Langit

133 17 1
                                    

Tempat kejadian, nama, dan lain-lain hanyalah fiksi. Tidak bermaksud untuk menyebutkan sesuatu di dunia nyata. Tidak disarankan bagi anak berusia 17 tahun kebawah.

***

Langit menghempaskan tubuhnya ke kasur, mengistirahatkan jiwa dan raganya meski sulit dan menghela nafas panjang.

Semalam pihak rumah sakit menyatakan bahwa ibunya yang sudah lama mengidap kanker telah meninggal. Mendengar hal tersebut bagaikan sebilah pedang menusuknya, hatinya begitu sakit karena kini satu-satunya keluarga yang dia memiliki dan sayangi telah pergi. Sejak tadi pagi dia sibuk mengurus pemakaman ibunya dan untung saja tetangga di sekitar perumahannya berbaik hati memberikan bantuan kepadanya. Langit tidak bisa menangis karena sebagai satu-satunya tuan rumah yang menjamu tamu untuk berbelasungkawa.

Setelah berhadapan dengan banyak tamu dan rumahnya ramai untuk sementara waktu, dengan suasana yang damai ini ia jadi merindukan ibunya lagi.

Di keheningan dalam kamarnya tiba-tiba sebuah notifikasi pesan teks muncul, Langit mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas.

Adam
|Turut berdukacita yah gw sob. Sorry gw gak bisa kesana

|Sans elah lagian gw juga udah capek nerima tamu

Adam
|Wkwkwk...! Udah bilang bos belum kalau lu cuti?

|cuti apanya? Gw gak ngajuin cuti

Adam
|Loh? Tapikan lu masih berduka

|Gak ah justru gw lebih baik kerja seenggaknya pikiran gw teralihkan sama kerjaan

Adam
|Ah workaholic lu tapi saran gw lu besok libur aja, lu kan pasti capek jirr dari pagi

|Ya

Adam
|Kalau lu besok gak ada kegiatan mending lu bongkar tuh gudang sapa tau nemu harta karun

|Kurang kerjaan amat

Setelah pesan yang begitu panjang berakhir, Langit memaksa tubuhnya untuk bangun, pergi ke kamar mandi setidaknya air dingin bisa menjernihkan pikirannya.

Ibu Langit adalah sosok yang berarti bagi Langit. Setelah ayahnya meninggal saat dirinya berumur 5 tahun, ibunya sekarang memiliki beban untuk menafkahi. Siang sampai malam tidak pernah lelah baginya untuk bekerja tetapi meskipun begitu sibuk, ibunya tetap menyempatkan waktu untuk menghabiskan banyak hal dengan dirinya seperti melukis bersama-sama setiap minggu sore. Ibunya selalu percaya padanya bahwa suatu hari dirinya akan menjadi Seniman sejati.

Memang benar bahwa Langit memiliki gairah terhadap seni namun dia tidak bisa menjadikan seni sebagai tujuan hidupnya. Dia hanya melukis jika memiliki waktu senggang karena dia tahu seni tidak akan menghasilkan uang padanya. Ketika dia mengutarakan pikirannya untuk tidak mempelajari seni lebih dalam, ibunya hanya mengulas senyum dan menerimanya. Itu adalah reaksi yang sama ketika Langit mengatakan kepada ibunya bahwa dia seorang penyuka sesama jenis. Ibunya tidak menghakiminya, dia hanya mengulas senyum dan menerima bahkan menerima pasangannya-sekarang menjadi mantan-ke rumahnya dengan tangan terbuka.

Langit keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggang nya, dia masuk ke kamar ibunya mengobrak-abrik laci nakas dan mengambil kunci gudang.

[BL] I Will Make This Story Have No Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang