04 Bar

1.2K 62 1
                                    

Legolas tampak terduduk di ruang kerjanya yang berada di mansion. Tangan pria itu menumpu dagunya sendiri terlihat sedang memikirkan sesuatu. Faktanya, ingatan pria itu berputar dimana ia kerap kali memarahi Clarissa namun gadis itu selalu terlihat biasa saja namun baru tadi pagi ia melihat tatapan terluka pada mata yang sebelumnya selalu berbinar ketika menatapnya.

Tak hanya sampai situ, Legolas juga berusaha menyusun ingatannya tentang gadis itu. Saat ia pertama kali bertemu dengan Clarissa dan mengobati tubuh gadis itu yang terluka sebenarnya Legolas juga melihat bahwa terdapat luka lain disana. Selain darah karena para preman itu, saat Legolas menarik lengan blazer itu lebih atas ia dapat melihat jejak keunguan yang cukup banyak.

Keingintahuan pria itu semakin memuncak kala luka yang ada ditangan Clarissa tampak bukan seperti luka baru maka dari itu malam itu Legolas membuka blazer Clarissa dan melipat kemeja yang dipakainya hingga keatas lengan. Begitu terkejutnya pria itu melihat luka lebam itu sangat banyak sampai lengan atas Clarissa. Sejujurnya ia sangat tidak mau berurusan dengan gadis cerewet seperti Clarissa namun entah mengapa dirinya sedikit khawatir sekarang memikirkannya.

"Sial, kenapa aku jadi memikirkan gadis itu?!" Ucapnya kesal dengan dirinya sendiri kemudian ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kebesarannya.

Lagi-lagi, ingatan Legolas kemudian kembali pada moment dimana ia mendengarkan suara merdu keluar dari bibir mungil Clarissa. Dalam lubuk hatinya, dapat ia akui suara Clarissa begitu indah dan menenangkan. Clarissa juga tampak lihai memainkan tuts piano dan penghayatannya pun benar-benar sampai ke hatinya.

"Ku rasa aku mulai gila!" Seru Legolas lagi dan berdiri dari kursi itu.

Sejujurnya, tadi pagi Legolas memarahi Clarissa juga karena pikirannya sendiri yang menentang bahwa sebenarnya gadis itu mampu membawa seorang Legolas masuk kedalam penghayatannya. Legolas hanya tak tau bagaimana harus mengekspresikan dirinya sehingga hanya kata kasar itulah yang keluar dari mulutnya. Ia tak mau Clarissa berpikir bahwa dirinya menyukai gadis itu.

Cklek.

Legolas yang baru saja berdiri pun menoleh ke sumber suara dimana kini masuk seorang pria dengan tingginya yang tak lebih tinggi dari dirinya. Namanya Mark, sahabat sekaligus sekertarisnya. Mereka sudah cukup mengenal sejak kecil, Mark adalah anak dari sekertaris sang kakek. Jika ada rapat atau urusan bisnis, Mark selalu dibawa ke mansion untuk menemani Legolas.

"Ketuk pintu dulu, tidak tau adab sekali." Ketus Legolas

"Waduh, santai dong bosku. Pedas sekali bicaramu."

"Hm"

Mark tampak masuk dan mendudukkan dirinya di sofa yang ada diruangan itu, dirinya melepas dasi yang melingkar dilehernya dengan cepat. Legolas sudah tak heran lagi melihat tingkah pria itu, memang seperti nya pria itu sudah menganggap mansion ini sungguhan miliknya.

"Aku sangat lelah, bagaimana kalau kita bersenang-senang?" Ucap Mark yang membuat Legolas menyerngitkan dahinya.

.
.
.

"Clar, jangan minum terlalu banyak" ucap Maria mengingatkan Clarissa yang justru dihiraukan oleh gadis itu.

Saat ini mereka berada di Ulleries Night Club, club malam yang cukup terkenal dikota itu. Ini bukan kali pertama mereka menghabiskan waktu disana, jadi mereka sudah tidak asing dengan suasana di club itu. Meski suara musik terdengar keras namun di posisi mereka yang cukup jauh dari panggung membuat mereka masih bisa mengobrol.

"Tidak apa-apa Maria, besok libur jadi lebih baik kita bersenang-senang." jawab Clarissa dan meneguk kembali segelas wine ditangannya.

Maria tak menjawab dan hanya menghela nafasnya. Sahabatnya itu memang sulit untuk diberitahu namun gadis itu mengerti posisi Clarissa dan permasalahannya dengan keluarganya sehingga Maria tak ingin bersikeras menghentikan Clarissa yang mungkin ingin menghilangkan penatnya atas masalah-masalah gadis itu.

LEGOLAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang