LUCKY LUCKY 8.

5 1 0
                                    

NUMBER 8.

***

Hari ini jauh setelah hari kemarin, seorang Maximilian menyadari bahwa dirinya sangat lapar. Padahal jarum jam belum menunjukkan jam makan siang. Ini karena max tidak membawa bekalnya.

Haaahhh~~

Padahal ini hanya lapar. Tapi Max menyadari jika dia sudah sangat nyaman hidup dengan Okta. Gara-gara bekal dari pemuda itu, biasanya Max akan memakan buah sebagai teman bekerjanya sebelum makan siang tiba. Tapi hari ini Max hanya bisa menghela napas saat merasakan perutnya bergemuruh.

"Haruskah aku memintanya berhenti bekerja?" Ujar Max pada langit-langit ruangannya.

Sekertaris Morgan yang baru masuk sempat menaikan satu alis. Siapa yang akan diberhentikan?

Dirinya?

Mustahil, Morgan sangat percaya diri bahwa kinerjanya bagus.

"Ini, Pak. Dokumen pemantauan dan laporan anggaran dari pembangunan hotel di dekat bandara," Morgan menyodorkan dua map biru.

"Oh ya ... Oke," timpal Max tapi map itu tak kunjung di sentuh.

"Apa bapak baik-baik saja?" Tanya Morgan.

"Yah ... Saya ... Hanya sedikit lapar."

"Lapar?" Tidak bisanya bos besar ini mengeluh lapar di jam segini. Biasanya dia akan langsung izin makan jika lapar. "Apa bapak ingin memesan sesuatu? Biar saya yang pesankan," tawaran sang sekertaris terdengar mengiurkan.

Tapi ketika di pikir lagi apa yang ingin dia makan ... Max jadi tidak berselera.

"Saya ingin buah," tangan Max bergerak seperti memotong buah diatas meja.

"Apel dipotong jadi beberapa dan dikupas. Lalu beberapa strawberry dibuang tangkainya. Saya juga ingin semangka yang sudah dipotong. Lalu kiwi yang sudah di potong juga. Saya ingin belimbing juga yang sudah di potong. Jeruk yang ukurannya kecil seperti bola pingpong. Ditaruh di kotak bekal dengan satu garpu kecil. Kotaknya harus berwarna biru dan buahnya harus di potong langsung oleh istri saya," beber Max panjang lebar.

Tapi itu mustahil Morgan cari.

"Itu sulit untuk di dapatkan, pak," kata Morgan dengan ekspresi datar.

"Kenapa?" Satu alis Max terangkat.

"Karena bapak tidak punya istri."

Ctak

Perempatan imajiner muncul memukul akal sehat Max.

"Saya punya istri," keluhnya penuh kesal.

"Tapi anda belum menikah," jawab Morgan.

"Saya akan menikah," timpal Max.

Morgan sempat terdiam sesaat. Namun ekspresinya hanya berubah sedikit seolah-olah terkejut namun kemudian datar lagi.

"Baiklah, akan saya tunggu undangan prank dari bapak."

"Saya serius."

"Iya pak. Saya tahu bapak memang selalu serius. Saking seriusnya saya tidak tahu mana candaan bapak dan mana yang bukan. Sekarang tolong segera periksa laporan anggarannya dan tanda tangani sebelum jam dua siang. Divisi manajemen sedang menunggu," ujar Morgan kemudian pergi dari ruangan Max.

Morgan menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi sambil cemberut. Apaan sekertarisnya itu, dia sama sekali tidak asik di ajak bicara.

***

Okta pulang dalam keadaan lelah.

Rumahnya terdengar sepi. Tidak ada suara ketikan seperti sebelumnya. Mungkin Max sudah tidak bekerja di rumah lagi.

Namun Okta salah mengira. Max sedang meeting di balkon. Kostumnya pun sangat luar biasa. Atasan kemeja maroon dengan dasi hitam, rambut disisir rapih, terlihat berdandan. Tapi bagian bawahnya ia mengenakan celana piyama kuning lemon dengan sendal bulu milik Okta yang kekecilan di kakinya.

Okta hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Dia sangat lelah. Namun begitu masuk ke dapur hatinya teriris. Ia sudah terbebani selama seminggu ini, dengan kondisi kantornya yang kacau, sibuk, dan memusingkan, ditambah pesanan para rekannya yang ingin bento untuk bekal lembur. Tentu Okta juga lembur. Tapi hari ini tidak karena kesibukan itu sudah berakhir bagi Okta. Pesanannya juga sedikit demi sedikit mulai mengurang.

Okta kadang tidak masak makan malam karena pulang larut. Sarapan juga ia siapkan seadanya. Okta juga tidak membuatkan bekal untuk max karena dia harus mengerjakan pesanan rekan kantornya.

Hari ini, Max makan mie instan lagi. Pria itu pasti tidak makan siang. Mengingatkan dia juga seorang workaholic, ini mungkin makanan pertamanya sebab pagi tadi Okta tidak membuat sarapan, dirinya berangkat sangat pagi dari biasanya.

Karena merasa bersalah pada calon suami, Okta pun segera memasak makanan sehat untuk Max.

Sedangkan Max, baru menyelesaikan meetingnya. Dengan kostum luar biasa, Max masuk ke dapur niat hati mengambil segelas air untuk menyegarkan tenggorokan setelah debat berjam-jam tadi. Namun, punggung sempit Okta menjadi pemandangan pertama begitu ia masuk.

"Okta? Kapan kamu pulang?"

Okta memutar badannya sedikit demi bertemu tatap dengan Max.

"Baru saja."

Max mengangguk dan menghampiri Okta.

"Kenapa kamu langsung memasak? Ini pesanan lagi?" Tanya Max.

"Bukan. Ini makan malam kita. Aku sangat lapar. Mari makan lebih awal," ujar Okta.

"Sebaiknya kamu istirahat dulu. Biar saya yang lanjutkan."

"Jangan. Kamu kan gak tau cara masak. Max, kamu makan mie instan terus seminggu ini?"

"Enggak selalu. Hanya kalau saya sedang di rumah dan lapar saja."

Okta menghela napas lelah. "maaf. Harusnya aku lebih memperhatikan kamu."

"Saya baik-baik saja, Okta. Lebih baik kamu pikirkan diri kamu sendiri. Tidakkah kamu terlalu berlebihan dengan bekerja sebagai editor dan menjual makanan?"

"Mari pesan makan saja," kata Max hendak beranjak mengambil ponselnya tapi Okta menahan lengan besar Max.

Bahkan pergelangan tangan Max tidak bisa Okta genggam secara penuh dengan satu tangan.

"Ini udah hampir selesai kok."

Max menghela napas. Ya memang sudah terlanjur memasak juga. "Ya udah saya bantu."

Okta mengulas senyum senang lalu menarik Max untuk berdiri berdampingan dengannya. Max melirik pemuda di Sampingnya ini. Okta terlihat sangat bahagia, entah apa alasan jelasnya tapi Max juga senang bisa menghabiskan waktu dengan Okta.

*Kruuuuukkkk

Perut Max bergemuruh ketika mencium wangi bumbu yang ditumis. 

"Pfftt- Bwahahahaha!!" Tawa Okta langsung pecah.

Max hanya menggaruk pipinya malu dengan wajah yang sudah merona.

"Memang mie instan dua bungkus tidak akan mengenyangkan perut raksasa ini ,hm~ aku tahu itu," goda Okta sambil menyentuh perut max.

***

Max kan pemakan segala

LUCKY NUMBER ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang