Chapter 2

1K 75 0
                                    

Sea Tawinan merupakan anak pertama dari Earth Pirapat Watthanasetsiri dan Mix Sahaphap pada keluarga besar Watthanasetsiri. Sea mempunyai 3 adik - Neo Trai, Joong Archen, dan Phuwin. Sejak kecil, Sea sudah terbiasa sendiri, tapi jangan salah sangka ya guys. Earth dan Mix merupakan orang tua yang tergolong baik, mereka sayang kepada semua anak-anaknya. Ya mungkin kasus lain kalau untuk Neo.

Namun, hanya saja Earth yang sibuk bekerja sebagai direktor dan screenwriter di beberapa project film dan Mix bekerja sebagai dokter hewan membuat waktu mereka tersita sangat banyak untuk keluarga. Jadi waktu mereka berdua untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya sangatlah terbatas. Terlebih adik - adik Sea yang muda membutuhkan banyak perhatian lebih dari orangtuanya sejak kecil. Maka dari itu, Sea lebih suka memendam perasaan dan permasalahannya sejak dini. Memang bukan karena tuntutan dari orang tua ya, namun lebih ke inisiatif dari dirinya sendiri untuk tidak memberi beban tambahan kepada orangtuanya. Cukup Neo saja yang membuat orangtua mereka pusing dengan semua tingkah ajaibnya setiap hari.

Akan tetapi, orang tua Sea bisa dibilang cukup protektif kepada semua anaknya. Walaupun memang waktu mereka sangat sedikit dengan keluarga, namun tidak bisa dipungkiri kalau Earth dan Mix sayang pada anak-anaknya, dan selalu khawatir jika ada sesuatu yang mengganjal. Seperti pada saat ini di ruang keluarga, Sea duduk dengan kepala tertunduk di depan papanya. Raut wajah papa Earth yang murung karena kekhawatirannya kepada anak tertuanya. "Maaf Pa, tadi memang aku ceroboh. Lain kali aku bakal lebih hati - hati." ucap Sea dengan nada bersalahnya.

"Sea, papa tau kalo kamu emang mau serius sama badminton. Papa selalu menghargai keputusanmu, dan selalu mendukung asal kamu bisa bahagia melakukannya. Tapi jujur papa ga suka kalo badminton menyerang mental dan fisikmu. Bukan kamu saja yang terluka, tapi papa juga terluka melihatmu seperti ini." tutur Earth.

Sea seperti ingin menangis saat ini, ayahnya memang bukan tipe pemarah kepadanya. Namun tipe melankolis seperti inilah yang membuat Sea sangat berhati - hati dengan papanya. "Pa, aku tau aku salah kali ini. Tapi aku benar - benar serius sama badminton Pa. Ini impian aku dari kecil ..."

"Papa ga melarang kamu Sea. Papa bangga kamu bisa masuk tim internasional, tapi tolong jangan korbankan mental dan fisikmu. Ini bukan kejadian sekali aja loh. Papa ga sanggup liat kamu terluka terus menerus. Orang tua mana yang sanggup melihat anaknya terpuruk? Papa hanya ingin kamu bahagia dan sehat Nak, apakah tidak boleh?" balas Earth, hingga setitik air mata mulai berjatuhan. Earth tidak sanggup melihat anak sulungnya semakin lama semakin tenggelam pada penderitaannya. Ia telah melihat bagaimana Sea harus berhadapan dengan stress dan kecemasan yang berlebihan saat pertandingan - pertandingan dan turnamen. Bagaimana kecemasan itu mengambil senyuman hangat dan keceriaan Sea menjadi seseorang yang menjadi lebih banyak diam, dan murung.

Sea memeluk erat, membenamkan wajahnya pada pinggang papanya. Ia tidak dapat mengutarakan sebuah kata apapun. Namun kata - kata tersebut, ia salurkan dengan pelukan dan cucuran air matanya. Ia mengerti keresahan ayahnya, tapi ia tidak bisa membuang semua hasil kerasnya yang telah ia bangun selama dua dekade. Memang sangat sukar untuk meneraungi titik hidupnya saat ini, tetapi melihat papanya menangisi dirinya membuat ia sangat terpukul. Ia sadar bahwa ambisi dan perilakunya yang selama ini tidak hanya telah menyakiti dirinya sendiri, tapi ternyata juga menyeret orang - orang disekitarnya. Terlebih papanya...

"Ma- maafkan aku Pa." tangis Sea.

"Sea, papa mohon dengan sangat. Kamu boleh serius sama badminton, tapi jangan lupain kesehatanmu ya Nak. Papa sayang sama kamu, papa ga mau liat kamu sakit terus." ucap Earth sambil mengelus lembut kepala anak sulungnya. Sea mengangguk pada pelukan yang memilukan ini.

Dibalik kedua anggota keluarga yang sedang menangis, Phuwin, Neo, dan Mark melihat pemandangan tersebut dari ruang makan. "Ohoo, papa cengeng banget." komen Neo.

"Ai sat, jangan merusak momen." balas Phuwin dengan ketus.

"Bego bego. Otak lu dari apa si?" Timpal Mark, gemes sama Neo sampe mo tangkis otaknya jauh - jauh.

"Ga boleh ngomong kasar Phuwin." ucap ayah mereka melalui telepon.

"Dengerin ayah tu!" seru Neo.

'Anjing lo!' umpat Phuwin tanpa bersuara.

"Yah! Phuwin -,"

"Udah - udah. Ayah lama - lama pusing denger kalian berdua berantem terus. Keadaan papa sama Kak Sea gimana?" Tanya sang ayah

"Udah kompromi Yah, seharusnya abis ini mereka berdua udah baikkan." balas Phuwin.

"Aman Om!"

"Hooh. Udah sampe peluk teletabis juga." Timpal Neo, ditambah dengan pukulan Mark di kepalanya yang terdengar sangat renyah.

"Teletabis pala lu. Kurang dua!"

"SIALAN LU MARK! SAKIT ANJING!"

"Syukurlah. Tunggu ayah pulang ya. Mark jangan pulang duluu. Nanti om bakal bawa makan malam, sekalian makan malam di rumah kita aja yaa." Pinta Mix, mengabaikan kericuhan Neo dan Mark.

"Siap Om!"

"Oh ya, Bang Joong dimana?"

"Biasa lah. Masih pacaran sama si Dunk! Meng! Bucin parah tu orang. Chat gw sampe sekarang belom dibales - bales." keluh kesah Neo.

"Iri bilang!" balas Mark

"Emang iri sial!"

"Makanya perbaikin akhlak lo! Ga ada omega yang mo punya Alpha sebobrok lu! Apalagi Beta! Ya kan Phu?" Tanya Mark, dengan senyuman sarkasnya. Phuwin mengangguk dengan antusias, "Gw setuju!"

"BANGSAT LU SEMUA!"

"Neo." ucap Mix dengan nada tegas.

'Wlee!' Phuwin jailin Neo sekali lagi, selagi ayah Mix ga bisa liat kelakuannya.

AT LAST (Jimmy Sea ABO AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang