Matahari berganti dengan bulan, cahaya yang tadinya terang kini berganti menjadi redup karena pergantian matahari dengan bulan. Angin berlalu membuat malam kali ini terasa sedikit lebih dingin, tidak ada rintik hujan seperti malam sebelumnya, hanya ada kicauan burung yang beradu dengan suara jangkrik yang menemani malam hari ini.
Di dalam kamar, dua orang tengah berpelukan untuk menyakitkan rasa hangat, dua orang itu sudah sejak siang berada di dalam kamar, dan dua orang itu adalah Shani dan Chika.
"Adek bangun yuk, kamu tidur udah lama loh, nanti malah ga bisa tidur lagi loh" elusan tangan lembut milik Shani malah membuat Chika semakin terlelap.
"Adek hey bangun, kamu belum makan lagi loh terus juga belum minum obat"
Chika tidak terganggu sedikitpun, ia malah semakin mengeratkan pelukan pada sang cici.
Shani melepaskan pelukan sang adik dengan perlahan lalu mengelus rambut Chika, "dek bangun adek, cici tinggal nih ya" kata Shani membuat Chika merengek.
"Cici jangan tinggalin akuuuuuuuu"
"Bangun dulu makannya dek, udah malem ini loh"
Dengan berat hati Chika membuka kedua matanya, alisnya berkerut karena tiba-tiba rasa pusing muncul di kepalanya.
"Cici pusing"
"Itu karena kamu belum minum obat lagi, cici mau ambil makan dulu buat kamu"
"Ga ga boleh, cici di sini aja" Chika memegang tangan Shani.
"Oke oke, kamu ini ya kalau lagi sakit cicinya ga bisa kemana-mana" gemas Shani mencubit hidung Chika.
Shani menghubungi salah satu adiknya untuk membawakannya makanan ke kamar Chika, sementara Chika ia tengah memeluk Shani dengan posisi setengah duduk.
"Cici"
"Iya adek? Kenapa? Pusingnya parah kah?"
Gelengan kepala dapat Shani rasakan di bahunya dan tak lama Shani merasakan jarinya dimainkan oleh Chika.
"Kenapa adek?"
"Ayah sayang ga ya sama aku?"
Pertanyaan yang sebenarnya sederhana tapi berhasil membuat mata Shani berkaca-kaca setelah pertanyaan itu keluar dari mulut adik kecilnya.
"Sayang, ayah sayang banget sama adek"
"Tapi kenapa ayah pergi sebelum aku liat ayah? Apa ayah marah sama aku?"
"Aku ga tau gimana wajah ayah, aku ga tau gimana rasanya punya ayah" lanjut Chika semakin membuat hati Shani sakit.
"Cici, aku mau kayak aca yang sekolahnya dianter sama ayahnya, bukannya aku ga mau dianter sama cici, tapi aku mau kayak yang lainnya, temen-temen aku selalu cerita tentang ayah mereka, mereka cerita katanya ayah mereka selalu ajak mereka jalan-jalan atau main ke wahana gitu, aku juga mau cici"
"Adek, yang perlu adek tau, ayah sayang banget sama adek, ayah selalu ngeutamain adek. waktu adek di dalam perut ibu, adek sering minta sesuatu dan ayah selalu nurutin apapun yang adek mau" Jelas Shani mengusap air mata Chika.
"Sekarang aku mau dipeluk ayah, tapi ayah ga nurutin tuh, ayah ga pulang, aku nakal ya ci? Makannya ayah marah terus pergi"
Sudah hancur pertahanan Shani, Shani menangis memeluk erat tubuh hangat adiknya itu, hati Shani sakit bagai dihantam batu kala mendengar keinginan Chika.
"Adek maafin cici" tutur Shani membuat Chika mengusap air mata Shani.
"Cici ga salah kenapa minta maaf?"