LUCKY LUCKY 4.

7 1 0
                                    

NUMBER 4. AKU HARUS NIKAH, NIH?

***

Pagi semua, ya selamat pagi adalah sapaan dari setiap orang yang tiba di kantor kepada rekannya yang sudah datang lebih dulu. Harusnya sapaan itu diucapkan dengan penuh semangat bukan? Seperti yel yel Pramuka.

PAGI PAGI SEEMANGAT PAGII!!!

Tapi nampaknya hampir semua karyawan di divisi 3 menyapa sesama dengan lemah lesu.

Elvira sudah menyatu dengan meja kerjanya dan kepalanya juga condong ke layar karena ia sedang membuat detail covernya. Beberapa karyawan di belakang Elvira bahkan mengerjakan tugasnya sambil bersandar di kursi masing-masing, agak merosot, bertingkah senyaman mungkin.

Okta malah sudah bertopang kepala. Bola mata di balik bingkai kacamata bergulir ke kanan, ke kiri, membaca draft novel yang sedang ia edit.

Kepalanya agak berdenyut saking lamanya menatap layar komputer. Ah, ini sudah waktu makan siang. Tapi tidak ada satu pun yang ingin buru-buru pergi ke kantin.

"Aku habis ini mau makan dulu. Kamu ikut tidak, Ta?" Tanya Elvira masih fokus pada pekerjaannya.

"Mau. Aku save ini dulu."

"Tumben kamu gak bawa bekal?" Elvira menoleh.

"Aku kesiangan. Pulang dari tamkot badan berasa remuk jadilah aku minum obat. Tidurku langsung super nyenyak, untung alarm ponselku tepat di samping telinga. Kalo enggak mungkin aku gak bakal masuk kerja."

Elvira membulatkan bibirnya dan mengangguk. Hitungan lima belas menit, keduanya selesai dan pergi makan siang. Melihat dua orang ini pergi, yang lain juga ikut pergi.

Ruangan kerja dipenuhi suara ketikan saja setelah selesai makan siang. Semua fokus ingin mengejar target dan menyelesaikan pekerjaan mereka. Ini akhir bulan, semakin pekerjaan cepat selesai dengan baik maka semakin sejahtera juga mereka awal bulan nanti karena semua pekerjaan sudah beres.

"Ugh ... " Ringkasan lolos dari bibir Okta ketika ia memijat pangkal hidungnya.

Di pintu masuk ketua tim editor divisi 3 menatap bawahannya satu persatu.

"Okta?"

Yang dipanggil menyembulkan kepalanya diantara semua kepala yang tertunduk lelah.

"Ikut saya."

Semua orang menoleh pada Okta panik. "Ta! Kamu kenapa?"

"Kesalahan apa yang kamu buat?"

"Ta, bertahan hidup ya. Kamu harus balik dengan nyawa utuh. Kami masih butuh kamu!!"

Semua orang heboh sampai membuat kepala Okta kembali pening. Apasih, mereka terlalu berlebihan. Okta tidak merasa punya salah, tapi memang dia sedikit berdebar, kenapa pula ketua tim memanggilnya.

Apa mungkin dia akan naik jabatan seperti Elvira? Waaaaahhh!! Home run nih, sekarangkan lagi musim naik jabatan. Okta juga merasa jika dia sudah bekerja dengan baik selama ini.

Angan-angan Okta semakin tinggi dikala dia dibawa ke depan kantor direktur. Jangan bilang dia benar-benar akan naik jabatan?

OMAYGAT.

"Saya sudah membawa Okta, pak. Ini orangnya."

"Baiklah. Kamu boleh kembali. Makasih pak Cakro."

Ketua tim pamit undur diri dan Okta di persilahkan duduk.

'Kenapa kakek rese itu ada disini sih? Kebetulankah?' batin Okta ketika ia duduk dihadapan pria yang masih ia ingat.

Grandpa Daniel.

LUCKY NUMBER ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang