Lembar Ketujuh

513 44 13
                                    

Benar. Thomas pulang tepat pukul 10 malam dan Jiro baru saja beranjak dari sofa ruang tengah, matanya sudah mengantuk. Sehabis mematikan TV laki-laki itu berbalik menuju kamarnya, tapi terhenti ketika pintu terbuka, Thomas baru sampai dengan tampilan yang acak-acakan, jaketnya sudah terbuka sepenuhnya, bagian baju depannya kusut dan yang paling parah ada segores luka membentang di lengan atasnya.

Jiro mendekat secara otomatis setelah menemukan luka itu. Menghampiri Thomas dengan kerutan kening yang dalam. Dia terkejut dan sedikit khawatir. Memegangi bagian lengan Thomas yang terluka lalu memandang laki-laki itu dengan tanya di wajahnya yang bisa Thomas baca. Senyum kecil tercipta, membuat Jiro kian bingung dengan respon Thomas tadi.

"Nggak apa-apa." Thomas tahu apa yang mau Jiro tanyakan padanya, sebelum laki-laki itu berucap Thomas sudah menjawab lebih dulu dan melewatinya begitu saja ke arah ruang tengah. Dia duduk di sana setelah mengambil kotak P3K yang terletak di laci dekat TV, berniat mengobati lukanya sendiri alih-alih minta tolong pada orang lain.

Jiro ikut duduk di sampingnya, mengambil alih kotak P3K itu dari tangan Thomas. "Aku bantu."

Thomas menyerngit, namun dia tetap membiarkan Jiro sibuk dengan praktik pengobatannya. Membiarkan Jiro merawat lukanya, membiarkan Jiro memperhatikannya.

Thomas tersipu dalam hati.

"Abis ngapain sampai bisa luka kayak gini?" Jiro bertanya setelah selesai membersihkan lalu membungkus luka itu dengan obat merah dan kain kasa.

"Nolongin kucing nyangkut di pohon mangga."

"Sampai luka kayak gini?"

Thomas mengangguk. "Jatuh pas turun."

Jiro menganga sebentar sebelum menggeleng maklum. Laki-laki sebesar Thomas bagaiaman bisa jatuh dari pohon setelah menolong kucing? Tapi musibah tidak ada yang tahu, bisa saja habis ini malah Jiro yang kena.

"Kamu udah makan?" Thomas masih sempat bertanya selagi Jiro membereskan obat-obatan yang tak perlu ia keluarkan dari kotak kecil itu.

Menatap Thomas sebentar lalu menggeleng. "Belum, kamu lapar?"

Thomas mengangguk. Jiro berpikir sejenak lalu berkata. "Aku mau bikin mie, kamu mau?"

Dan setelah dapat anggukan dari Thomas sebagai jawaban, Jiro langsung melipir ke dapur. Meninggalkan Thomas dan kotak P3K yang terlantar di atas sofa bekasnya duduk.

Butuh beberapa menit untuk Jiro menyelesaikan masaknya. Mengangkat satu per satu mangkuk berisi mie kuah yang ia buat sederhana. Thomas tersenyum ketika Jiro meletakkan mangkuknya di hadapan Thomas. Hanya mie instan kuah dengan sebutir telur setengah matang dan beberapa potongan sosis diatasnya. Cukup mengugah selera karena sebenarnya Thomas belum makan sejak siang tadi, dia hanya mengisi perut dengan sepotong roti yang ia buat singkat sebelum bergulat lagi dengan tugasnya.

"Tugasnya udah selesai?" Thomas bertanya selagi mereka menikmati makan malam sederhana itu. Jiro menelan makanannya sebelum menyahuti dengan anggukan.

"Sisa ngerapiin dikit aja. Kamu, udah selesai ngodingnya?"

"Udah dari kemarin."

Jiro mengangguk lagi, lanjut melahap mienya yang masih mengepul. Thomas kadang harus mati-matian menyembunyikan rasa gelinya sebab ketika orang di depan yang tidak sabar selalu melahap makanannya tanpa ditiup lebih dulu dan berakibat dia yang kepanasan.

"Pelan-pelan aja." Thomas menegur sambil menyodorkan segelas air saat Jiro tersedak. Laki-laki itu menyambutnya buru-buru sebab rasa sakit di tenggorokan menyiksanya sesaat, baru bisa bernapas lega ketika beberapa teguk air itu melewati tenggorokannya. Ujung mata Jiro berair membuat Thomas refleks mengusapnya dengan salah satu tangan yang menganggur. Sesaat Jiro membeku, tindakan Thomas selama ini kebanyakan terlihat memaksa selebihnya hanya ia abaikan karena Thomas selalu menjadi manusia paling menyebalkan yang ia temui setiap hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Room MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang