Kurang satu jam lagi pekerjaan Ellea akan selesai. Ya, karena satu jam lagi adalah jam 11 malam dimana cafe tempat Ellea bekerja akan tutup.
Setelah mengungkapkan perasaan bodohnya waktu itu pada Jonathan, beberapa hari setelahnya Ellea memutuskan untuk bekerja paruh waktu. Dari pada meratapi kesedihannya di rumah, pikirnya.
Ah, ternyata sangat melelahkan bekerja seperti ini. Pikir Ellea. Setelah pulang dari kampus sore tadi, Ellea langsung ke cafe untuk bekerja.
Apalagi tadi cafe begitu ramai pengunjung. Senang, tentu saja senang. Tapi jika terlalu ramai Ellea jadi tidak sempat beristirahat. Tujuan Ellea bekerja kan untuk menyibukkan diri, bukan melelahkan diri.
Untung saja saat ini cafe mulai sepi. Ya, tidak terlalu sepi juga tapi setidaknya Ellea bisa bernafas sedikit tenang jika seperti ini.
Ellea sedari tadi melihat jam dinding yang terpasang di area dapur cafe. Mengapa pergerakan jam itu lambat sekali, pikirnya. Ia ingin pulang dan tidur. Hari ini rasanya begitu melelahkan. Apalagi setelah tanpa Jonathan.
Apa?
Jonathan? Ah, pikiran Ellea kembali ngelantur.
Saat tengah menikmati waktu senggangnya, Ellea dipanggil untuk kembali mengantar pesanan.
Sudah malam begini masih ada yang datang ke cafe, apa orang orang itu tidak butuh istirahat.
Meski sedikit malas, Ellea bangkit dan mengambil pesanan untuk diantar. Senyum ramah tidak pernah lepas dari bibirnya.
"Meja no. 75 ya." Kata seorang karyawan yang bertugas membuat menu. Ellea mengangguk.
Ellea berjalan dengan santai seperti biasa. Namun entah angin dari mana, kini tubuh Ellea seakan membeku. Jalannya kian melambat kala melihat siapa si pemesan minuman yang tengah ia bawa.
Ia kembali memastikan bahwa meja yang ia tuju tidak salah.
Semoga saja ini hanya halusinasi Ellea.
Tidak mungkin kan dia disini?Tapi...
Ini nyata Ellea! Batin Ellea berteriak.
Tinggal beberapa langkah lagi Ellea akan sampai di meja nomor 75. Ellea bahkan sudah bisa mencium dengan jelas aroma parfum mahal yang sudah sangat ia kenal.
"Silahkan, sir." Ellea meletakkan kopi yang tadi di bawanya. Berusaha untuk tidak gugup, apalagi tergoda dengan penampilan Jonathan yang tidak serapi biasanya. Tapi sialnya malah terlihat semakin sexy.
"Terimakasih."
Bhuss...
Suara itu mengalun indah pada indra pendengaran Ellea. Membuat suasana yang menurut Ellea dingin kian mendingin.
Ellea membungkuk dan berbalik ke tempat karyawan. Ingin sekali rasanya Ellea berbalik kembali guna menatap wajah kusut itu. Tidak tidak, Ellea kau harus tetap terlihat cool.
Mengapa rasanya berbeda saat dulu ia bersama Jonathan. Dulu rasanya biasa saja, tapi mengapa sekarang rasanya 'sedikit' mendebarkan?
"Kau kenapa Ellea? Kau terlihat gugup?" Tanya salah satu teman karyawan Ellea begitu Ellea sampai di area dapur.
"Ah tidak." Ellea tersenyum canggung. Tidak mungkin kan Ellea mengatakan jika ia berdebar saat bertemu Jonathan.
"Sepertinya mr. Alexio lagi ada masalah." Teman karyawan Ellea berceloteh sembari menatap Jonathan dari celah pintu dapur.
Ellea mengikuti arah pandang temannya dan mengangguk. "Hm, sepertinya."
Kurang lebih dua puluh menit Jonathan menghabiskan kopinya, ia keluar cafe setelah membayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound
Short StoryDia satu satunya orang yang ada untukku disaat semua orang menghindar. Dia memberiku kenyamanan, dia membuatku merasa dibutuhkan. Kepeduliannya membuatku terbuai, namun sebenarnya diantara kita tidak boleh ada kata cinta. -Ellea Margareth Melihatny...