Lembar Pertama

702 60 2
                                    

Jiro mengangkat tinggi-tinggi tangannya, mengeliat sejenak sementara matanya menatap jendela seberang. Laki-laki itu mendengus luar biasa kesal. Sudah pukul satu dini hari namun tetangganya yang super rajin itu belum juga selesai belajar.

"Orang gila! Jam segini harusnya tidur bukannya belajar." Jiro mengerutu sebal. Mengutuk tetangganya itu dengan berbagai umpatan. Katakan dia anak yang tidak sopan, tapi ayolah, siapa yang mau memforsir diri sendiri demi menjadi sosok yang orang tuanya inginkan. Iya benar, Jiro lah orangnya.

Semua ini bermula ketika Jiro gagal mendapatkan nilai tinggi dalam ujian matematika yang membuat lelaki itu disalahkan mama karena lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain daripada belajar. Lalu begitu saja seperti kebanyakan ibu yang selalu menjadikan anak orang lain sebagai contoh dengan alasan ingin membuat anaknya semangat dalam meraih hal terbaik. Mama juga begitu padanya. Menyuruhnya untuk menjadikan tetangganya itu sebagi kiblat kesuksesan.

Tapi sayang contoh yang diberikan mama bukanlah sosok yang gampang Jiro jadikan panutan. Orang itu seperti psikopat belajar, maniak, dan gila. Lihat saja sekarang, dia harus mati-matian menahan kantuk demi menuruti jam belajar tetangganya.

"Nggak bisa!" Dia hampir berteriak sangking frustasinya. Tapi siapa yang peduli? Mau mengeluh bagaimana pun, Jiro tetap akan distir mama untuk jadi seperti Thomas, tetangga gilanya itu.

Persetan belajar, Jiro ingin tidur. Dia tidak sanggup lagi membuka mata dan mengabseni tiap kata dan angka di hadapannya itu. Jiro menyerah, meninggalkan meja belajar dengan langkah lunglai, hampir terjatuh kalau saja refleksnya tidak gesit lalu berakhir terbaring asal-asalan di atas tempat tidur dan dalam hitungan detik lelapnya sudah menguasai. Selamat pagi alam mimpi.

***

"Jelek banget mata pandanya haha..."

Sepagi ini dia sudah mendapat ledekan dari Teetee. Lihatlah betapa nyaringnya anak itu menertawakan Jiro sambil memegang perutnya yang hampir kram.

Jiro merengut, menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan diatas meja. Dia tidak ingin jadi bahan tertawa gratis Teetee.

"Kenapa sampai kayak gini?"

"Nggak usah tanya-tanya!"

Teetee masih saja menertawakannya membuat beberapa teman kelas lain yang baru masuk jadi penasaran. Lalu tanpa mengasihani keadaan Jiro laki-laki sipit itu mengungkap betapa jeleknya mata panda Jiro hari ini. Jiro bersumpah ingin menghajar wajah Thomas sebab laki-laki itu lah penyebab utama yang membuat kantung matanya sehitam ini. Sialan.

Jam pertama dimulai, Jiro benar-benar ekstra menahan kantuk yang terus-terusan datang. Diam-diam menguap lebar sambil menunduk, berharap guru di depan tidak menyadari kelakuan nakalnya. Dia sebisa mungkin bersembunyi dibalik punggung teman kelas yang ada di depannya.

Namun sayang, Jiro harus berakhir menjadi orang paling kasihan hari ini. Pada detik-detik jam pelajaran berakhir, dia dipergoki sedang menguap lebar sambil mengeliat dan mengeluarkan sedikit suara tanpa ia sadari. Membuat tidak hanya Teetee yang ada disampingnya tapi semua siswa dan guru yang ada di depan pun menoleh ke arahnya.

Matilah Jiro saat mata nyalang itu menyorotnya dengan air muka yang menakutkan. Hari ini, Jiro akan berakhir jadi mayat hidup yang di introgasi habis-habisan.

"Kalau ngantuk, pergi ke toilet aja cuci muka." Begitu ucapan guru didepan, meski tidak ada sesi introgasi mematikan tapi beliau sudah berhasil mengulitinya dengan tatapan mematikan. Lalu bel istirahat berbunyi, membuat Jiro bernapas lega dan Teetee langsung menariknya untuk segera beranjak dari kelas, waktunya mengisi perut sampai penuh di kantin.

Room MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang