BAB 10 KECELAKAAN

19 14 2
                                    

Seminggu kemudian....
Sejak seminggu gua di rumah Om Alfian, gua hanya keluar di malam hari, tapi nggak siang hari. Om Alfian, dan Bi Arumi tahu hal itu.

Jika gua keluar di siang hari, maka ketahuan oleh teman-teman gua, dan perempuan itu.

Gua yang berdiri dari tadi di samping jendela setengah kebuka, hampir merenung juga memikirkan

bagaimana dengan sekolah yang nggak masuk selama seminggu oleh gua?
Apa guru akan menelpon gua, meminta alasan?
Pasti mereka mencari keberadaan gua sekarang.
Ya sudah lah.

Matahari mulai mengenai sebagian wajah gua. Angin bertiup seperti biasanya, membuat diri gua nyaman jika menghirup nya.

Mata gua melihat pepohonan yang jaraknya nggak seberapa jauh dari teras rumah Om Alfian, bergoyang-goyang mengikuti kemana arah angin itu berada.

Tanpa gua sadari, rumah Om Alfian sepi nggak ada suara seorang pun terdengar dari kuping gua. Mungkin Om Alfian bekerja, sedangkan Bi Arum pergi ke pasar.

Krukkkkk perut gua tiba-tiba berbunyi dan lapar. Sambil memegang perut sedikit sakit, Gua segera berjalan kearah dapur dan melihat ada nggak makanan yang bisa dimakan.

Akhirnya, gua menemukan sepiring lontong sayur berukuran sedang juga segelas air putih yang ada di dalam tudung saji. Gua gass makan lontong dengan lahap, dan habis nggak tersisa. Tak lupa, setelah makan gua mencuci piring, dan simpan di rak piring.

Setelah itu, gua duduk kursi panjang di ruang keluarga, dan mengeluarkan handphone di saku celana gua.

Mengotak-atik entah apa yang gua cari, lagi-lagi tangan gua terpencet aplikasi WhatsApp dan melihat pesan yang nggak kebaca selama seminggu ini.

Banyak pesan nggak gua baca mulai dari pesan Evans hingga pesan perempuan itu. Untung aja, pesan WhatsApp gua bikin ceklis 1. Jadi, mereka kira gua hilang atau tanpa keterangan apapun.

Gua malas berurusan dengan mereka, apalagi berurusan dengan perempuan itu. Melihat muka nya aja, gua merasa mual, batin gua dengan melempar handphone yang nggak jauh dari tempat gua duduk.

Gua rebahkan badan ini ke sudut kursi, dengan menatap langit-langit rumah berwarna putih serta bentuk sedikit simetris. Gua membayangkan

Apa yang terjadi jika mereka bertiga datang kesini dengan membawa perempuan itu. Pasti gua akan kabur sejauh jauhnya atau nggak gua nekat bunuh diri, gumam gua pelan dengan kelopak mata perlahan menutupi seluruh mata.

***
Suara bising terdengar dari kejauhan hingga gua membuka kedua mata. Tiba-tiba, gua kaget sudah berada di atas kasur.

"Siapa yang angkat sampai ke kamar gua?"

Gua bangkit dari kasur, dan mencari sumber suara itu. Ternyata, arah suaranya dari ruang tamu. Saat membalik kan badan dan beranjak untuk kembali tidur, tiba-tiba terdengar nama "Alena" di kuping gua.

"Alena? Nggak yakin Alena itu?," gua membalikkan badan, dan pergi ke ruang tamu melihat siapa "Alena" yang dimaksud.

Ternyata feeling gua benar, Alena yang di bicarakan adalah Alena wanita itu.

"APA INI!!?? KENAPA WANITA INI ADA DI SINI OM??", dengan tegas dan menunjuk wanita itu.

"Maafkan Om ya nak. Om tidak bermaksud berbohong kepada kamu, atau menutup kebenaran kamu nak, tapi—"

"Tapi apa ha!?? Gua gak suka perempuan ini ada di sini!!"

"Nak, Bunda kangen kamu. Bunda khawatir sama kamu semenjak kamu keluar dari rumah. Hingga Bunda, tanyain ke teman dekat kamu, teman sekelas kamu, juga guru kamu. Semuanya bilang nggak tahu kamu kemana. Terus, Bunda pikir lagi kemana kamu pergi. Ada teman kamu yang melihat kamu di jalan dan ikutin kamu sampai di rumah Om Alfian. Jadi, setelah mendapat info keberadaan kamu, Bunda segera datang ke sini."

"Bunda mohon, kamu pulang kerumah ya." Dengan membungkukkan badannya, dan tangan di satukan sebagai tanda permohonan, supaya gua pulang ke rumah.

Namun gua nggak peduli. Gua langsung mendorong wanita itu hingga terjatuh di hadapan Om Alfian.

"GUA GAK MAU PULANG!! DAN GAK MAU SEATAP DAN SERUMAH DENGAN WANITA KEK LU!! LU BUKAN BUNDA GUA LAGI!! YANG GUA ANGGAP BUNDA, SUDAH GAK!!

Gua segera mengambil kunci Motor di sebalik pintu depan, berlari menuju parkiran, dan gemuruh bunyi terdengar.

Gua masukin kunci motor, lalu menyalakan mesin sekuat-kuatnya, dan pergi dari mereka berdua. Menuju jalan tol, gua bertemu Evans, Shua, dan Malik namun gua abaikan.

Gua membawa motor kecepatan konstan, mata gua melihat dari kaca spion udah gua duga pasti mereka bertiga membuntuti gua.

Gemuruh semakin kuat, rintikan mulai turun di jalanan. Gua harus mencari tempat untuk ditempati, ngak ada seorang pun tahu.

"Gua benci dengan dunia ini, kehidupan ini, keluarga ini dan semua tentang takdir gua. Ingin rasa nya gua mengakhiri di jalan ini sekarang."

Ketika gua ingin membelokkan motor, tiba-tiba gua terpeleset, dan terjatuh ke jurang yang amat dalam. Gua nggak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuh, rasa sakit bercampur remuk menjadi satu.

Gua berkali-kali minta pertolongan. Percuma, ngak akan ada yang menolong gua dengan keadaan hujan lebat, apalagi gua berada jurang sedalam ini.

Apa gua benar-benar berakhir di sini?
Semoga iya, berakhir.

***

HAPPY READING YAAA☺️☺️
SEMOGA ANDA SENANG :))

I, You and Cyberspace (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang