dua

208 11 1
                                    

Salah satu hal yang paling mudah menyebar adalah gosip. Berita tentang Marvin yang menghalangi temannya agar tidak merundung Madeline sudah menyeruak ke seluruh murid. Mereka bertanya-tanya ada hubungan apa antara si anak baru dan si pembuat ulah itu.

"Anak-anak rame ngomongin lo sama Marvin, lo beneran gak ada sesuatu sama dia?" Victoria duduk di hadapan Madeline yang sedang menempelkan wajahnya pada meja. Sesekali Victoria mencolek pipi Madeline dengan pensil gambar yang sedang dia pegang.

Victoria adalah teman lama Madeline, mereka berteman sejak SD dan SMP lalu berpisah saat SMA dan sekarang mereka bertemu kembali.

Pertanyaan itu sudah berkali-kali dia dengar pagi ini, puluhan murid perempuan terus bergilir masuk ke kelasnya. Hal itu membuat Madeline sampai mual saking kesalnya.

"Gue baru ketemu dia tadi pagi, gak cukup ya jawaban gue yang ke seratus juta kali ini?" Madeline menutup wajahnya dengan buku tulisnya.

"Gue aneh aja, ini pertama kalinya loh Marvin begitu. Makannya yang lain juga pada heboh, gila sih power lo bisa bikin Marvin klepek-klepek."

Mendengar itu Madeline berdecak kesal membanting bukunya ke meja. "Klepek-klepek apanya sih astaga lo kira ayam sawan?" desisnya.

Respon Victoria justru tertawa, Madeline memang selalu galak seperti itu kalau sedang kesal. Makannya dia tidak punya pacar, pikir Victoria.

"Lo harus tau kalo Marvin itu kejam, Med. Bayangin aja dia pernah botakin cewe murid baru sih. Dia juga pernah hajar orang sampe babak belur masuk rumah sakit," jelas Victoria. Wajahnya sangat serius menatap sekitar takut ada mata-mata geng Estrella.

"Serius? Separah itu? Pihak sekolah diam aja?"

"Sssssttttt ..., mulut lo kenapa sih berisik banget!" protes Victoria menutup mulut Madeline rapat-rapat.

Madeline menutup mulutnya lalu menatap orang di sekitarnya, namun sepertinya mereka sedang sibuk atau hanya pura-pura sibuk?

"Ya gimana mau bertindak kalau yang ngelakuinnya aja anak konglomerat, bisa ditutup ini sekolah." Victoria merogoh permen karet yang ada di saku seragamnya lalu memakannya.

"Tapi meskipun begitu banyak juga yang naksir sama mereka, lo tahu sendiri'kan mereka cakep-cakep?" sambung Victoria.

Madeline malas mendengar penjelasan yang terakhir, dia tidak peduli hal-hal seperti itu sekarang.

------------

Suasana base camp menjadi ricuh ketika Kay bertanya perihal Madeline namun Marvin enggan menjawab, juga Archio yang merasa Marvin menyembunyikan sesuatu.

"Lo beneran gak ada hubungan apa-apa sama itu cewe?" Archio bertanya sekali lagi, sekali lagi emosi Marvin meluap.

"Gue udah bilang gue gak kenal itu cewe, kita baru ketemu pas gue nebeng doang. Gak ada yang percaya sama gue?" Marvin semakin kesal ketika teman-temannya hanya diam dan tidak menanggapi ucapannya.

"Melin itu tipe cewe yang berani gak sih?"

"Madeline, M A D E L I N E!" ketus Gavin lantas pergi keluar dari tempat ternyaman mereka tersebut.

BANG!

Rahang ke tiga laki-laki tampan itu jatuh, kenapa Gavin begitu tahu soal nama anak baru yang berani tersebut.

"Hafal banget kaya pacaran aja." Celetuk Archio kemudian membakar satu batang rokok rasa mint.

"Bisa jadi." Timpal Kay merebahkan dirinya di sofa.

-----

"Madeline! Madeline bangun! Kebiasaan lo gak ilang-ilang ya padahal sekarang lo udah kelas 3 SMA!" Victoria membangunkan Madeline dengan menggoyang-goyangkan lengannya yang tertidur karena jam pelajaran terakhir kosong, itu kebiasaan Madeline sejak lama.

Semua murid sudah keluar, hanya ada Victoria dan Madeline di kelas.

Ponsel Victoria bergetar berkali-kali di saku roknya, menandakan dia sudah ditunggu oleh mamanya agar cepat pulang.

"Hello, Ma?"

"Cepetan pulang, adik kamu sakit. Ayah kamu kan kerja, hati-hati bawa motornya."

"Tapi-"

Ucapannya terhenti ketika mamanya menutup sambungan telepon begitu saja.

"Aishh! Madeline bangun gak! Gue harus pulang!" Bentakan itu sama sekali tidak ada gunanya, Madeline seperti sedang hibernasi.

Sementara itu entah sejak kapan Marvin berdiri diambang pintu kelas.

"Eh-" Victoria tampak takut juga canggung karena sedang diperhatikan oleh orang kejam seperti Marvin.

"Hai." Marvin mengangkat tangan kanannya seraya menyapa Victoria. Langkah kakinya mendekat pada Madeline.

"Gue-"

"Lo boleh pulang, gue ada urusan sama dia." Marvin duduk di bangku samping Madeline tidur.

"Lo gak bakal apa-apain dia'kan?" Victoria takut Marvin berniat jahat.

"Hahaha ... Enggak tenang aja."

...

Madeline mengusap wajahnya melihat ke arah jendela lalu matanya menyebar ke seluruh ruangan. Kosong.

"Hah? Gue ketiduran? Ini jam berapa?" Madeline meraih ponselnya yang ada di saku bajunya.

"Hah 17.00?" ucapnya lagi panik.

"Udah bangun tuan putri?" Laki-laki yang sangat tidak ingin dia lihat tiba-tiba muncul dari bawah, rupanya dia juga tiduran di kursi.

"Lo ngapain di sini?" Madeline terkejut ketika melihat Marvin yang tiba-tiba saja muncul dari bawah.

"Kita impas ya? Gue gak mau punya hutang budi sama orang lain, apa lagi sama cewe."

Suasana menjadi hening sejenak, Madeline tak berminat menjawab ucapan Marvin karena sangat malas berdebat.

"Oke!" Teriak Madeline meninggalkan Marvin di kelasnya namun Marvin mengikuti langkahnya.

"Nada bicara lo emang gitu, ya? Ketus juga nyebelin?" Marvin mengikuti langkah Madeline ke lapangan parkir.

"Iya!"

*************

Pagi ini cuacanya mendung, menurut ramalan cuaca akan ada hujan deras pagi-pagi. Bukannya duduk di bangku masing-masing justru anak-anak berlarian ke kelas sebelah.

Awalnya Madeline berusaha tidak peduli, tapi dia takut sesuatu yang dia takutkan terjadi.

"Ada anak yang kena buli lagi, lo jangan ke sana kita pura-pura gak tahu aja." Victoria duduk di bangku depan Madeline.

"Lo tunggu di sini ya." Tanpa memedulikan ucapan sahabatnya Madeline bergegas menuju kelas sebelah.

Gadis pemberani itu melewati kerumunan siswa yang sedang menonton aksi kejam dari geng Estrella, bak pertunjukan gratis.

Mereka berteriak menyemangati tanpa peduli satu sama lain, bahkan berusaha saling menjatuhkan karena melindungi diri masing-masing.

"Siapa suruh lo numpahin minuman ke jaket mahal gue!" Tanpa ragu Marvin mengguyur gadis yang bersimpuh di hadapannya dengan es jeruk yang dia pegang.

"Berapa harga jaket mahal lo itu? Bisa gue bayar dimuka sekarang?" Madeline berdiri tepat di belakang gadis lemah itu.

Marvin berdesis kesal lalu berjalan selangkah lebih dekat pada Madeline. "Lo kemarin selamat karena gue ngerasa punya hutang budi, sekarang kita udah impas. Kalo lo ikut campur lo yang bakal kena akibatnya,"

"Gue tunggu yang lo maksud 'akibat' itu. Oh satu lagi berhenti ngelakuin hal sampah kaya gini, jangan bikin tampang keren lo semua jadi gak berguna. Jangan ngerendahin diri kalian dengan cara murahan, oke?"

"Madeline!!" Gavin berteriak tanpa sadar.

"Apa!!" semuanya tak berkutik mereka ngeri dengan adegan ini.

TE AMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang