Long-Bunglon.

39 17 14
                                    


_Banyak Tentangku Sedikit Bunglon Itu_

:

:

Taman di pelataran seakan bersaksi pada manusia, mengapa bunga itu gugur dan bermekaran seiring silih bergantinya zaman. Manusia tersihir kemudian bertanya mengapa? Maka tatapannya akan selalu memberi isyarat, bahwa demikian tak lain adalah sebagian kecil dari segenap keagungannya yang tak terlampau oleh apa pun, bahkan silih bergantinya zaman itu sendiri.

Dari kejauhan di atas pelataran yang sama, tampak seorang Awak bertubuh sedang ala Asia Tenggara, dengan tangkas turun dari salah satu Galai dan tertatih mendayung lepa-lepa menepi ke bibir pantai pedukuhan. Setelah menambakkan perahu, Ia lekas berlari kecil menyusul Nakhoda kapal niaga di markas yang berdiri ruai dengan tenda apa adanya. Di tangan kanannya tergenggam secarik gulungan lontar, serta menenteng senapan laras panjang di tangan yang lain. Sebagai alamat, bawa Ia adalah seorang Awak tempur, seorang serdadu perang.

Tak berselang lama, Awak itu keluar dari tirai tenda diiringi Sang Nakhoda. Mereka bertukar senyum, saling tegak menghormat satu sama lain, lalu berjabat tangan dengan kekangan erat penuh makna, seakan itu adalah kali terakhir mereka akan bertemu, sebab perpisahan "Yang mungkin akan berkepanjangan" gumam Sang Awak. Secarik lontar kini berpindah tangan dan bentuknya sudah tidak karuan, tergenggam lalu terlepas menggambarkan Nakhoda yang hilang kehormatan. Sambil masih terus mengawasi Sang Awak yang mendayung pergi, menjauhi pantai sedikit demi sedikit namun pasti.

Agaknya semalam hanyalah permulaan, bukan malam terakhir kami sebagai pengunjung di Labuan Bajo ini. Jika benar demikian, kapten kapal sekali lagi, atau mungkin berkali-kali akan menanggung biaya penginapan kami di sini, di pedukuhan sederhana nan pamor ini. Aku tak perlu heran dan membayangkan betapa sengsara Sang Kapten memikul penumpang kapal yang kini menumpang di kepalanya, semua itu bisa ditukar dengan kepingan harta. Pasalnya, jangankan aset di dalam kas kapal niaga itu, kapalnya saja sudah terbuat dari pahatan kayu jenis Bajang, hitungannya jutaan gulden per meter, ditambah kayu Bajang memang barang langka berkualitas mancanegara. Apalagi sekadar mengongkosi pendopo kecil, sempit, dan sederhana. Sudah barang tentu urusan sekuku bagi mereka. Andai kata ada penginapan yang lebih mewah dibanding pendopo kecil bertilam anyaman bambu tipis, jelas mereka tak segan-segan menyewakannya untuk kami. 

Cerita rakyat sudah banyak mewakili kekayaan Sultan: ketika Sultan diminta untuk melunasi upeti di bawah pengaruh Majapahit, senilai tiga peti sekoci Portugis. Justru Sultan mengirim dua kali lipat, berpeti emas skala besar; Invasinya ke kerajaan tetanggalah yang membuat kesultanan Tamalatea waktu itu, betul-betul mandi bergelimang harta. Itu semua terjadi sekitar 1350 hingga 1389 M, yang dirajai oleh Hayang Wuruk. Masa di mana penyerahan upeti dan persahabatan yang masih berlangsung sangat baik.

***

Ingatan berbaur lamunan, babad saat di Makassar rupanya terbawa hingga kemari. Tidak bisa tidak; pepohonan meruai condong, hamparan pasir putih membentang, pekarangan indah nan rindang, ikan meloncat dari lautan lalu terjun dan menghilang, makhluk-makhluk kecil bergembira riang, serta kicauan burung yang tertawa senang, hampir semuanya sama, tak dapat kubedakan, tak lebih dan tak kurang. Bukan hanya itu, penduduk Labuan Bajo juga disibukkan dengan spesies ikan yang sama, Lajang (Tuna dewasa). Membuat ingatanku semakin merangkai memori indah setelah sekian lama terurai pecah. 

Walaupun desaku terpencil dan kuno, aku berani bertaruh, asri pedukuhannya tak layak dikata pincang dengan Labuan Bajo. "Biarkan aku memberitahumu," ucapku, "setiap pesisir memiliki daya tarik yang sama, kecuali mungkin pesisir di negeri Belanda; menyamai kincir angin yang berputar seiring aliran harapan, serta ribuan bunga Tulip bercumbu dengan gadis-gadis putih kemerahan di bawahnya. Fakta itu jelas di luar taruhanku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hikayat Aksara JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang