- Laura -

22 2 0
                                    

Laura Shafeeya. Temen kuliah yang udah kaya belasan tahun temenan karena saking deketnya. Lucu sih kalau nginget-nginget jaman kuliah waktu ketemu dia.

Jadi ceritanya waktu kita masih mahasiswa baru ada acara semacam perkenalan kampus gitu. Hari pertama acara aku telat dateng. Semua mahasiswa udah pada ngumpul di lapangan. Semuanya lagi pada duduk di tengah lapangan lagi dengerin panitia ngomong. Aku mau masuk ke dalam barisan tapi takut di tegur. Terus tiba-tiba ada yang bisik-bisik di belakangku.

"Eh, bareng ya kesananya. Gue ngeri dah" bisiknya. Aku yang gak expect bakal ada orang di belakang teriak karena kaget.

"Astagfirullah!" teriakku yang berhasil mengundang perhatian orang-orang di tengah lapangan.

"Heh kalian! Telat ya?! sini bediri di depan!" kata salah satu senior. Berkat bisikan dia kita akhirnya di hukum buat bediri di depan sambil nyilangin tangan ke kuping.

"Kenapa si lo musti tereak?" bisiknya.

"Ya menurut lo? ya gue kaget lah. Tiba-tiba ada yang bisik-bisik di belakang gue" jawabku berbisik juga.

Mulai dari situ pertemananku sama Laura terjalin. Hanin sama Laura itu sangat bertolak belakang, mulai dari kepribadian, sampe ekonomi sosial kita juga bertolak belakang. Laura sejak SMA udah berkarya lewat majalah. Iya, dia model majalah. Emang cantik anaknya. Dia juga terlahir dari keluarga yang sangat berada. Tapi, Ibunya sudah meninggal sejak dia SMP. Aku banyak banget coba hal baru kalo lagi sama Laura. Pokonya keliatan lah siapa yang kampung siapa yang high-class haha. Mulai dari makanan aja hampir semua makanan pernah dia coba dari yang biasa aja sampe yang mahal.

Pernah di traktir makan sama dia di restaurant mahal gitu pas dia ulang tahun. Dan disitu banyak yang kaya ikan mentah, sushi dan lain sebagainya. Yang bukan tipe makananku banget lah. Tapi jujur, ada rasa pengen coba. Dan akhirnya aku mencoba makan punya dia. Fyi, aku pesen yang mateng-mateng dan gak aneh. Kucicip lah sushi dia yang di atasnya ada salmon mentah? aku lupa. Intinya Raw fish. Surprisingly!

Aku muntah, hahaha. Sangat tidak sesuai dengan selera makan seorang Hanindita. Dan kalian tau? besoknya aku langsung mencret-mencret anjir. Emang organ tubuh ini tuh juga gak bisa menerima raw food gitu kali ya.

-#-#-#-

Aku sering kali main ke apartemen Laura karena dia tinggal sendiri. Papanya udah lama tinggal di luar negeri ninggalin Laura sama neneknya. Tapi semenjak dia kuliah dia gak lagi tinggal sama neneknya dan memutuskan unutk tinggal di apartemen sendiri. Meski Papanya gak pernah hubungin dia lagi, dia selalu memberikan uang bulanan yang langsung di transfer ke rekening anaknya. Ah, laura juga sebagatang kara.

"Laura??" ku buka pintu kamarnya dan lihat dia lagi ngeringkuk.

"Kenapa dah lo??" ku lihat Laura udah keringet dingin pucet sambil ngeringis kesakitan.

"Gatau nih perut gue sakit banget melilit gitu" ujrnaya sambil meringis kesakitan.

Tanpa berlama-lama, aku buka lemarinya buat cari jaket dia yang bisa dipakai.

"Mau kemana?" tanya Laura.

"Ya berobat lah. Lo pikir mau ke pasar? Udah nih pake dulu" Aku langsung memakaikan Laura jaket dan memesan taksi online.

"Duh sumpah gue gakuat jalan Nin, boleh panggil kesini aja ga dokternya?" rengeknya.

"Gak bisa Ra, bakal lama. Lagian rumah sakit dari sini cuma 15 menitan kok" jawabku membujuknya. Tak lama, ponselku bergetar pesan masuk dari driver yang mengatakan bahwa dia sudah di depan apartemen.

"Ayuk, udah dateng mobilnya" tukasku lagi. Laura masih tidak beranjak dari kasur karena sedang merasakan sakitnya.

"Ayo naik deh," Aku duduk membelakanginya menawarkan pundak buat gendong Laura. Jujur, seumur hidup aku belum pernah gendong orang. Cuma ya mau gimana.

Prince & Ordinary girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang