After-Life VOICE

47 4 9
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Semua murid sudah berhamburan keluar dari kelas. Ada yang langsung menuju rumah masing-masing, dan ada yang berlari dengan penuh semangat ke ruang klub mereka. Langit sudah berubah warna menjadi kemerahan, tanda matahari sudah turun dari singgasananya. Kelas seharusnya sudah kosong, namun tidak hari itu. Seorang anak muda berdiri di depan podium sambil menggenggam secarik kertas. Setelah dilihat-lihat lagi, itu bukanlah kertas biasa, namun sebuah amplop.

Mungkin ini yang dinamakan "masa muda"—begitu pikir Kise. Ini adalah pertama kalinya ia mendapat surat cinta. Dia pernah mendengar kehebatan sebuah surat cinta dari teman-temannya. Siapa sangka semua itu bukan omong kosong. Bagaimana sebuah surat cinta itu menggambarkan perasaan sang penulis, dari gaya bahasa, pemilihan kata, tulisan yang rapi... Semua itu adalah benar adanya. Begitulah surat cinta yang ditulis oleh anak gadis, kalau teman-teman Kise menyebutnya, "berlumur cinta dan girl power."

Jantung Kise berdetak kencang hingga ia bisa mendengarnya dengan jelas. Ia terus melihat jam, namun bukan untuk mengamati waktu. Ia melihat jarum panjang yang entah bagaimana bisa berirama dengan detak jantungnya—mungkin cuma perasaannya, namun hal itu membuatnya lebih tenang. Sambil menatap amplop di tangannya, ia bertanya-tanya, siapa murid perempuan yang memanggilnya?

--Tunggu dulu, jangan-jangan ini perbuatan usil seseorang? Jangan-jangan aku dijebak? Jangan-jangan ada kamera di loker belakang? Pikiran buruk dan tidak logis mulai memasuki otak Kise. Namun setelah menghitung sampai sepuluh di kepalanya, ia kembali waras. Ia putuskan, kalaupun ini adalah perbuatan iseng teman-temannya, ia tidak akan bertingkah bodoh karena itu pasti akan jadi noda di catatan masa mudanya yang sampai saat ini masih bersih.

Satu jam berlalu, Kise sudah berpindah-pindah posisi dari duduk, berdiri, kemudian duduk lagi. Ia tidak tenang. Tiap mendengar langkah kaki, jantungnya seakan ingin melompat keluar melalui mulutnya. Berapa kali ia harus merasa malu karena yang lewat cuma guru, murid-murid kelas lain dan staf sekolah. Kise duduk di bangku dekat jendela, ketika langkah kaki terdengar lagi. Namun Kise sudah bosan tegang. Ia tetap duduk sambil menyangga dagunya dengan tangan kanannya. Kagetlah ia ketika langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu kelasnya.

"A-anu... Kise-kun?"

"Eh?"

Seorang gadis berambut pendek seleher. Ujungnya keriting, memberikan kesan manis. Ia mengenakan bando hitam berpita. Wajahnya tidak begitu jelas karena sinar matahari. Namun melihat figure itu, Kise sudah tahu siapa gadis di depannya.

"A-Arai-san?"

"Ehehe... Iya... Ini aku. Syukurlah kau belum pulang."

Kise langsung melompat dari tempat duduknya. Ia berdiri tegap seperti seorang kadet ketika menghadap instruktur lapangan. Keringat tiba-tiba mengalir deras dari seluruh pori-pori tubuhnya. Pandangannya kabur. Nafasnya sesak, seakan paru-parunya dipenuhi asap rokok.

Arai-san? Arai Kimi-san yang itu? Dia punya perasaan padaku?! Kise berteriak gembira dalam keapalanya, Ini pasti mimpi! Gadis sepopuler dia... Denganku... Namun saat itu pikiran Kise beralih ke hal lain,Bukankah ia beberapa hari ini tidak masuk? Benar, hari ini aku juga tidak melihatnya... Kenapa ia baru kemari sekarang?

"Kise-kun? Kau mendengarku?" Arai berkata pelan, namun Kise bisa mendengarnya. Pikirannya yang terbang merasuk kembali ke dalam tubuhnya.

"A-ah, iya... Anu, menurut surat ini kau ingin bilang sesuatu padaku...?" Kise menanggapi sambil menggaruk kepalanya, mirip sekali dengan seorang comedian yang kebingungan menanggapi penonton yang tidak tertawa.

Mendengar pertanyaan Kise, wajah Arai memerah, "I-iya... Ada sebuah hal penting yang harus kukatakan padamu..."

Kise menelan ludah. Bahu yang bergerak ke atas dan kebawah, tangan yang merapat di depan rok merah kotak-kotak, pandangan yang teralihkan kesamping, tubuh yang bergoyang-goyang... Jantung Kise bisa berhenti sekarang juga melihat betapa manisnya polah Arai. Namun Kise menahan nafas. Ia menjerit dalam hatinya, Ini bukan lelucon bukan? Teman-temanku tidak akan lompat dari samping pintu sambil berteriak "Kejutan!" bukan??!

Pieces ~Their Stories~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang