Hari yang begitu panjang dan melelahkan, setelah mengeringkan rambut jabriknya dia ikut berbaring di samping Kakashi yang sedang memandangi gelang pemberiannya 3 tahun lalu tanpa berkedip.
"Aku bisa membelikanmu yang baru, simpan saja yang itu," ucap Obito spontan. Dia meraih pergelangan tangan Kakashi, "lagipun ini sudah sangat rapuh. Ini tersenggol sedikit saja bisa hancur dan rusak." Obito menunjuk pada gelang benang, yang benangnya sudah banyak yang keluar jalur.
"Tidak, aku tidak ingin melepasnya," tolak Kakashi menggelengkan kepala.
"Ini sudah rapuh, bisa kapan saja dia terlepas dari tanganmu. Atau mau kubuatkan yang baru?" tanya Obito menawarkan.
"Yang mirip seperti ini?"
"Hm... Bagaimana? Kamu mau?""Mau, tapi di mana aku menyimpan gelang yang lama?"
"Itu masalah gampang. Tenang saja," ujar Obito menenangkan.Tiba-tiba saja Kakashi menaiki Obito, menindih tubuh kekar kekasihnya untuk menatap Obito dalam-dalam, "kalau kamu tidak bisa menepati janji, bagaimana?"
"Apa aku pernah mengingkari janji? Coba katakan padaku, kapan aku mengingkarinya?" jawab Obito pura-pura santai. Padahal dadanya kini bergemuruh, jantungnya ingin copot.
"Tapi aku tidak rela melepaskannya," ucap Kakashi dengan ekspresi ragu.
"Ini... Sangat spesial," sambungnya.
"Dengarin aku ya, sayang... Lihatlah, gelang ini sudah buluk, tak enak di pandang orang. Nanti kulitmu juga bisa iritasi, banyak kuman yang bersarang."
"Tapi setiap hari aku bersihkan kok." Kakashi tetap keras kepala seperti biasanya, tak lupa bibirnya mengerucut seperti bebek.
Obito lalu menurunkan Kakashi dari atas dan gantian ia yang mengukung gadisnya.
"Tidak ada yang menjamin gelang akan bebas kuman jika pemakaiannya saja sudah lebih dari 3 tahun, mikroorganisme nya tetap ada dalam serat benangnya, sayang. Mengerti?" tutur Obito panjang lebar, mengambil pergelangan tangan Kakashi dan melepas gelang benang. Mata yang berbeda warna itu saling memandang satu sama lain.
"Baiklah, Obito-kun. Aku mengerti...," gumam Kakashi pelan. Bagaimanapun perbedaan umur mereka sangatlah jauh, Kakashi harus bisa lebih menghormati Obito. Meski mereka adalah pasangan sekarang.
Setelah Obito melepas gelang benang, kedua tangan Kakashi langsung mengusap sayang wajah kekasihnya itu. Sifatnya yang awalnya sangat pemalu perlahan-lahan berubah, Kakashi sekarang sedikit berani untuk mengekspresikan dirinya.
"Ini... Luka?" tanya Kakashi, saat merasakan bagian wajah yang kasar, terlihat bekas goresan.
"Ya, apa terlihat buruk?"
"Tidak, tidak... Anata justru semakin menawan dengan luka ini," puji Kakashi."Sudah pintar membual, ya?" kata Obito menggoda, dirinya terkekeh pelan.
"Sungguh, aku tidak berbohong!" Obito semakin tertawa, "menawan dari mana? Banyak keriput di wajahku, aku tak lebih seperti pria tua lainnya." Pria Uchiha itu bangkit dari mengukung Kakashi, lalu duduk di pinggir ranjang.
Kakashi ikut bangun dari tidurnya, duduk di samping Obito dan menaruh kepalanya di bahu sang kekasih.
"Apa kamu pernah merasa malu berjalan denganku? Ah, maksudku-"
"Untuk apa aku malu?" sela Kakashi, alisnya berkerut."Aku tidak peduli dengan wajahmu, karena aku sudah merasa nyaman dan aman bersama Obito-kun," jawabnya, suara dan jawaban lembut Kakashi benar-benar melegakan hati Obito.
Kami... Obito ingin menikahinya sekarang juga!
"Maukah Kakashi berjanji padaku?"
"Kakashi...," ulang Kakashi di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME IS WHERE THE HEART IS [SUDAH TERBIT]
FanfictionTak pernah Obito bayangkan bahwa rasa rindunya kepada sang nenek membuatnya bertemu dengan gadis lolipop di pantai Nishikinohama, Osaka. Mereka adalah dua jiwa yang sama-sama merindukan rumah mereka, tempat dimana seharusnya mereka bisa merasa aman...