BUTTER #4

173 29 0
                                    


Setelah meremehkanku berkali-kali hanya dalam kurun waktu kurang dari satu jam, Kael pergi begitu saja meninggalkan ruangan dengan alasan ingin merokok. Baguslah. Andai dia tetap berada di sini dan mengatakan sesuatu yang meremehkanku sekali lagi saja, mungkin vas bunga di meja terpaksa harus kulempar ke muka sengaknya itu.

"Jangan didengerin ya Mbak Flo, Kael memang kayak gitu anaknya." Lagi-lagi Lola membela Kael.

Sedari tadi aku menahan diri agar tidak bereaksi berlebihan. Namun darah di dalam tubuhku sudah mendidih meski suhu udara di ruangan ini cukup dingin. Demi kebaikan diri sendiri, aku meminta izin pada Bu Sandra untuk pergi ke toilet dan berencana menenangkan diri sesaat di sana.

Setelah beberapa menit berada di toilet hanya untuk duduk di kloset dan main-main hp, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke ruangan meeting.

Sebaiknya aku tidak kembali ke ruangan meeting dulu. Daripada aku terjebak pada pembahasan soal kerja sama yang aku tidak tahu menahu. Lebih baik aku keluar saja mencari angin. Nanti aku akan kembali setelah Lola dan si Sengak itu sudah pulang.

Aku melintasi lobi Belle ame. Resepsionis bernama Ika sedang sibuk dengan percakapan di telepon yang diapitnya dengan bahu kanan, dan kedua tangannya sibuk membolak balik dokumen. Sepertinya aku tak perlu menyapanya, jadi aku langsung ngeloyor begitu saja membuka pintu.

Langkahku terhenti di depan pintu ketika sampai di teras kantor belle ame, aku melihat punggung seseorang membelakangiku. Orang itu sedang berdiri menatap jalanan sambil merokok. Ish, kenapa malah harus ketemu sama orang sengak itu di sini sih. Tadinya aku hampir membalik badan, tapi di saat yang bersamaan, si sengak itu juga membalik badannya.

Tatapan kami berserobok. Aku bisa merasakan tubuhku yang mendadak tidak bisa bergerak. Aku baru bisa napas lagi setelah tatapan Kael beralih dari mataku lalu dia melangkah melewatiku hendak masuk ke dalam gedung. Tapi seperti ada yang mendorong dalam diriku hingga lagi-lagi mulutku ini nggak bisa ngerem. Alih-alih membiarkannya pergi, aku malah memanggil si sengak itu.

"Tunggu!"

Kael berbalik dan menatapku bingung. Sudahlah Kael abaikan saja, sana masuk sana, batinku. Tapi tanpa kuduga, Kael malah berdiri dengan tangan dilipat di dada kemudian mengernyit padaku. Seolah dia sedang menunggu apa yang akan kukatakan selanjutnya. Sialan.

"A-anda nggak bisa ngomong seenaknya gitu sama saya." Aduh pakai gagap segala. Plis kompromi dong.

"Ngomong seenaknya gimana?" jawabnya dengan suara setenang danau.

"Pertama anda bilang kue saya biasa aja."

Pria itu mengangkat alis. "Ya memang biasa saja."

"Lalu anda bilang katering saya tidak meyakinkan. Anda nggak bisa seenaknya ngomong seperti itu sama orang yang baru anda temui. Anda nggak bisa menghargai orang itu namanya."

"Lo nggak prepare apa pun untuk meeting. Wajar dong gue anggap lo nggak meyakinkan," balasnya.

Aku nggak salah dengar kan? Aku berusaha sopan dengan memanggil dia anda tapi dia malah balas omonganku dengan 'lo gue'!

Tanpa kuduga, Kael mendekat padaku. Tubuhnya yang tinggi membungkuk sedikit ke arahku. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas mata penuh intimidasi itu tepat di depan wajahku. Bola mata Kael berwarna coklat membuatku salah fokus.

Setelah itu dia bicara dengan nada lebih rendah dari sebelumnya. "Dan satu lagi. Black forest lo emang biasa aja. Bagian bawahnya aja masih undercook, ngerti? Raw! Gue bahkan bisa bikin lebih dari yang lo bikin!" tegasnya.

Aku melongo. Setelah mengatakan itu di depan mukaku, ia berbalik dan masuk kembali ke dalam kantor belle ame, meninggalkanku yang masih shock di tempat. Kalau saja aku tidak berdiri di depan pintu dan menghalangi orang lewat, mungkin badanku tidak beranjak dari tempat itu selamanya. Security Belle ame memintaku minggir agar tidak menghalangi orang lewat.

Oke, seharian ini sudah berapa kali si sengak Kael itu menghancurkanku sampai lebur. Aku nggak mau tinggal diam. Aku masuk lagi ke dalam kantor. Saat melewati lobi, Ika si resepsionis menyapaku dengan pertanyaan tak terduga.

"Abis berantem ya mbak?" tanyanya sambil senyum-senyum penuh arti.

Pasti gara-gara pintu tembus pandang, jadi seisi lobi bisa melihat insiden di luar. Aku tidak menjawab hanya melengos dan langsung berjalan kembali menuju ruang meeting. Aku harus menunjukkan pada Kael bahwa aku nggak seremeh yang dia bayangkan.

Sesampainya aku di ruang meeting, Bu Sandra masih asyik mengobrol dengan Lola dan Kael sudah di sana tentu saja. Duduk, menunduk fokus pada ponselnya. Dengan langkah bergegas aku mendekati mereka. Dan tepat di depan mereka semua, aku mengucapkan sebuah kalimat yang semoga saja tidak akan kusesali di kemudian hari.

"Oke, Bu Sandra. Saya bersedia buat mengurus katering di pernikahan Mbak Lola."

Kini gantian Bu Sandra dan Lola yang melongo menatapku. Dan Kael, dia hanya melirik sekilas kemudian tersenyum mengejek.

***

LOVE HATE BUTTERCREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang