LUCKY LUCKY 13 (⁠ノ⁠`⁠Д⁠'⁠)⁠ノ⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

5 0 0
                                    

NUMBER 13. DAMAI

***

Pesan:

Hari ini aku pulang ke rumah orang tua ku. Silahkan gunakan rumah itu selama aku pergi tapi jangan sampai kau berbuat mesum dengan wanita itu, apalagi bercinta.

Aku tidak akan pulang sampai kamu menyelesaikan masalahmu dengan wanita itu.

Atau sampai kamu angkat kaki dari rumah itu, bawa pergi wanita simpanan mu.

Jangan ganggu aku.

.

.

.

Okta menghela napas berat setelah membaca pesannya sendiri yang ia kirim kepada max. Niat hati ia ingin tegas jika dirinya tidak akan memaafkan kesalahan ini. Tapi malah hatinya yang sakit dan tidak tenang.

Bukan tidak tenang karena rumahnya akan digunakan oleh max dan wanita itu, hatinya tidak tenang karena tidak rela memberikan Maximilian pada siapapun.

Walau begitu, Okta malas pulang dan bertemu Max. Bisa bisa mereka akan ribut tak berujung.

Okta hanya bisa bersabar.

"Ta, kok perasaan aku gak enak ya," bisik Elvira.

"Berasa merinding gitu." Elvira menggesernya kursinya ke dekat Okta. "Masa siang-siang ada hantu? Gak mungkin kan? Tapi rasanya bakal ada bau bau masalah deh," ujarnya dengan ragu.

Elvira ini ada yang menyebutnya cenayang dadakan, ada juga peramal amatir sampai dukun KW. karena kadang firasat Elvira itu bermakna sesuatu.

"Perasaan kamu aja kali," adalah kalimat yang sering teman Elvira katakan demi menjaga Elvira agar tidak berpikir kemana-mana.

"Iya kali ya," gumam gadis chubby itu..

Ia kembali menggeser kursinya ke tempat semula dan mulai memegang mouse serta keyboardnya. Tapi Elvira masih terus merasa tidak nyaman.

"Hari ini Okta masuk ga?"

Tiba-tiba sekertaris Oliver menerobos masuk. Semua orang menoleh pada Okta yang berdiri secara perlahan.

"Ada, Bu. Kenapa ya?" Tanya Okta.

"Duh. Kamu dipanggil pak Oliver buruan! Penting!" Kata sekertaris itu kemudian pergi dengan buru-buru juga.

Apa nih kenapa semua mendadak panik gini?

"Ta, kok dipanggil direktur?"

"Gak tau."

"Kamu buat salah apa, ta?!" Tuding Elvira sambil mencengkram lengan Okta.

"Aku rasa aku belom bikin salah deh hari ini," jawab Okta.

"Ta, hati-hati ya"

Semua orang di divisi Okta berdoa bersama, mengharapkan Okta kembali dengan selamat. Mereka khawatir, karena sekertaris Oliver tampak panik dan buru-buru.

Apa yang sudah aku perbuat?

Okta menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu.

"Masuk," ujar dari dalam.

Okta membuka pintu dan menutupnya kembali. Begitu berbalik, belum juga buka suara bibir Okta sudah terkatup lagi. Ekspresinya jadi datar dan ia hendak berbalik pergi dari ruangan Oliver.

"Okta, mau kemana kamu? Duduk, Kita belum bahas apa-apa," cegah Olivier.

"Terimakasih pak. Saya dari sini saja. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Okta.

Oliver  kini memijat pangkal hidungnya.

"Saya bilang duduk, Okta." Ulang Oliver.

Mau tak mau Okta duduk. Bersebrangan dengan seseorang yang sudah duduk gelisah di depannya. Okta menatapnya kemudian mendelik tajam.

"Okta~" gumam max.

"Kalian sebaiknya berdamai sekarang," kata Oliver tiba-tiba.

"Kamu ngapain sih kesini?!" Bentak Okta pada Max.

Ia sudah tak tahan menatap muka melas Max. Bukannya luluh justru semakin kesal.

"Kan aku udah bilang jangan ganggu aku dulu!"

"Gak bisa Ta. Kamu marah sama saya dan saya harus membujuk kamu supaya berdamai," ujar Max ikut meninggikan suaranya.

"Adduuuhhhh ... Aku gak mau dibujuk sama kamu, ya! Aku cuma mau kamu pergi bawa jauh-jauh perempuan simpanan kamu itu kembali ke luar negeri!"

"Dia bukan simpanan saya. Saya tidak punya yang seperti itu. Coba tanya kakak saya," tujuknya kepada Oliver.

"Terus kenapa dia sampai nyamperin kamu ke rumah? Kalian pasti berhubungan kan selama kamu dinas ke jeju?!"

"Astaga ..." Max mengusap wajahnya frustasi. Dia berdiri dan menghampiri Okta yang sudah terpojok di pojokan sofa.

"Dengarkan saya, Okta. Saya tidak pernah berhubungan sex dengan dia. bahkan wanita atau pria lain setelah saya bertemu kamu. Ya, memang sesekali saya menyewa jalang. Tapi itu jauh sebelum kita bertemu. Dan orangnya bukan Jessy."

Max duduk berlutut depan Okta dan berusaha menjelaskannya secara perlahan.

"Saya juga tidak tahu ada perlu apa dia bisa datang ke rumah. Yang jelas Morgan yang memberikan alamatnya. "

"Aku gak mau tau! Pokoknya aku mau pulang ke rumah orang tua aku! TITIK!"

"NOOOO!!! you can't. Okta, please believe me, don't leave me alone," mohon Max.

"Kan ada si Jessy jessy itu. Ngapain kamu sama aku."

"Aku janji dia udah pulang ke jeju sekarang dan gak bakal balik lagi. Please, don't be angry."

"Pak!" Okta menatap Oliver. "Bapak kenapa sih Nerima orang ini masuk?!"

Oliver mengangkat bahunya. "Saya tidak bisa menolak alasan adik saya."

"Tapi pakkk!!!"

"Sudah saya ingin kalian damai. Maafkanlah adik saya dan segeralah jadi adik ipar saya."

"PAAKKK DIA INI BIKIN SALAH KOK DI BELAS SIHHH!!"

LUCKY NUMBER ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang