04|Agreement

45 23 2
                                    

Malam tiba di kota Luna. Gemintang berkilauan tampak indah menghiasi langit malam bersama dengan bulan purnama.

Tampak seorang wanita tengah duduk menikmati udara malam di salah satu kursi taman belakang istana, tepatnya di bawah rembulan yang bersinar itu.

Rambutnya yang indah menjadi sedikit berantakan tatkala angin berhembus meniup rambut panjang tersebut.

Mata biru tersebut memejam erat, berusaha menenangkan pikirannya. Mata tersebut kembali terbuka, perlahan satu tetes air mata berhasil turun membasahi pipinya.

"Karina?" Suara berat milik Ethan membuat Karina mengusap air matanya.

"Mengapa kau disini?"

Tak ada jawaban, wanita dengan gaun bewarna biru itu hanya diam seraya mengusap air matanya. Ia memejamkan matanya dan menggeleng perlahan.

Ethan menggeser duduknya lebih dekat dengan Karina, ia menarik Karina dalam dekapannya, membiarkan sang istri menumpahkan semua emosinya.

"Apakah kau memikirkan perihal tadi?"

"Tolong lupakan hal itu, kau tidak perlu memikirkan nya" ucap Ethan meyakinkan, sementara Karina hanya diam dalam dekapannya.

Manik mereka saling bertemu tatkala Karina mendongakkan kepalanya dan menggeleng perlahan.

"Kau tidak perlu khawatir. Kita akan bicarakan ini dengan mereka, sekarang kau beristirahat lah." Titah Ethan.

Nabastala telah berganti, sang Surya telah menampakkan diri menggantikan malam yang sunyi. Aktivitas kembali dilakukan oleh semua orang termasuk di istana.

Para putri dan pangeran telah melakukan pembelajaran di sekolah khusus bangsawan, termasuk Sean dan Sera.

Sekolah khusus bangsawan dibedakan dengan sekolah rakyat, perbedaannya terletak pada biaya dan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa.

Suara nyaring dari benda tajam yang dimainkan oleh siswa tingkat tiga menyeruak memenuhi lapangan, kini mereka sedang melakukan pembelajaran tentang pedang.

"Praktik yang sangat baik," ucap seorang pria bertubuh gagah yang sedang mengasah pedang sembari mengawasi para siswa.

Namanya Michael, ia adalah ahli pedang dan sedang mengajar di Savera Academic.

"Pelajaran pedang telah selesai, kalian boleh kembali kecuali pangeran Sean. Tetap disini, ada hal yang ingin aku bicarakan," Sean mengernyitkan dahinya, lalu ia mengangguk.

Michael mengajak Sean menepi dari lapangan, tak ada siapapun selain mereka berdua disana.

"Apakah kau baik-baik saja?" Sean menatap manik Michael dengan tatapan bingung,

"Aku dengar kau dan Sera diserang di hutan Asra, apa yang terjadi?" Kali ini Michael menatap dalam manik biru Sean, sementara yang ditatap hanya meneguk salivanya.

"Bukan apa-apa, aku juga tidak mengerti mengapa kami diserang," Sean menunduk dalam, pikirannya tertuju pada lambang kerajaan pada pisau milik sang ayah.

Ia merogoh pakaiannya, mengambil sebuah pisau dari balik pakaiannya. Michael memincingkan matanya tatkala pisau tersebut diserahkan padanya.

"Kau mengetahui lambang ini?" Sejenak Michael menatap teliti lambang tersebut, tak lama ia mengangguk.

"Lalu?"

"Entah ini benar atau tidak, lambang pada jubah yang dipakai saat penyerangan di Asra, sama seperti dengan lambang ini-" ia menjeda kalimatnya.

BLOOD TIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang