tiga

188 10 0
                                    

Bagian tersedih dari hidup gue saat ini adalah dibentak abang gue sendiri, padahal gue pindah kesini gara-gara dia.

"Dor!" Victoria datang tiba-tiba dari belakang, Madeline hanya memasang ekspresi datar tidak peduli.

"Lo rame di akun base, gara-gara kemarin." Victoria menyodorkan layar ponselnya pada Madeline.

Madeline hanya diam tanpa menjawab sepatah kata pun, menurutnya hal seperti itu tidaklah penting.

"Kenapa sih masih pagi udah lemes aja, mau gue traktir es krim taro yang rasanya kaya sendal jepit itu?" Victoria duduk di meja depan Madeline.

Hari ini mood Madeline sangat tidak bagus, kalau sedang merasa begitu dia bisa seharian diam atau bahkan marah-marah pada orang yang tidak salah.

-------

"Kalo dipikir-pikir berani juga ya itu cewe?" Tiba-tiba saja ucapan itu keluar dari mulut Kay padahal dia sedang sibuk mengunyah nasi padang pagi sore.

"Kenapa? Naksir lo sama dia?" Respon Archio justru sinis saat membicarakan Madeline di base camp.

Marvin hanya diam tanpa merespons obrolan teman-temannya, dia fokus ada layar ponselnya lalu memutar lagu i wanna be your dengan earphone nya.

You call the short, babe
I just wanna be yours

Lagu yang dinyanyikan Marvin itu membuat teman-temannya berdecak kesal, karena hanya itu yang selalu Marvin nyanyikan seolah tak ada lagu lain di muka bumi ini.

"Gue sampe begah denger lo nyanyi lagu itu, nyanyi depan pacar lo kek!" Protes Kay.

"Nih gue kasih lagu baru, judulnya 'jagung rebus' mau denger gak?" Gavin terlihat menahan tawa saat mengatakannya.

"Lagu apaan itu jagung rebus, aneh-aneh aja lo. Mending ini nih judulnya 'mobil bergoyang'." Timpal Archio, kadang-kadang ke tiga teman Marvin itu otaknya tidak berjalan dengan baik.

--------

Jam istirahat telat tiba, para murid berlarian ke kantin hanya untuk mengisi perut mereka yang kosong.

Sementara itu Madeline justru berniat untuk ke lapang basket, sesampainya di sana dia tak sengaja bertemu dengan Gavin.

Laki-laki yang sedang asik dribbling itu sadar akan kehadiran adiknya.

"Lo gak boleh pacaran sama salah satu temen gue, mereka semua bajingan." Gavin membuka obrolan mereka untuk pertama kalinya setelah sekian lama tidak bertemu.

Madeline duduk di bangku tribun sesekali memperhatikan Gavin yang sedang sibuk bermain bola basket sendirian di lapang.

"Itu ucapan maaf lo buat gue?" Madeline mengikat rambutnya ke belakang dengan karet gelang yang dia temukan di jalan barusan.

"Iya maaf gue kelepasan, lagian lo pake ikut campur urusan gue." Gavin menyimpan bola basket sembarangan lalu duduk di samping adiknya. "Tapi serius mereka semua bajingan lo gak boleh pacaran sama salah satu dari mereka." Sambung Gavin.

Mereka berdua kembar tidak identik, Madeline keluar setelah 5 menit Gavin keluar.

"Lah, emang lo enggak?" Nada ketus ucapan Madeline selalu membuat Gavin kesal saat sesekali bertemu dengannya.

Respons Gavin hanya berdecak kesal, pasalnya adiknya itu susah sekali diberitahu.

"Lagian siapa juga yang mau pacaran sama salah satu temen lo? Lihatnya aja gue udah mual mau muntah tahu gak?" Timpal Madeline lagi.

"Marah-marah mulu, hamil lo?" Gavin meneguk minuman rasa taro milik Madeline. "Idih apaan ini rasa sendal jepit, selera lo jelek banget," sambungnya.

"Cih." Desis Madeline membuang muka.

"Mereka ngomongin lo mulu, kayanya mereka naksir. Lo jangan tebar pesona mulu bisa gak sih?"

Madeline memukul lengan Gavin sekuat tenaga, dia kesal karena Gavin sok tahu seperti itu.

"Shh." Ringis Gavin, meskipun begitu dia tidak berani membalas.

Mereka kemudian hanya diam memandangi lapangan basket yang sekarang sudah ada beberapa anak yang berlatih, mereka pura-pura tidak melihat ke arahnya karena merasa takut dan enggan punya masalah.

"Kaki lo gimana?" Meskipun mereka tidak serumah dan sudah empat tahun berpisah tapi Gavin tetap tahu tentang adiknya.

"Nih." Madeline mengangkat kaki kanannya yang sempat cedera karena jatuh dari motor.

"Keren, udah sembuh." Gavin tersenyum, Madeline sedikit tertegun rasanya dia baru pertama kali melihat senyuman itu.

"Lo berhenti jadi manusia jahat bisa gak sih?" Madeline menatap Gavin ada ada di sampingnya.

"Ngikut aja sih gue, seru soalnya."

Suara pukulan di lengan Gavin tampak renyah didengar.

"Shh." Ringis Gavin. "Badan gue kelamaan remuk anjir, mentang-mentang atlet taekwondo," sambungnya.

"Bisa diem gak? Lo tahu kan gue udah berhenti dan gue gak suka bahas itu."

Sejak Madeline kecil dia sudah menggeluti dunia taekwondo, berkali-kali mendapatkan medali sempat juara 1 tingkat nasional tapi sekarang sudah berhenti sejak masuk SMA.

"Pokoknya lo harus berhenti merundung anak-anak yang gak salah, stop bertingkah yang bikin gue makin pusing sekolah disini."

"Ya suruh siapa pindah sekolah?" Dengan mulut entengnya Gavin mengatakan hal itu dengan mudah.

Gadis itu beranjak dari duduknya dan berdiri dihadapan kakak kembarnya. "Pake nanya! Gara-gara lo lah anjir! Awas ngomong begitu sekali lagi gue tendang titit lo ya!"

"Ssstttt ..." Gavin memberi isyarat agar Madeline bicara pelan.

"Jaket lo keren juga, boleh pinjem gak?" Madeline menengadahkan tangannya pada Gavin.

Gavin tanpa basa-basi membuka jaket base ball yang dia kenakan itu.
-------

Suasana menjadi menenangkan ketika jam pelajaran kosong, suara gemercik hujan, juga bau tanah yang khas karena terkena guyuran air hujan membuat Madeline memejamkan mata sejenak.

Teman sekelasnya sedang tidak berisik, mereka tidur ada beberapa yang sekedar mengobrol atau curhat.

"Med, lo dicari Marvin." Kalimat itu berhasil membuka paksa mata Madeline yang hampir saja terlelap.

"Ngapain?" Madeline mengusap wajahnya.

Langkahnya terhenti ketika melihat laki-laki yang dianggapnya kasar ada di depan kelasnya. "Apa?" Seperti biasa Madeline akan bertanya sambil sedikit emosi.

"Lo pake jaket gue?" Marvin menunjuk jaket yang tadi Madeline pinjam dari Gavin.

Madeline menunduk melihat jaket yang dia pakai, dia ingat betul itu milik kakaknya yang dia pinjam di lapang basket tadi.

"Apa sih? Sama modelnya doang, gue pinjem dari Gavin. Jangan ngaku-ngaku deh! Emang lo ngerasa se-spesial itu sampe ngerasa semua milik lo?"

Padahal faktanya jaket itu memang milik Marvin yang dipinjam Gavin kemarin, sudah hal biasa mereka bertukar barang tanpa sungkan.

"Oke, gue kesini bukan mau bahas itu. Ini punya lo'kan?" Marvin menyodorkan sebuah gantungan kunci gitar.

Madeline mengambilnya. "Kok bisa ada di lo?"

"Jatoh pas di parkiran tadi pagi." Marvin menyeringai. "Sekarang lo yang punya utang budi sama gue, ya?"

"Dih, buang aja itu gantungan! Gue gak mau punya utang sama lo!"

Marvin menahan telunjuk Madeline ketika gadis di hadapannya itu hendak pergi.

"Gue ngikutin cara lo, kok enggak terima?" Seringai puas terpampang jelas di wajah Marvin.

TE AMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang