Sudah cukup lama Sesil bersembunyi di sudut kelas, demi menghindari Hery yang sudah gila.Pemuda itu benar-benar menginginkannya sekarang.
Sesil mengacak rambutnya pelan. Dia merasa sepertinya ini karma karena dulu sering meledek Wilona yang jadi incaran Jaglion.
Dia sedang merasakannya sekarang.
Suara langkah kaki membuat Sesil buru-buru merapatkan tubuhnya ke tembok. Untung saja ada lemari di dalam kelas yang berfungsi sebagai penyimpanan barang-barang milik murid.
"Sil?"
Suara itu membuat Sesil lega. Rupanya Wilona dan Celine yang sudah berganti pakaian mengenakan kaos olahraga.
"Duh ... bisa gila gue lama-lama," kesal Sesil sambil menepuk bahunya yang terdapat beberapa debu di sana.
"Emang penolakan lo kemarin nggak mempan?" Tanya Celine sambil menaruh dompetnya di dalam tas.
"Lo kayak nggak kenal Kak Hery aja," kekeh Wilona, membuat Sesil mendengus pelan.
"Ngaku lo! Pasti lo ngutuk gue kan, waktu gue sering ngeledekin lo?" Tuduhnya pada Wilona.
Celine tertawa pelan, kemudian menggandeng Wilona. "Sebenarnya gue yang ngutuk lo," katanya sambil kembali tertawa.
Sesil berdecak berkali-kali, kemudian mengambil baju olahraga dalam tasnya.
"Jagain. Gue ganti bentar," pinta Sesil yang dituruti dua temannya itu.
🏮🏮🏮
Mereka sedikit berlari menuju lapangan karena peluit guru olahraga sudah berbunyi cukup sering.
Biasanya guru olahraga adalah tipikal guru yang santai dan mudah bergaul dengan para murid.
Berbeda dari guru mereka saat ini. Pak Budi yang sangar dan terlihat seram sama sekali tidak pantas jadi guru olahraga.
Kenapa Pak Budi tidak jadi guru BK saja, ya?
"Pemanasan dulu sebentar," ajak Pak Budi sambil mulai memeragakan gerakan pemanasan yang mudah.
"Harusnya hari ini penilaian lari jarak jauh, ya? Tapi bapak sibuk. Nanti para hawa main basket, para adam main voli."
"Lah, pak???"
Suara protes itu keluar dari semua murid.
"Apa nggak salah, pak?" Protes Ira yang tidak suka basket karena dia pendek.
"Minggu depan kaum hawa akan saya adakan pertandingan basket. Jadi kalian catat, kelas apa yang hari olahraganya bareng sama kalian," kata Pak Budi tanpa senyuman.
Semua orang mendengus pasrah, terkecuali Wilona. Dia tampak semangat saat mendengar pertandingan basket.
Dia suka nontonnya, bukan mainnya.
Sesuai instruksi guru, para siswa mulai bermain voli, tapi dengan cara ditendang.
Entah ada masalah apa para kaum adam itu. Padahal sudah berkali-kali diperingati agar tidak menendang bola voli.
Di sekolah kalian seperti itu juga, nggak?
Sepanjang permainan basket ala-ala siswi pemalas, Wilona hanya bertepuk tangan, tapi tidak bisa menerima umpan bola yang dilempar Celine, membuat temannya itu kesal sendiri.
"Lo tau nerima umpan, nggak?" Dengus gadis itu yang saat ini berkacak pinggang di depan Wilona.
"Gue takut kena muka, Cel."
Ira dan Sesil juga ikut mendekat. "Lo tinggi, Na. Minggu depan lo yang main," kata Ira, membuat Wilona langsung melambai tidak mau.
"Gue beneran takut kena bola basket," balas Wilona.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...