Perjalananku bersama Kael ke Bandung memakan waktu lebih dari empat jam. Ada kecelakaan di salah satu ruas tol Purwakarta Cipularang yang membuat kami terjebak macet yang lumayan parah. Aku menyesal tidak membawa buku satu pun untuk mengatasi mati gaya selama berjam-jam di mobil bersama pria menyebalkan yang membuatku ada di situasi ini. Mau main hp juga bosan karena aku bukan tipe orang yang betah scrolling medsos kalau lagi bosan.
Jadi aku memutuskan sedikit menurunkan sandaran kursi, bersedekap, dan bersiap-siap tidur. Tapi, aku khawatir. Bagaimana kalau ternyata waktu tidur nanti aku mangap atau ngorok. Aduh, bisa-bisa Kael punya bahan untuk makin meledekku. Karena gelisah, aku jadi sering mengubah-ubah posisi dudukku. Rupanya itu menarik perhatian Kael. Pria itu mulai melirikku.
"Lo mau dengerin lagu apa?" tanyanya tiba-tiba.
Selama hampir satu jam tadi, aku memang terpaksa mendengarkan lagu-lagu heavy metal kesukaan Kael di mobil ini. Aku jadi agak takjub dia menanyakan apa kesukaanku.
"Nggak, nggak usah," jawabku malas. Sepertinya tidur lebih baik. Aku pun bersedekap kemudian menyenderkan kepalaku ke samping kiri. Bersiap-siap untuk memejamkan mata.
"Eh, eh, jangan tidur!" sentak Kael tiba-tiba.
Aku terhenyak. "Apa sih?" gerutuku.
"Lo kira gue sopir. Temenin ngobrol dong. Lo kira gue nggak ngantuk apa?" sergahnya.
Oke, Kael sudah kembali ke mode sengak setelah sesorean tadi berakting pura-pura baik di depan bapakku.
"Ngobrol apa? Males gue ngobrol sama lo, bawaannya pengen ngajak debat mulu. Capek," jawabku.
Kael menghela napas berat. "Itu karena kita lagi bahas kerjaan. Kalau bahas yang lain, gue tuh sebenernya ramah, baik, dan menyenangkan," ucapnya dengan nada bicara lembut.
Aku meliriknya sebal. Kenapa sih dia? Kenapa tiba-tiba jadi sok akrab begini.
"Oke, gue akan lempar pertanyaan duluan. Nanti gantian lo. Lo boleh nanya-nanya apa pun tentang pribadi gue," tukas Kael dengan intonasi percaya diri.
Dih, siapa juga yang tertarik pengin tahu pribadi dia. Gede kepala sekali orang ini. Aku memutar bola mata lelah. Untungnya Kael tidak memperhatikan ekspresiku itu.
"Jadi, gue penasaran, Flo. Kenapa lo kerja di Bandung, nggak di Jakarta aja nemenin Bapak?" tanyanya.
"Oke, konteks bahas yang lain dan bukan kerjaan itu nggak yang langsung bahas soal pribadi gue dong, El?" tanyaku ketus.
"Jadi menurut lo bahas selain kerjaan itu yang kayak gimana? Oke kita bahas film. Film kesukaan lo apa, Flo?"
Jujur pertanyaan tentang film jauh lebih klise dan membuatku malas. Tapi, kayaknya itu jauh lebih baik daripada dia kepo tentang urusan pribadiku. Jadi, aku mulai berpikir untuk menjawab pertanyaan Kael. Aku suka menonton film atau serial, tetapi setelah kupikir-pikir, aku tidak pernah punya daftar judul film atau serial yang benar-benar aku sukai. Jadi, aku terdiam cukup lama hanya untuk menjawab pertanyaan Kael.
"Kalau lo?" Tidak nyaman dengan keheningan yang membuat suasana canggung, aku melempar balik pertanyaan itu pada Kael.
Pria di sampingku itu mengerutkan dahinya. Tangan kirinya mengelus-elus dagu sesaat. "Film kesukaan gue... Film lama banget. Judulnya The Game. Pernah dengar?"
Aku mengangkat bahu. "Siapa pemerannya?"
"Michael Douglas, tahu?" tanyanya sambil melirikku sekilas.
Aku mengangguk. "Tahulah! Dr. Pym di Ant Man."
"Yup! Dia!" Kael menjentikkan jari.
"Memang kenapa lo suka sama The Game? Tentang apa filmnya?" tanyaku. Tanpa kusadari aku sudah menggeser posisiku lebih miring untuk bisa menatapnya di kursi pengemudi. Aku pun tidak tahu kenapa, ketika kusadari, sudah terlambat untuk mengubah posisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HATE BUTTERCREAM
RomanceFlorissa Yasmin dianggap remeh ketika mencoba membangun kembali Buttercream, usaha katering keluarganya yang mati suri. Si tukang komentar yang meremehkan Flo adalah pria bernama Mikael Bramastha. Kael, seorang klien Belle Ame, Wedding Organizer mi...