Dekapénte

1.7K 286 16
                                    

Hari sudah berganti menjadi malam, suara jangkrik saling bersahut-sahutan dengan suara beberapa kendaraan yang melintas, angin malam terasa dingin mencekam hingga menusuk tulang. Di dalam sebuah kamar, gadis yang menyandang gelar bungsu sedang duduk di atas kasur sementara itu ada cici pertamanya yang duduk tepat di hadapannya.

"Adek, kenapa adek tadi bilang kayak gitu? Cici ga pernah ajarin adek kayak gitu loh"

"Kenapa aku ga boleh ngomong kasar cici?"

"Ya karena lu masih kecil, ga boleh berkata kasar gitu" Kata Jinan datang sambil bersidekap dada.

"Tau huh, ngikutin siapa sih met?"

"Ikutin cici lah sama kak Jinan, kalian sering ngomong kasar kalau ga ada ci Shani"

Shani memutar kepalanya, ia lihat kedua adiknya kini sedang menunduk bahkan mereka saling menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Seperkian detik selanjutnya, Shani memijat keningnya yang tiba-tiba saja terasa pusing.

"Adek, jangan ngomong kasar kayak gitu ya? Cici nggak pernah ajarin kamu kayak gitu, itu nggak baik oke?"

Chika mengangguk, ia menarik tangan Shani, "cici aku ngantuk, mau bobo" Katanya membuat Shani gemas bukan main.

"Sini sini"

"Dih dasar bayik gede" Komentar Jinan lalu melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam kamar, namun baru saja melangkah tiba-tiba, "JINAN BANGSAT KAKI GUA LU INJEK SETAN!" Teriak Gracia begitu kencang kala kakinya terpijak oleh sang kakak.

"Bangsat!" Chika mengulangi satu kata yang berhasil membuat Shani menatap tajam kedua manusia aneh tersebut.

"Jinan Gracia kalian pergi sekarang juga!"

Dengan langkah seribu bayangan Jinan dan Gracia langsung lari meninggalkan monster cantik yang sebentar lagi akan mengeluarkan ulti.

"Chika"

"Cici dira maaf cici, cici maafin aku" Kata Chika panik karena Shani sudah memanggil dirinya dengan sebutan nama.

"Kamu tidur sendiri Chika, cici ga suka sama anak yang ga bisa dengerin omongan cici"

Shani bangkit dari duduknya namun kembali duduk karena Chika menarik tangannya, tidak lupa dengan rengekan kecil agar cicinya itu tidak marah lagi.

"Cici maaf cici, aku ga gitu lagi ci dira, jangan tinggalin aku sendiri, cici aku mau sama cici, aku ga mau ditinggal"

Shani tidak berbicara, ia hanya diam melihat adiknya itu menangis, dalam hati Shani sedikit khawatir bahwa adiknya yang kecil dan begitu manja ini akan berubah seiring berjalannya waktu, tidak pernah ada dalam bayangan Shani jika suatu saat nanti adik kecilnya itu berubah menjadi adik yang sulit di atur.

"Ci dira"

"Hm?"

"Maafin adek, adek ga akan gitu lagi"

"Promise?"

"Yes, promise!"

Chika mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Shani, setelahnya Chika menubruk tubuh Shani lalu ia peluk begitu erat.

"I love you!"

"Love you more more adek"

Hening, tidak ada yang terdengar selain suara detik jam, Chika tengah menikmati elusan di kepalanya, sedangkan Shani terus menatap wajah adiknya itu yang masih belum terpejam.

"Kak Gita bakalan tinggal bareng kita"

Chika mendongak melihat Shani, "serius? Kak Gita satu rumah lagi sama kita?" Tanyanya memastikan.

Semua Aku DirayakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang