Semenjak kejadian yang menggemparkan kepala keluarga Watthanasetsiri, Sea sekarang benar - benar diperhatikan khusus sama papanya. Jika dulu ia dapat latihan hingga subuh bahkan keesokan harinya sampai tidak pulang, sekarang tidak bisa lagi. Setiap jam 10 malam, akan terdengar dentingan dentingan notifikasi dari handphone Sea. Siapa lagi kalau bukan papanya yang semakin protektif?
Atau jangan - jangan...
Seseorang spesial?
Ding!
'Sea, Hia sudah di depan.'
–
Semua berawal pada sebuah siang pada bulan Agustus, ketika matahari sedang terik - teriknya. Sea yang pada hari itu sedang berlatih sendirian, karena Mark yang sedang dalam masa heat-nya. Akan tetapi, siang itu ia berasa matanya sangat berat untuk menahan rasa kantuknya. Oleh karena itu, Sea memutuskan untuk istirahat sebentar ke sebuah Cafe dekat GOR. Namun ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Alpha dengan aroma melati pada siang bolong di Cafe yang ramai.
"Hi. Kita bertemu lagi," sapa sang Alpha dengan senyum manisnya yang terukir hingga ke matanya, "Sea kan ya? Atlet badminton yang minggu lalu ke RS?"
"Iya Dok, saya sudah sembuh berkat salepnya. Terima kasih banyak." Jawab Sea malu - malu. Malu kalau sang dokter alpha ini mengingat dirinya karena kecerobohannya yang mencoreng gelar atletnya.
"Baguslah," balas sang alpha, sambil tangan rampingnya mengutik poni Sea untuk membuka dahinya yang sudah tidak membengkak. Perlakuannya membuat Sea tertegun, hingga seluruh mukanya merona merah. Reaksi tersebut pun tidak lewat dari mata tajam sang Alpha.
Seketika aroma melati menjadi lebih harum, memenuhi indra penciuman Sea. Sebenarnya, baru kali ini Sea merasa tidak terintimidasi dengan pheromone seorang Alpha. Biasanya seorang Alpha akan memancarkan aromanya yang mencekam untuk menunjukkan dominasinya atau untuk menggoda... Tapi case-nya berbeda dengan sang Alpha di depannya. Aroma melati yang khas ini selalu membuat Sea menjadi lebih tenang.
"Sea,"
"Ya Dok?!" cicit Sea.
"Panggil aku Jimmy aja. Kita sekarang bukan di rumah sakit, agak canggung kalau kamu panggil aku dokter terus."
"Baik Hia... Jim."
Tidak terasa setelah percakapan mereka, antrian mereka sekarang sudah hampir mendekati counter kasir. Dua orang lagi, dan giliran mereka akan segera tiba untuk memesan sesuatu.
"Hmm. Kamu mau beli minuman?" Tanya Jimmy, yang dibalas dengan anggukan dari Sea.
"Mau beli apa?" Jimmy bertanya kembali.
"Aku cuma mau beli kopi susu, Hia."
"Ok. Sekalian aja ya, biar cepat." saran Jimmy. Sea menganggukan kepalanya sekali lagi.
"Hia Jim juga mau pesan kopi kah?" Tanya Sea, berusaha untuk memperpanjang percakapan mereka.
"Oh engga, aku mau pesan teh." Jawabnya. Singkat sekali!
"Ohh.."
"Kamu suka kopi?" Tanya balik Jimmy. Membuat Sea senang bahwa percakapan mereka belum selesai.
"Hehe, iya suka. Biar nggak ngantuk," jawab Sea, sedikit terkekeh dengan ketawa karirnya, "Kalau hia Jim suka teh?"
"Heum. Aku lebih suka minum teh dibanding kopi. Kalau kamu? Suka minum teh?"
"Aku jarang minum teh ... Mungkin di beberapa event, baru aku minum teh."
"I see."
Ternyata preferensi mereka berbeda untuk hal ini. Akan tetapi, tidak butuh lama hingga akhirnya mereka sudah di depan kasir. Tanpa berlama - lama, Jimmy memesan satu kopi susu dan satu jasmine tea. Sea tidak menyangka bahwa diantara semua pilihan teh yang ada, sang Alpha memesan teh yang sama dengan aromanya. Alhasil, setelah Jimmy selesai memesan dengan kasir, ia membayar semua menggunakan kartunya. Saat mereka berdua berjalan ke arah counter pick up, Sea mengeluarkan dompetnya untuk menggantikan Jimmy. Namun, tangan sang Alpha menggenggam tangannya hingga tidak dapat digerakkan. "Tidak perlu. Anggap saja traktiran ultah dari aku."
Sungguh siang tersebut adalah siang paling absurd di tahun ini untuk Sea. Dirinya yang introvert parah, susah untuk merangkai kata - kata di dalam otak kecilnya untuk seseorang yang ia kurang kenal. Seperti saat ini, ia tidak tahu harus berkata terima kasih atau selamat ulang tahun terlebih dahulu. Alhasil ia mengeluarkan sebuah kalimat yang paling absurd. Panik? Tentu. Rasanya ia ingin mengubur dirinya sendiri. Andai ia bisa membalikkan waktu dan memperbaiki responnya, namun sayangnya tidak bisa.
Alhasil agar Sea tidak terus - menerus memikirkan hal memalukan yang telah terjadi padanya, ia lanjut berlatih badminton lebih intens dari pagi setelah menghabiskan segelas kopinya. Lari ke depan, belakang, kanan, kiri, hingga seluruh penjuru arah untuk menangkis shuttlecock dari lemparan mesin dengan raket barunya. Hingga sebuah deringan telepon terdengar di lapangan GOR yang sepi. Sea melihat jam pada salah satu dinding lapangan yang menunjukan jam 10 lewat 30 menit. Jantungnya yang sudah berdebar semakin berdebar mendengar deringan tersebut. Sea langsung menghentikan latihannya untuk mengangkat telepon tersebut.
"Halo Pa?"
"Sea, kamu sekarang dimana?" tanya papanya, Earth dengan nada yang sangat tegas.
"Maaf Pa, aku lupa waktu... Aku masih di lapangan..." jawab Sea dengan penyesalannya. Balasannya pun ditanggapi dengan desahan lelah dan khawatir dari sang papa. Entah sudah berapa kali ia merasa bersalah akhir - akhir ini. Sungguh ia mau memperbaiki jam latihan dan tidurnya. Namun ternyata sangat sulit untuk mengubah sebuah rutinitas dalam jangka waktu yang sangat dekat.
"Ya sudah, segera pulang ya Sea. Papa sama Ayah tunggu di rumah." tutur Earth.
Setelah sesi telepon selesai, Sea langsung buru - buru mengganti bajunya dan merapikan shuttlecock dan raketnya. Lalu, ia segera menuju halte bus di depan GOR dan menunggu bus datang. Namun sepertinya hari ini bukan hari keberuntungannya. Jalan raya di depannya sangat sepi, dan bus tidak datang - datang. Ia sudah menunggu 30 menit, namun bus yang ia tunggu masih belum terlihat. Apakah ia harus memesan ojek online?
Lamunan Sea terhenti dengan sebuah klakson mobil di depan halte yang ia duduki. Tiba - tiba kaca mobil BMW di depannya terbuka, dan semerbak bunga melati yang halus tersebar. Kedua mata Sea terbelalak lebar setelah menghirup aroma yang familiar ini. Sial! Sekarang, dia ingin sekali menggali lubang untuk dirinya sendiri! Namun, kita tidak butuh berpikir dalam - dalam untuk mengetahui siapa yang akan mengantarkan Sea kepada papanya di malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AT LAST (Jimmy Sea ABO AU)
Romance//abo/fluff/ mature relationship// Sebuah cerita sederhana bagaimana Jimmy, seorang dokter bertemu dengan atlet badminton.