Satu - Prolog

1.8K 135 6
                                    

Kami bertemu dengan keadaan saling terluka. Dia yang patah hati akibat penolakan cintanya dan aku yang diabaikan oleh pasanganku di masa lalu.

Entah sejak kapan kami saling membutuhkan, saling menceritakan kisah cinta kami di masa lalu, serta saling menggoda, tentu saja tanpa rasa awalnya.

Perkenalan awal dengannya tidaklah istimewa. Jiwa penggombal melekat erat pada dirinya kala itu. Namun aku tak peduli, toh aku juga sebelas dua belas alias sama saja dengannya. Aku senang menggoda dan jika orang itu tergoda, ada kepuasan tersendiri. Ah bukan kepuasan sih, lebih kepada penghiburan diri kala jiwa terasa kosong sehingga bertemu dengannya seperti melihat diriku dalam dirinya, walau jujur saja dia lebih penggoda daripada diriku.

Nama gadis itu Callista Alicia dan aku memanggilnya Callie.

Dulu sebelum mengenal Callie, aku pernah mengenal seorang gadis bernama Alicia. Alicia adalah adik kelas pertama yang mampu menggetarkan seluruh jiwa dan ragaku. Serius, sejak bertemu adik kelas bernama Alicia, hidupku seakan berubah. Aku jatuh pada senyumannya yang mampu membuatku salah tingkah, suaranya lembut saat berbicara maupun ketika bernyanyi, serta tatapan mata hangat dari bola matanya yang berwarna biru.

Ya, bisa dikatakan aku naksir Alicia, adik kelasku sewaktu SMP. Namun saat dia tak merespon apa-apa, aku mundur teratur. Yah lagipula aku berharap apasih dari kisah cinta sesama jenis? Apalagi Alicia masih kelas tujuh dan aku kelas delapan saat itu.

Tapi gadis yang kutaksir sekarang namanya Callie, bukan Alicia (walaupun nama mereka mirip). Callie paling tidak suka disamakan dengan orang yang telah mengisi kisah cinta masa laluku. Callie juga pasti akan menggerutu saat membaca kisah Alicia, "Kenapa harus ada orang lain di kisah kita sih?"

"Kan biar kamu tau kenapa aku suka nama kamu."

"Halah!" langsung terbayang olehku wajah Callie yang cemberut.

Kami berbeda satu tahun, aku lebih muda darinya. Ingin rasanya aku panggil Callie kakak, tapi Callie selalu menolak keras. Padahal kan gemas kalau manggilnya ade-kaka. Daripada dia ngambek, mending aku panggil namanya langsung, Callie.

Callie itu selalu buat aku gemas karena dia manja banget. Kalau sama Callie, jiwa dominanku berkobar-kobar. Ingin rasanya diriku menindihnya hingga ia mendesah namaku pasrah.

Ngga deng, mesum sekali pikiranku.

Callie juga pundungan parah, aku harus sabar setiap dia kesal karena serba salah. Ditanggapi salah, dibujukin malah jutek, apalagi dibiarin, bisa memicu perang dunia ketiga.

Inilah cerita hari-hariku bersama Callista Alicia, pacarku.

TENTANG KITA [CELLA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang