Októ

2.3K 356 24
                                    

Detik demi detik, menit demi menit hingga akhirnya jam demi jam sudah terlewati. Suara langkah kaki terdengar di rumah sederhana yang tidak terlalu luas, dan di dalam kamar, seorang gadis masih memejamkan matanya dengan posisi tengkurap.

"Ci aku bersih-bersih dulu ya"

"Iya gre, cici mau ke kamar adek dulu"

Suara langkah kaki panjang itu semakin terdengar, dengan perlahan pintu terbuka menampilkan sosok wanita cantik berpakaian kemeja lengkap dengan kacamat yang bertengger manis di hidung mancungnya.

"Ya ampun, adek ko tidur di lantai" Ujar Shani sambil berjalan ke arah Chika.

"Ad- ADEK?! KAMU KENAPA! GRACIA GRACIA"

Teriakan Shani begitu mengeleggar seantero rumah, suara ribut mulai terdengar.

"Apa ci? Ada apa?"

"Jinan, adek nan adek" Lirih Shani menepuk pipi Chika.

"Ci ada ap-"

Gracia tidak lagi bisa untuk melanjutkan ucapannya, ia langsung berlari ke arah Chika dan Shani. Gracia melihat adiknya yang menutup kedua matanya dan seragam yang terdapat bercak darah, dengan cepat Gracia menggendong tubuh Chika dan meletakkannya di kasur.

"Chika Chika bangun Chika" Kata Jinan yang ikut menepuk pipi Chika.

"Kak coba pake minyak angin" Ujar Gita yang memang baru saja tiba setelah mendengar keributan.

"Badan adek dingin banget" Shani mulai menangis, tangannya yang gemetar memegang tangan Chika.

"Ini pasti karena ibu!" Kata Jinan yang mulai emosi lalu beranjak ingin ke kamar sang ibu.

"Jinan mau ke mana kamu?"

Jinan melirik ke arah Shani, "mau samperin ibu, pasti dia yang bikin Chika kayak gini, ini semua karena ibu"

"Jinan jangan macem-macem, dia itu ibu kamu!"

"Sesekali tuh ibu harus dikasih paham ci"

"JINAN!" Shani bangkit menahan tangan Jinan.

"APA?!"

"KAMU YANG APA? DIA IBU KAMU NAN DI-"

"IBU MACAM APA YANG LUKAIN ANAKNYA SENDIRI?! IBU MACAM APA YANG LUPA SAMA ANAKNYA SENDIRI!"

"Jaga ucapan kamu nan" Lirih Shani menujuk wajah Jinan.

"ITU FAKTA CI!" Teriak Jinan kembali membuat Shani tersulut emosi.

"KAMU MAU LAKUIN APAPUN GA AKAN NGERUBAH APAPUN NAN!"

"Setidaknya aku bisa ngilangin rasa sakit hati aku liat Chika terluka kaya gini!" Kata Jinan dengan mata memerah.

"KAMU PIKIR CUMA KAMU YANG SAKIT HATI? KAMU PIKIR CUMA KAMU YANG CAPE? CICI JUGA NAN, CICI DAN ADIK-ADIK YANG LAIN JUGA RASAIN APA YANG KAMU RASAIN, CHIKA BAKALAN MARAH KALAU SAMPE TAU KAMU BERBUAT MACEM-MACEM SAMA IBU" Teriak Shani hingga tak sadar bahwa air matanya semakin deras mengalir di kedua pipinya.

"Cici juga sakit cici sedih dan kecewa karena ga bisa jagain Chika, terlalu banyak luka yang Chika terima sejak dia lahir, cici gagal jadi kakak buat kalian"

Sementara itu Gracia dan Gita terus berusaha membuat Chika sadar, mereka tidak ikut berdebat karena memang itu urusan cici dan kakaknya.

"ARGHHHHHH" Erang Jinan hingga membuat Chika tersadar.

"Ci Shani" Panggil Chika dengan suara pelannya.

Gita yang kebetulan dekat dengan air pun langsung memberi Chika minum, "minum dulu" ucapnya pelan.

Semua Aku DirayakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang