LUCKY LUCKY 2

6 1 0
                                    

NUMBER 2. NOMOR 222

***

Siapa sangka HUT perusahaan akan berbarengan dengan HUT kota. Beberapa hari lalu Okta dibuat terkejut dengan pesanan bento yang membeludak. Ia pikir, kenapa semua orang mau membawa bekal? Toh mereka hanya jalan santai saja lalu piknik di taman dan ikut lomba kecil-kecilan lalu bagi hadiah.

Saking banyaknya pesanan ia sampai menelpon ibu tirinya untuk meminta bantuan.

Siapa sangka jika HUT perusahaan akan digabung dengan HUT kota. Bahkan ayah, ibu sudah ada di parkiran dan Sasil bergabung dengan rombongan dari sekolahnya.

Meriah sekali perayaan gabungan ini. Perusahaan tempat Okta bekerja juga menggelar bazar buku yang tak kalah ramai dengan bazar makanan yang berjajar, sejajar.

Sekarang Okta sedang mencari Ben. Hanya tinggal kotak bekalnya yang belum di ambil.

"Ben! Kamu yang terakhir," kata Okta begitu menemui dan menghampiri Beni.

"Oh, terimakasih sayang. Aku akan memakannya sampai habis," ujar Beni sambil tersenyum manis.

"Stop panggil aku begitu, Ben. Orang-orang akan salah paham!" Tegur Okta, ada nada kesal di suaranya walau tidak kentara. Karena dia sudah lelah memperingatkan pria satu ini.

Tapi beni hanya tersenyum-senyum tidak jelas.

"Kamu manis sekali, Ta," pujinya.

Okta memang memiliki penampilan yang cukup manis, jika bersanding dengan Beni yang lebih tinggi dan besar darinya. Tapi jika dengan rekan lain yang sepantaran, Okta akan terlihat lebih tampan.

Tubuhnya ramping dan berotot kecil namun kuat, terlihat dari postur berdirinya yang tegak. Okta terlihat tampan dengan style olahraganya.

"Makasih, Ben. Sebaiknya kita ikut gabung baris dengan yang lain."

Acara pertama adalah jalan santai. Ini terdengar akan lebih melelahkan mengingat perayaan ini digabungkan. Mungkin mereka akan jalan santai keliling kota. Yang harusnya selesai sebelum jam makan siang, akan selesai lebih lama sepertinya.

"Jangan sampai hilang ya, kak, nomor undiannya, nanti setelah jalan santai akan ada Drawprize menarik," ujar penjaga palang pintu begitu Okta melewati mereka untuk memulai jalan santai.

"Dapat nomor berapa?"

Seperti anak sekolahan, Beni mencondongkan tubuhnya ke arah Okta untuk melihat nomor undiannya.

"Kayaknya mereka kasih nomor undian secara acak," katanya sambil menunjukan nomor yang dia dapat.

Kartu milik Beni memiliki empat digit angka sedangkan Okta memiliki tiga digit angka yang sama.

Yaah, mungkin memang begitu sistem mereka. Melihat jauhnya perbedaan angka Okta dan Beni padahal mereka mengambil di orang yang sama dan di waktu yang sama.

"Nanti kalo cape, bilang sama aku ya. Dengan senang hati aku bakal gendong kamu sampai garis finis."

Okta hanya menghela napas dan berjalan lebih dulu. Capek menghadapi gombalan Beni yang tidak efektif itu.

Mungkin karena sudah sering di lontarkan ke orang lain jadi efektivitasnya sudah tidak ada.

***

Sebenarnya keringat ini bukan keringat lelah. Okta sama sekali tidak kelelahan, justru dia sangat senang karena bisa melihat hampir sekeliling kita dengan santai. Pada dasarnya, Okta memang suka jalan-jalan dan cari angin. Tapi cuaca yang cerah ternyata membuat Okta gerah dan berkeringat. Tidak nyaman!! Okta ingin segera berteduh!!

LUCKY NUMBER ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang