang bernama Sarga tadi. Sedari ia menenguk minuman tatapan Sarga sesekali menatapnya dengan seksama.

Bianca jadi bingung. Memang mereka pernah bertemu? Kenapa seolah-olah lelaki itu mengenal Bianca.

Saat dirinya keluar dari toilet, sebuah tangan kekar menarik pergelangan tangannya. Bianca berteriak dan memberontak melihat seorang pria dengan bahu lebar dan kaos hitam menariknya menuju lift.

Sayangnya musik terlalu besar, teriakan Bianca terpendam. Orang sekitar juga tidak peduli, sibuk dengan kesenangannya masing-masing.

"Sialan! Siapa lo hah?!" Bianca hendak kabur, sialnya pintu lift sudah tertutup. Saat Bianca berbalik badan ingin melihat pria kurang aja tersebut tak disangkang ternyata seseorang itu Sarga.

"Sarga?!" kaget Bianca. "L-lo ngapain narik-narik gue?!"

Sarga hanya diam menatap Bianca yang tengah menahan amarah.

"Sialan! Lo punya mulut gak sih?!" bentak Bianca. "Lo ngapain bawa gue ke atas?! Dia atas cuman ada kamar hotel!"

Sarga tekekeh. "Ya, emang kita menuju kamar hotel yang udah gue pesen."

"Hah?!" Bianca semakin kaget. "Wah gila ya lo?! Lo mabok?"

Lift berhenti dan pintu pun terbuka. Sarga langsung menarik Bianca.

"Lepasin, brengsek! Tolong! Tolong!"

"Teriak sepuas lo, Bianca. Lantai ini gue udah booking khusus kita berdua aja," ucap Sarga datar.

Bianca semakin memberontak, tidak peduli lengannya sakit. "Kenapa lo tiba-tiba begini?! Kita gak kenal!" teriaknya.

"Tutup mulut lo." Sarga menarik Bianca yang terus memberontak lalu menggendongnya seperti karung beras. "Simpen tenaga lo buat puasin gue."

Perkataan Sarga membuat kepala Bianca mendidih. Ia memukul punggung Sarga. "Bajingan cabul! Kalau lo horny pesen jalang aja sialan!" maki Bianca.

Menemukan pintu kamar hotel yang ia pesan, Sarga pun menempelkan kartu aksesnya dan berjalan langsung menuju kasur, menghempaskan tubuh Bianca di sana.

Saat Bianca hendak bangkit, Sarga langsung mengunci seluruh tubuh Bianca di bawahnya.

"Lo yang bikin gue horny, Bianca."

***
Yuk ramein yuk, vote dan comment sebanyak-banyak yaa biar update setiap hari

Hot TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang