Chapter 16

15 6 0
                                    

Acara yang ditunggu-tunggu oleh seluruh murid Banutama High Schooll2,  akhirnya tiba. Para tamu undangan mulai berdatangan, menambah keramaian dan kegembiraan di udara.

Mereka semua datang untuk menyaksikan betapa indah, dan meriahnya perayaan ulang tahun sekolah itu.

Dari jauh, sekolah tampak berkilau dengan lampu-lampu yang berkedip indah, menciptakan aura magis dan meriah. Musik dan tawa mengisi udara, sementara aroma makanan lezat menggoda indera.

Semua mata tertuju pada sekolah tersebut, menantikan perayaan yang akan menjadi kenangan indah bagi semua yang hadir.

Para murid tampil dengan pakaian yang rapi dan terlihat menarik dalam acara tersebut, anak-anak dari golongan atas memakai pakaian yang terlihat indah dan mahal, termasuk Kanara yang mengenakan gaun berwarna putih dan Kanaya yang mengenakan dress merah muda.

Kanara menjadi pusat perhatian semua orang, karena ia adalah putri tunggal dan pewaris keluarga Banutama. Kecantikan, dan sikap Kanara yang mempesona membuat semua orang terpukau.

"Ayah kesini nggak, ya?" gerutunya.

Sudah beberapa kali Kana melirik jam di tangannya, menunggu dengan harap-harap cemas kedatangan ayahnya.

Acara dimulai, ayahnya yang menjabat sebagai direktur sekolah belum juga muncul.

Kana merasa kecewa dan sedih karena harapannya untuk bisa bersama ayahnya dalam acara penting ini tidak terwujud.

Meskipun begitu, Kana berusaha tetap menjaga semangat dan berpartisipasi dalam perayaan ulang tahun sekolah, meskipun tanpa kehadiran wali untuknya.

Semua murid datang bersama orang tua mereka masing-masing, kecuali Widya yang orang tuanya berada jauh dan harus bekerja.

Begitu pula dengan Kanara, ia sangat berharap ayahnya akan datang dan memperkenalkan dirinya pada semua orang.

"Kanara?" Seseorang menepuk pelan bahu Kana, membuyarkan lamunannya. Ternyata, itu adalah Daren yang membawa buket bunga di tangannya.

"Buat kamu!" ujar daren dengan senyuman, ia menyerahkan buket bunga tersebut pada Kana.

"M-makasih ren."

Kanara menerima buket bunga itu dengan gerakan yang pelan, seolah-olah ia masih mencerna apa yang baru saja terjadi.

Tiba-tiba, Naya datang. "Bokap lo dateng ngga ra,?" tanyanya dengan nafas tak beraturan.

"Nggak tau, nay!" sahut kana, sambil menatap buket bunga di tangannya.

"Oke, tunggu bentar. Aku ke anak-anak dulu," pamit naya, berlari kecil meninggalkan kana yang terlihat bingung.

"Ra, kamu kenapa? "

"N-nggak apa-apa, aku cuman inget bunda," timpal kana, raut wajahnya terlihat tampak murung.

"aku mau kemama sama papah dulu, kamu nggak apa-apa kan? Sehabis itu kamu bisa cerita sepuasnya ke aku."

Lagi-lagi, Kana hanya bisa mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban. "Jangan jauh-jauh, kasian yang lain nanti nyariin!" lanjut Daren sebelum pergi.

Kini Kana sendiri, ia melihat orang-orang di sekelilingnya tengah asyik bersama keluarga mereka, menikmati acara pada hari itu.

Kanara menarik nafas panjang, lalu mengambil ponsel yang ada di tasnya, mencoba menghubungi Widya, tetapi ponselnya tidak aktif.

"Kok nggak di angkat, apa widya di asrama?"

Tanpa ragu, Kana segera keluar dari gedung aula tempat acara dan menuju asrama Widya dengan langkah cepat.

Kanara Saksi LenteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang