Hari ini sungguh melelahkan. Benar kata Vans, 3 bungkus roti nggak cukup untuk gua, apalagi hari ini gua ulangan dari pagi hingga sore, auto menguras perut dan otak gua.
Gara-gara Bunda nih, nggak kasi uang saku. Jadi, gua nggak bisa beli makanan selain roti dari Bunda. Pasti Bunda sudah rencanain dari kemarin sebagai hukuman karena gua pulang larut malam, gumam gue dengan tangan memegang perut.
Gua jalan sempoyongan dari keluar kelas hingga parkiran motor. Dengan kayak gini, Gua nggak sanggup membawa motor sendiri.
"Lama-lama kalau kayak gini, kena asam lambung juga gua,"
Tanpa pikir panjang, gua menadahkan tangan, dengan kepala menegak ke atas atap parkiran motor, sembari berkata:
Oh... Bundaa.... Ampunilah anak mu ini. Bundaa.... Anak mu, sudah kelaparan.
3 bungkus roti yang engkau berikan tadi pagi, nggak cukup untuk diriku dari pagi hingga sore.
Aku tahu, ini sebuah hukum ringan yang engkau berikan, namun aku tak berdaya menghadapi nyaaa....
Bundaa.... Aku berjanji nggak akan keluyuran lagi.
Semua murid maupun guru melihat ke arah gua. Segera, gua menunduk kepala ke semen karena malu.
Apes banget dan malu-maluin gua hari ini, gumam gua sedikit malu dan kesal.
Tiba-tiba, sepasang sepatu berwarna hitam kecoklatan berdiri dihadapan gua. Setelah gua melihat pemilik sepatu tersebut, ternyata Vans pemiliknya, dengan gaya tangan berkacak pinggang dihadapan gua.
"Lu kenapa ga?! Lu problem lagi sama Bokap lu?,"
Gua melotot kan mata melihat mata Vans. Untung nya Vans peka kenapa gua begitu sama dia.
'Yaa..yaa dahh. Gua ubah kata-kata gua.
Lu problem sama Bunda lu?,""Hmmm"
"Cerita aja sama gua. Gua siap kok denger problem lu sama Bunda lu,"
"Seharusnya, cari orang yang lu anggap terpercaya sebagai tempat untuk cerita dan juga menyimpan rahasia lu. Belakang ini, gua perhatiin ada yang lu sembunyikan dari kita-kita— Gua akui, lu hebat bisa sembunyikan dari Joshua dan Malik, tapi nggak dengan gua Rav,"
Dia melihat gua dengan tatapan yang belum pernah gua lihat.Kali ini, Vans yang terkenal suka usil dan jahilin gua. Kini, sikap nya berubah menjadi seorang yang dingin dan simpati dihadapan gua sekarang.
"Gua tahu dari raut wajah lu, terdapat berbagai problem yang belum lu selesaikan. Walaupun umur gua lebih tua setahun daripada lu, dan beda kelas juga. Tapi, gua tahu sebagian tentang lu Rav," Tangan nya menepuk bahu kanan gua.
"Yokk... Ceritain problem yang ada pada diri lu pada gua Rav, dijamin r-a-h-a-s-i-a aman 100%," Tambahnya lagi dengan ketawa khasnya keluar dengan tangan satunya menunjuk dirinya sendiri.
"Thank Ya Bro," gumam gua.
"Ha?! Apa?! Lu panggil gua Bro? Brownies? Brosur? Atau apa. Jangan panggil gua bro, nggak cocok dengan karakter gua ini," dengan senyum tipis iblisnya muncul di wajah nya. Gua yang melihat dia merasa huuekkk—
"Trus panggil lu apa?"
"Lu Panggil gua, P-R-I-N-C-E V-A-N-S, HAHAHA," Yang tadi tangan satu nya masih di bahu gua, segera berpindah pinggang nya. Gayanya seperti bapak-bapak ingin menghibur anak-anak, tapi gagal.
"Bacot lu. Lama-lama beneran juga gua tonjok lu!!!," Kepalan tangan kanan gua di hadapan dia. Bukan nya ampun, malah menyeleeh gua.
"Kl lu tonjok gua, ya pasti wajah ganteng gua ini jelek. Gua nggak mau wajah seganteng yang diberikan Sang Pencipta ini hancur, dan bonyok karena pukulan dari lu. Trus, penggemar-penggemar gua kabur, karena nggak ganteng lagi. Lu nggak kasihan sama gua apa? Jika wajah gua nggak ganteng lagi??," Dengan memohon kepada gua.
"Ga," jawab gua singkat.
"Sungguh tega lu, sama teman lama lu sendiri. Nggak ada rasa simpati, sama gua sama sekali. Tega lu Ravindra. Oohhh.....,", Trik yang membuat orang di sekitar terasa iba kepadanya. Nggak dengan gua. Gua hanya liatin tingkah laku Vans aja. no command.
***
4 tahun lalu....
"Semenjak si brengsek berantem sama Bunda, dan menceraikan Bunda karena ia selingkuh. Hidup gua penuh dengan dendam. Apalagi melihat si brengsek itu hidup bahagia bersama dengan selingkuhannya itu. Semenjak Bunda bercerai, nggak ada nafkah yang diberikan kepada gua dan Bunda dari si brengsek itu,"
"Bunda yang bekerja untuk hidupin keluarga, bunda yang menjadi tulang punggung keluarga, dan bunda juga salah satu orang yang gua punya dalam hidup gua," gua perlahan menunduk lesu.
"Gua nggak tega melihat bunda kerja sendiri Vans. Uang yang beliau hasilkan kan, nggak cukup untuk sebulan. Gua ingin mencari penghasilan, sebagai penambah untuk kebutuhan keluarga gua,"
"Maka, jalan terbaik yang gua bisa lakuin ialah dengan gua mengikuti balap motor setiap malam sebagai hasil tambahan gua,"
"Gua kira, Bunda nggak akan tahu, kalau gua ikut balap. Ternyata Bunda sudah tahu, sebelum gua kasi tahu,"
"Gua bingung Vans, harus kemana lagi uang yang gua dapat, untuk kebutuhan keluarga gua selain balap motor?,"dengan rambut beracak-acak karena bingung.
"Lu tenang aja Rav, gua akan bantu cari pekerjaan khusus untuk lu. Gua tanya teman-teman gua, dan kerabat gua, mana tahu ada lowongan pekerjaan khusus untuk lu," dengan menepuk bahu gua lagi.
"Serius lu?!!, lu bantuin cari pekerjaan untuk gua?!,"
"Iya swearr, gua serius," dengan menunjukkan 2 jari sebagai bukti kalau Vans serius.
"Oke, gua tunggu info dari lu Evans,"
Gua dan Vans menjabat tangan sebagai janji akan membantu gua mencari pekerjaan.
***
Vans mengantar gua pulang dengan mengendarai motor milik gua. Kita berdua terpaksa melewati jalan tikus atau lorong kecil. Karena, jam-jam segini apalagi sore, biasa macet panjang. Maka, dari pada itu kita melewati jalan tikus.
Akhirnya, kita sampai di depan teras rumah gua. ketika gua memasukkan motor ke dalam bagasi, gua kaget karena Vans mengikuti punggung gua hingga kedalam bagasi.
"Eh lu, kenapa ngikutin gua sampai sini?,"
"Hmm gapapa sih... Sebenarnya—" Dengan memberikan kode tipis-tipis pada gua. Gua udah tahu maksud dia.
"Oh, lu mau mampir rumah gua?," tanya gua spontan.
"Haah iya betul. Pintar lu bisa menebak kode tipis-tipis gua hehe."
"Mampir untuk makan, untuk minum, untuk goda Bunda gue_-"
"Nggak gituhh juga. Gua ingin silaturahim ke Bunda tersayang lu itu dengan hati yang tulus. Seandainya, gua punya Bunda kayak Bunda lu, pasti gua bahagia banget... avv."
"Dihh," Gua pergi dari hadapan Vans, dan menuju pintu rumah.
Saat gua hendak memegang gagang pintu, pintu sudah keadaan sedikit renggang. Gua curiga, ada yang terjadi di rumah.
Dengan gesitnya gua masuk dalam rumah, melihat sekeliling ruangan penuh dengan kegelapan. Lampu nggak di nyalakan, dan Bunda entah kemana.
Gua meraba-raba dimana kontak lampu berada, dan gua menemukan nya. Saat gua menyalakan lampu rumah, tiba-tiba mata gua tertuju yang seharusnya nggak gua ingin kan.
Sesegera mungkin, gua berlari ke pintu dan memanggil Vans yang dari tadi menunggu di teras rumah.
Bunda, jangan pergi ninggalin Ravin. Ravin belum siap apabila bunda pergi dulu. Jika ia bunda pergi, hari ini, detik ini. Ravin anggap sebagai mimpi terburuk yang pernah ada, daripada kisah buruk yang terjadi pada Ravin 3 tahun silam, batin gua sesak.
***
HAPPY READING YAAA☺️☺️
SEMOGA ANDA SENANG :))
KAMU SEDANG MEMBACA
I, You and Cyberspace (On Going)
Teen FictionSejak Ayah dan Bunda nya berpisah ketika Ravin berusia 13 tahun. Setelah remaja 17 tahun, Kehidupan Ravin banyak berubah dan juga diikuti oleh sifat yang suka ugal-ugalan, berantem di sekolah, dirundung oleh Abang tirinya disekolah, pulang larut mal...