5. Siksaan

3 0 0
                                    

Hawa panas dan mencengkram terasa begitu menyengat ketika Harin menyantap sarapannya berhadapan dengan Tiffany. Hanya berdua, sepertinya Harin akan ditelan hidup-hidup hanya dengan melihat tatapan sinis yang melayang dari manik mertuanya. Harin menyesal memberi izin pada Jevan untuk tidak pulang semalam dengan alasan pria itu memiliki pekerjaan yang menumpuk.

"Hari ini aku meliburkan semua maid jadi kau harus membersihkan semuanya."

"Semuanya? rumah ini besar."

"Kau orang miskin kan? Jadi melakukan hal ini sudah terbiasa." Mendengar tudingan itu Harin langsung beranjak untuk mulai membersihkan seluruh penjuru rumah. Membawa sapu untuk mengitari lantai mahal milik keluarga Lee itu. Setelah menyapu semuanya, Harin lanjut untuk mengepel lantai.

Harin mengusap pelipisnya yang sudah dibanjiri keringat yang mengucur. Pekerjaannya masih banyak, di tengah hari ini Harin baru bisa menyelesaikan sedikit dari semuanya. Yang membuat Harin tidak sabar hanyalah melihat Tiffany yang duduk menggoyangkan kaki sambil senyum mengejek ke arahnya.

Rumah ini tidak kotor menurut Harin bahkan menurut semua orang yang melihatnya juga akan beranggapan sama. Tapi Tiffany selalu menyuruhnya melakukan hal yang tidak perlu dilakukan, seperti saat ini Harin disuruh untuk membersihkan kaca padahal maid setiap hari membersihkannya. Debu saja takut untuk hinggap di rumah terkutuk yang dihuni manusia gila seperti Tiffany.

"Hariiiin!" mendengar itu Harin menarik napasnya panjang, melepas semua alat pembersih yang ia pegang untuk menghampiri Tiffany yang duduk di sofa.

"Minantuku sayang, bawakan aku minum." Harin menurut dengan hati yang berkata-kata kutuk untuk Tiffany. Mulutnya terlalu manis untuk menyebut nama Harin dengan ucapan sayang. Harin kembali dengan gelas berisi air di tangannya, menyodorkan gelas itu untuk segera diteguk nyonya besar.

"Duduk di bawah dan pijat kakiku," lagi, Harin hanya menurut dengan senyum kecut memperhatikan seberapa angkuhnya Tiffany. Tangan kirinya ia gunakan untuk memegang segelas minuman dan tangan kanannya menggenggam ponsel mahalnya. Sedangkan matanya bergulir menatap remeh dengan senyum miring pada orang di bawahnya.

"AUKh. Rasanya kakiku alergi dengan tangan orang miskin, rasanya sakit sekali." Harin menjauhkan tangannya dari betis Tiffany dengan kepala tertunduk. Air matanya jatuh ke dalam, sungguh ia tidak berani menjatuhkan air matanya di depan Tiffany. Serendah itukah dirinya sekarang?

"Lanjutkan pekerjaanmu dan setelah itu sirami bungaku dan baru kau boleh berhenti bekerja."

Jevan menyipitkan matanya demi melihat kejelasan dari penghujung gerbang. Dirinya baru pulang bekerja tapi sudah disuguhkan dengan pandangan yang menyakiti hatinya. Melihat Harin dibentak-bentak dengan makian dari ibunya sendiri adalah pemandangan yang paling buruk yang pernah ia lihat. Harin terlihat dengan tubuh setengah basah memegang penyiram bunga, ntah apa yang membuat Tiffany marah hingga Harinlah yang menjadi bunga saat ini.

Jevan berlari segera menggapai pergelangan tangan istrinya untuk ia tarik hingga Harin berdiri di belakangnya. Tubuh dingin Harin sedikit menghangat ketika bergesekan langsung dengan punggung Jevan yang menyembunyikannya dari Tiffany.

"Mama, ak...."

"Sudah mama bilang kalau mama tidak menginginkan istrimu!"

"Biarkan kami pergi."

"Selangkah kau keluar dari rumah ini kau akan mendengar kabar duka."

"TAP...."

"Jangan meninggikan suaramu padaku!" bentak Tiffany, suara itu membuat Harin sedikit terkejut. Ia merasa sangat bersalah, karena dirinya hadir hubungan harmonis antara Tiffany dan Jevan menjadi renggang. Salahkan Harin jika ia hanya ingin hidup bersama Jevannya? bukankah sekarang Jevan adalah sebuah takdir Tuhan?

"Ak..." Jevan dengan sigap berbalik ketika punggungnya ditabrak oleh kepala Harin, jika terlambat sedikit saja tubuh itu pasti sudah tergeletak di lantai. Dengan sigap Jevan menggendong Harin untuk ia bawa ke rumah sakit. Jevan sangat yakin bahwa istrinya baru saja mendapatkan kekerasan mental dan fisik dari ibunya.

Jevan menatap sendu pada tubuh istrinya yang terbaring lemah di brankar rumah sakit. Dirinya terlalu lemah untuk menjaga istrinya sendiri. Untuk melawan terlalu banyak demi membela Harin Jevan tidak bisa. Tiffany adalah ibunya yang sangat berjasa, Jevan tidak berani bertindak lanjut. Tapi di sisi lain Tiffany sudah keterlaluan dari bentuk apapun dalam memperlakukan istrinya.

Jevan terduduk di sebelah Harin terbaring, menggapai tangan  istrinya untuk ia genggam, sesekali mengecup punggung tangan itu dengan sayang. Wajah cantik itu terlihat sangat damai walau terlihat sangat rapuh. Jevan merapikan surai hitam yang sedikit menghalangi pandangannya untuk ia sisir ke samping.

"Maafkan aku tidak bisa menjagamu."

I Just Need Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang