Berjalan pelan dengan hati yang gundah di iringi temaram yang syahdu hingga melempar mimpi dan tujuan ke atas cakrawala, dia berkali-kali bertanya pada dirinya apa yang sebenarnya ia cari? Kepuasan hati atau kepuasan ambisi?, Sisi kanan sesungguhnya mulainya jatuh hati untuk pertama kalinya pada seseorang dan sisi kiri ada api yang menyulut namun yang ia rasakan dingin yang teramat.
"Kau kenapa?" Tanya Tuan Camlo sedari tadi di belakang mengikuti Radjar,
Pecahnya air mata Radjar sambil memeluk Tuan Camlo, sakit terlalu terasa hingga tak mampu menahan tangisnya,Tuan Camlo membalas dengan dekapan lembut sembari menenangkan Radjar walau hatinya ikut sakit mendengar suara sesegukan yang terdengar, wajahnya pun tersapu angin lirih yang melewatinya dan mata yang menatap danau.
"Maaf, Tuan!"
"Untuk apa?"
"Saya menangis di Tuan"
"Tidak apa-apa selama itu membuatmu tenang!"
"Iya Tuan memang! Tetapi maaf sebesar-besarnya karena baju Tuan menjadi bernoda"
Tuan Camlo memeriksa bajunya dan ya memang benar adanya noda cairan bening namun kental.
-
Si mbok pun kembali ke dapur setelah menyiapkan makan malam untuk majikan dan rehat juga duduk sambil makan malam di temani Radjar,
" Koe kenang apa le? Awit mulih saking panggon lor dadi menengan lan raine peteng." Bertanya sambil sedikit tertawa
(Kamu kenapa nak? Sejak pulang dari villa jadi pendiem sama mukanya gelap)
"Damar ceplik teles ndean ah dadi kepetengan! Ndak ngono mbok, arane be manungsa Urip ana wae sing nggawe ati lara!"
(Lampu damar kebasahan kali ah jadi gelap! Gak gitu mbok, namanya juga manusia hidup ada aja yang ngebuat sakit hati)
"Ngene loh, koe lagi dedeman Karo sopo? Biasanya sak umurmu iku lagi duwure rasaning tresno Maring uwong, kados si mbok gemiyen sak pantaranmu kui."
(Gini loh, kamu lagi suka sama siapa? Biasanya seumuran kamu itu lagi sebucin-bucinya ke doi, kaya si mbok dulu pas seumuran kamu.)
Radjar nyengir kuda dengan tangan sedang memegang piring.
"Ana lah!"
(Ada lah!)
-
Sinar bulan malam ini sangat indah menyinari latar, namun keindahan itu sirna ketika ia melihat Tuan Camlo dengan kekasihnya sedang berciuman di samping taman rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
1889 : War and Love (Ongoing)
Historical FictionSeorang perwira muda Hindia-Belanda memiliki sifat "Meremehkan" kepada kaum pribumi dan rasa tegas yang tinggi. kemudian suatu hari datang seorang pemuda pribumi sebagai pekerja buruh dan kebun, dia memiliki perawakan yang halus dari segi fisik dan...