Empat - Misi Rahasia 1

1K 88 3
                                    

Aku dan Callie tinggal bersama dalam apartemen lantai 8 dekat kampus. Sejauh ini kami akur (tidak pernah berantem hebat) walupun Callie sering mengomeliku tentang banyak hal, seperti handuk yang harus langsung dijemur setelah dipakai, baju kotor yang harus diletakkan dalam keranjang, dan lainnya.

Waktu di jam dinding menunjukkan pukul 17.00. Aku sedang santai tiduran di sofa sambil memainkan game, sedangkan Callie memasak di dapur.

"Sayang..." panggil Callie dari pantry dapur.

"Iya cintaku?" sahutku tanpa menoleh karena sedang asyik main genshin.

"Temen geng kamu ada yang jomblo ga?"

Aku tertawa mendengar pertanyaan Callie. "Semuanya jomblo kecuali aku.. kenapa?"

"Temenku kasian banget, tiap hari baca komik mulu di kamar.."

"Lah memangnya kenapa dengan komik?" tanyaku lagi sambil terus memainkan game. "Aku juga suka komik."

"Tapi dia tuh beda by... masa dunianya cuma kampus-kosan-kampus-kosan sih? Aku khawatir dia sebenernya lonely tapi gengsi mengakui..." jawab Callie cepat. Suara Callie diiringi dengan pisau yang beradu dengan talenan.

tak! tak! tak!

Aku bergidik ngeri, melihat Callie dari ujung mataku. Walaupun ia hanya memotong-motong bahan makanan untuk dimasak, Callie tampak menyeramkan dengan pisau itu.

Aku menaruh tablet keatas meja lalu bangkit dari sofa, menghampiri Callie. "Okay... Jadi maksud kamu apa sayang?" Tanyaku lembut. Aku mencoba bicara baik-baik dengan pacarku yang pundungan itu.

"Kamu inget ga waktu kamu jemput aku di warung seblak depan gerbang 4 kampus? Nah, pas itu aku lagi nyeblak berdua sama Indira..." Callie memulai cerita dengan mengetes ingatanku yang seperti ikan dory ini (short term memory loss).

Aku mengernyitkan dahi. "Hmmm iyaa.. yang tinggi itu kan? Yang mirip Nico Robin." jawabku asal.

Tanganku mulai ikut membantu Callie menyiapkan bahan masakan. Ikan fillet yang sudah mencair, aku cuci lalu keringkan dengan tisu dapur. Setelah itu, aku membumbuinya dengan bumbu marinasi bubuk dan mendiamkannya dahulu agar meresap sebelum masuk kedalam air fryer.

"Aku gatau muka Nico Robin gimana, tapi kamu bener sih.. Indira tinggi." sahut Callie.

Callie memasukkan kentang dan wortel yang telah dipotong-potong kedalam panci berisi air mendidih lalu menutupnya. Ia mengambil timer digital dari dalam laci, lalu menyetel angka 10 menit.

"Ada ga kira-kira temen kamu yang cocok buat Indira?" tanya Callie.

"Gatau sih... Mungkin Raisha atau Amanda? Soalnya looks mereka cocok buat Indira yang girly sih..."

"Amanda yang pendek itu?? Yang bener aja Geb.." Callie tertawa mendengar jawabanku. "Raisha lebih cocok dari segi tinggi sih..."

"Yeu.. kamu gaboleh tinggi shamming tau... Kalau cocok why not?" aku membela Amanda.

"Ya bener sih..." aku mengangguk-anggukkan kepala. "Mau coba jadi mak comblang?" aku menaikkan satu alisku sambil menatap Callie yang sedang menambahkan potongan buncis ke dalam panci.

Callie menatapku. "Caranya gimana? Kamu ada ide?"

"Ajak main game?"

"Oh iya, Indira juga suka main game!" Callie menjentikkan jarinya. "Aku baru inget."

"Game apa?"

"Valo kalau ga salah."

"Eh? Kok ga bilang dari lama... Manda sering ajakin aku valo tapi aku gasuka.." aku tertawa setelah membayangkan bahwa inilah momen yang cocok bagi Manda dan Indira untuk pdkt.

"Kamu yang gapernah bilang ke aku ya Gaby..." Callie cemberut, tak terima aku salahkan.

"Siap salah kak!" aku memasang sikap hormat kepadanya agar tak memperpanjang masalah.

Timer berbunyi, tanda sayuran sudah matang. Tangan Callie cekatan meniriskan sayuran lalu menatanya diatas piring. Aku tak mau kalah, tanganku ikut sibuk menata ikan fillet di dalam wadah air fryer lalu menyetel tombolnya.

Saat aku berbalik, tanpa aku sadari Callie sudah menatapku dengan senyuman manisnya. Aku terkekeh pelan lalu menaikkan dagu, seolah bertanya mengapa.

"Pacarku cakep banget kalau lagi bantuin aku..." ucap Callie gemas. Ia merentangkan tangannya, ingin memelukku.

Aku langsung menurutinya. Kedua tanganku pun terbuka lebar menyambut pelukannya. Callie seolah beruang madu yang manis, namun versi mini size.

"Aku kan sering bantuin kamu, berarti aku cakep selalu?"

Callie mengeratkan pelukannya. "Iya dong, kamu mah untuk hal ginian selalu peka." Callie mengusap-usap punggungku.

"Hal ginian? Kalau hal gituan?" tanyaku sambil tertawa.

"Pura-pura ga peka." Callie mencubit pinggangku. "Aku sayang banget sama kamu tau Geb..."

"Aku lebih sayang sama kamu." aku melepaskan pelukannya lalu menatapnya. "Callie, kamu lebih dari..."

"Dari?" Callie menatapku bingung.

"Dari.. daripada.. hehehe"

"Geby balaraja!" Callie memukul lenganku dengan kekuatan penuh. "Bisa-bisanya ngelawak pas lagi serius ih! Malesin banget!" dengus Callie sebal.

Aku mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus bekas pukulannya. "Tapi cintaku padamu ga balaraja kok.."

Callie mengulang kalimatku dengan nada ejekan. Aku tak kesal karena itu adalah respons yang sering Callie lakukan saat salting.

Suara air fryer berbunyi kencang, tanda makanan telah matang. Callie langsung memindahkan isinya keatas piring saji, sedangkan aku menata meja dan mengisi gelas dengan air dingin dari dispenser.

Setelah berdoa bersama, kami langsung menyantap makanan yang telah kami buat sambil lanjut bercakap-cakap.

Inilah hubungan orang dewasa sebenarnya, saling membantu dan komunikasi. Hubungan akan awet jika keduanya terus melakukan adegan dewasa tersebut dengan dasar saling memahami, mengerti, dan mengobrol bersama.

Ya Tuhanku, jika jalanku nanti tak selamanya bersama Callie, rusakkan aja jalannya Ya Tuhan.

TENTANG KITA [CELLA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang