5. Escaping the Chaos

136 17 3
                                    

  Waktu Tuhan tak akan pernah salah. Ia selalu tepat waktu mengutus bantuan kepada umatnya yang sudah di luar batas kemampuannya. Persis seperti bagaimana Tuhan mempertemukan Obito dan Kakashi. Dua jiwa yang sama-sama memiliki hati yang baik.
Tuhan mempertemukan dan membawa mereka kepada kebahagiaan yang abadi.


  Kakashi duduk di bangku halaman rumah sakit, berteman dengan angin sejuk khas pagi hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


  Kakashi duduk di bangku halaman rumah sakit, berteman dengan angin sejuk khas pagi hari. Ia menatap langit yang sebentar lagi akan berwarna biru, telinganya menangkap suara sendal yang bergesekan dengan tanah, seseorang tengah berjalan ke arahnya.

  Kakashi tak terkejut sama sekali ketika orang tersebut duduk di sampingnya, memang nya siapa lagi yang bersamanya selain Obito saat ini?

  "Menikmati angin di pagi hari seperti biasanya, ya?" tanya sang kekasih mengawali percakapan. Aroma rempah-rempah sup ayam memenuhi indera penciumannya, membuat perut Kakashi berbunyi sangat keras.

  "Ayo makan dulu," Obito meniup sup panas tersebut. Kakashi bergeser untuk semakin mendekat, mengangguk dan membuka mulutnya.

  "Pulang besok atau nanti sore?"
"Sore saja, mungkin?" Kakashi justru menanyakan balik pertanyaan itu pada Obito.

  "Pria itu menaikkan satu alisnya, "kalau begitu aku akan beres-beres setelah ini." Jawab Obito apa adanya.

  Mereka sudah sampai di depan rumah Kakashi untuk mengambil beberapa pakaian untuk di bawa, sebelum keluar Obito sempat bertanya "tidak mau berpamitan dengan Papa dan Anikimu?"

  "Sepertinya tidak, aku... Takut," tolak Kakashi.

Takut.

  Mungkin maksudnya takut dengan Nyonya Haruko? Pikir Obito, dia tak mau ambil pusing dan mengungkit masalah itu. Karena bisa saja itu jadi pemicu munculnya trauma Kakashi, jadi dia mengalihkan pembicaraan.

  "Lagipula tadi sebelum kemari kan sudah menelpon Papa, itu sudah cukup," ungkap Kakashi tersenyum manis, menutupi rasa sedihnya.
"Baiklah, saya ke dalam dulu. Tunggu sebentar, okay?"
"Eung...."

  Obito mengusap sayang surai perak Kakashi sebelum menutup pintu mobil. Dia berdoa, berharap sang kekasih tidak terlalu larut dalam kubangan rasa sakit.


•••



  Kakashi menatap pemandangan kota Osaka dengan tatapan kagum, se indah ini kah dunia luar? Selama perjalanan Kakashi tak henti-hentinya merasa takjub. Dia benar-benar merasa terpana.

  Kota besar dan kecil Osaka sudah mereka melewati, gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu kota yang berkelip sungguh menyita perhatian Kakashi.

  "Kamu pernah ke sungai sebelumnya?"
"Belum, dari kecil hidupku hanya sebatas rumah, sekolah dan pantai."
"Ayahmu tak pernah mengajakmu bepergian?"
Kakashi menggeleng, "Papa sibuk bekerja."

  "Tidak apa-apa, saya akan mengajakmu bermain sebentar. Bagaimana?" Ajak Obito, sambil mengusap sayang surai perak Kakashi. Mengalihkan pandangannya sebentar ke mata sang kekasih.

  "Tapi ini sudah malam, memangnya tidak gelap?"
Obito tak menjawab, hanya menyunggingkan senyuman tipis dan melajukan mobilnya.


•••


  Obito dan Kakashi akhirnya sampai di Tokyo. Suasana di sepanjang Sungai Sumida begitu tenang dan damai. Penerangan lembut yang berasal dari lampu-lampu kota menciptakan suasana yang magis.

  Kakashi diam tak berkutik di mana Obito membawanya. Sungai yang mengalir secara tenang seakan-akan membawa semua perasaan sakit, kecewa jauh darinya.

  Sama seperti Obito, ada kehangatan dalam hatinya saat memandang wajah Kakashi yang tak berhenti takjub sedari tadi. Dia akhirnya bisa melupakan ibunya untuk sejenak, pikir Obito.

  Rasa hangat menjalar di sekitar leher Kakashi, ia lalu mendongak ke atas melihat bagaimana Obito tersenyum manis padanya seraya memakaikan sebuah syal.
"Hati-hati, udaranya sedikit dingin di sini."

  Kami... Suara Obito benar-benar membuat Kakashi gila! Suara yang penuh kelembutan dan cinta itu akan terus menyapanya setiap hari.

  "Anata... Yang membuatnya?" Kakashi bertanya, sembari menyembunyikan wajahnya di balik syal yang kebesaran itu.
"Ya, hahaha... Tidak serapi milikmu tapi saya membuatnya sepenuh hati, spesial untukmu."

  "T-tidak kok! Ini bagus sekali! Lihatlah, ini begitu nyaman," Kakashi menggerak-gerakkan tangan. Takut terjadi salah paham di antara keduanya.

  Tingkah lucu Kakashi membuat Obito tertawa lepas, "kenapa kamu tegang sekali? Jangan khawatir sayang, kamu bilang jelek juga saya tidak marah. Sebaliknya saya jadikan itu sebagai pelajaran dan akan membuat syal lebih bagus lagi untukmu."

HOME IS WHERE THE HEART IS [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang