Téssera

2.2K 361 14
                                    

Di sebuah kamar yang tidak terlalu besar, seorang gadis terus menggedor pintu kamarnya, isak tangis terus menemaninya, sudah hampir 15 menit lamanya ia menangis hingga akhirnya ia memutuskan meluruhkan tubuhnya ke lantai yang dingin. Chika, gadis itu tidak memikirkan luka yang ada ditubuhnya, ia hanya memikirkan ibunya.

"Cici buka pintunya" Lirih Chika untuk kesekian kalinya, harap-harap pintu kamarnya dibuka.

"Dek, adek?"

Chika bangkit, ia mencoba membuka knop pintu yang ternyata masih dikunci, "cici buka ci" Katanya Chika sambil terus berusaha membuka pintu.

"Iya adeknya jangan di belakang pintu, cici buka pintunya ya"

Chika mundur beberapa langkah dan tak lama pintu terbuka, dengan cepat Chika berusaha untuk keluar dari kamar, namun ternyata Shani lebih cepat membaca pergerakan Chika, Shani kembali mengkunci pintu kamar dan mengantongi kunci kamar tersebut.

"Cici aku mau liat ibu ci"

Shani menarik tubuh Chika, ia dekap sang adik yang berpenampilan berantakan tersebut, "ibu gapapa, kamu di sini dulu ya sama cici" Ujarnya sambil mengelus punggung Chika.

Isak tangis kembali terdengar, kali ini Chika tidak menangis sendiri, tapi kali ini Chika menangis ditemani oleh Shani yang menangis dalam diam.

"Kamu luka ga dek? Sini biar cici liat"

Chika menggeleng, ia menyembunyikan wajahnya di leher Shani.

"Ganti baju dulu yuk"

Shani menyiapkan pakaian ganti untuk Chika, setelahnya Shani mengambil makan untuk dirinya dan Chika. Sementara itu Chika yang baru selesai mengganti pakaian sesekali meringis.

"Aw sakit banget punggungnya" Batin Chika yang baru sadar bahwa punggungnya terluka akibat kejadian di sekolah dan kejadian tadi bersama sang ibu.

"Adek, udah selesai?"

"Udah cici"

Shani tersenyum, ia duduk di ujung kasur sang adik, melihat Chika yang ternyata tengah melihatnya juga.

"Makan dulu dek"

"Ci gre mana? Belum pulang?"

Tidak ada jawaban, Shani menyuapi Chika dan sesekali menyuapi dirinya sendiri, ketika Chika ingin kembali bertanya, Shani terus menyuapinya sehingga mau tau mau Chika tidak jadi bertanya, dan itu terus terjadi hingga nasi mereka berdua habis tak tersisa.

"Cici aku mau nanya tapi cici suapin aku mulu!" Kesal Chika yang malah terlihat mengemaskan.

"Kalau lagi makan tuh ga boleh ngomong adek, nanti keselek loh" Kata Shani setelah meletakkan piring di meja belajar Chika.

Chika gadis itu sesekali menguap tanda bahwa dirinya mengantuk, Shani yang memang paham langsung meletakkan kepala Chika di bahunya, awalnya ingin langsung mengambil posisi tidur, tetapi Shani ingat mereka baru selesai makan.

"Ci gre mana?"

"Kuliah dek" Jawabnya sambil mengelus pipi Chika.

Tidak ada pertanyaan lagi, Shani membiarkannya hingga beberapa menit, Shani menunggu adiknya hingga benar-benar lelap. Setelahnya, dengan perlahan Shani mencoba menidurkan tubuh Chika.

"Selamat tidur, maaf dek" Bisik Shani hendak pergi, namun Chika malah memeluknya.

Sementara itu di sebuah cafe yang terlihat cukup ramai oleh pengunjung, Gracia sedang sibuk mengantarkan pesanan untuk orang-orang.

"Gre, udah waktunya lu pulang" Kata seorang perempuan dengan suara seraknya.

Gracia melirik sejenak, dan tak lama mengangguk, "iya bentar sis" Jawabnya.

Semua Aku DirayakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang