Setelah pertemuan itu, Camlo dan Radjar menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama, mengenang masa lalu sekaligus berbicara tentang perjalanan hidup masing-masing. Mereka duduk di bawah pohon rindang, melihat Hendrik yang berlarian riang sambil mengamati berbagai ukiran kayu di sekitar. Sesekali, Hendrik mendekati mereka, menunjukkan ukiran yang menarik perhatiannya, dan Radjar menjelaskan makna di balik setiap detailnya dengan penuh kesabaran.
Malam harinya, Camlo dan Hendrik kembali ke rumah orangtuanya. Camlo tak bisa menghilangkan senyum dari wajahnya, mengingat pertemuannya dengan Radjar yang terasa seperti hadiah dari masa lalu. Kenangan tentang Radjar sempat menyimpan luka, tetapi kini perasaan itu berubah menjadi hangat, penuh harapan akan persahabatan yang seakan menemukan jalannya kembali.
Keesokan harinya, Camlo mengajak Hendrik berkeliling desa untuk menunjukkan berbagai tempat yang menyimpan kenangan indah dari masa mudanya. Desa itu telah banyak berubah, namun Camlo masih bisa merasakan keakraban suasananya. Sore harinya, mereka kembali ke tempat Radjar untuk berdiskusi lebih lanjut tentang saung yang hendak dibangun.
Radjar menunjukkan beberapa kayu yang telah dipotong dan dipersiapkan untuk proyek tertentu. "Aku bisa menyesuaikan desainnya dengan ide-ide yang kau miliki, Camlo. Beri tahu saja seperti apa yang kau bayangkan untuk saungmu," ujar Radjar sambil memegang sepotong kayu yang tampak halus dan siap untuk diukir.
Camlo berpikir sejenak, membayangkan saung yang sederhana tetapi penuh dengan detail indah di setiap sudutnya. "Aku ingin saung itu menjadi tempat yang nyaman, di mana aku bisa menghabiskan waktu bersama Hendrik. Mungkin beberapa ukiran yang mencerminkan alam dan budaya di sini, sesuatu yang bisa membawa ketenangan," jawab Camlo dengan antusias.
Radjar mengangguk pelan, matanya tampak berbinar. "Itu bisa diatur. Aku akan memastikan setiap ukiran yang ada menceritakan sesuatu, mungkin tentang pohon-pohon besar, burung-burung, atau bahkan kehidupan air di sekitar sini," katanya. Dia mulai menunjukkan beberapa contoh ukiran kecil yang bisa dijadikan inspirasi.
Seiring dengan rencana pembangunan saung, Radjar dan Camlo semakin sering bertemu. Setiap pertemuan menjadi kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain lagi, meskipun mereka sudah berpisah selama bertahun-tahun. Camlo merasa nyaman setiap kali bersama Radjar; ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya tenang dan merasa diterima, seolah Radjar bisa memahami kesedihan yang disimpan Camlo tanpa harus diungkapkan dengan kata-kata.
Suatu malam, setelah Hendrik tertidur, Camlo duduk di teras rumah, memandangi langit malam yang penuh bintang. Suara langkah kaki yang familiar mendekat, dan ketika Camlo menoleh, dia melihat Radjar datang menghampiri. "Kau belum tidur?" tanya Radjar sambil tersenyum kecil, mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Masih terlalu banyak yang kupikirkan," jawab Camlo jujur. "Rasanya aneh, pulang ke sini, bertemu lagi denganmu... seperti ada sesuatu yang selama ini hilang, dan kini sedikit demi sedikit kembali."
Radjar mengangguk pelan, memahami apa yang dimaksud Camlo. "Aku juga merasa begitu. Mungkin takdir memang mempertemukan kita lagi, Camlo. Aku senang bisa melihatmu lagi, dan mengenal Hendrik yang ceria itu," katanya dengan nada lembut, matanya menatap langit sejenak sebelum kembali memandang Camlo.
Keduanya terdiam sejenak, menikmati keheningan malam yang damai. Camlo merasa bahwa, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada harapan untuk memulai hidup yang baru, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk Hendrik. Kehadiran Radjar membantunya melihat masa depan dengan lebih cerah, meskipun belum sepenuhnya lepas dari bayangan masa lalu.
"Radjar," Camlo akhirnya berbicara, memecah keheningan, "terima kasih karena telah ada di sini. Aku tahu hidup kita sudah berubah, tapi aku benar-benar merasa beruntung bisa bertemu denganmu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
1889 : War and Love (Ongoing)
Fiksi SejarahSeorang perwira muda Hindia-Belanda memiliki sifat "Meremehkan" kepada kaum pribumi dan rasa tegas yang tinggi. kemudian suatu hari datang seorang pemuda pribumi sebagai pekerja buruh dan kebun, dia memiliki perawakan yang halus dari segi fisik dan...