Suhu ruangan semakin menurun akibat hujan deras di luar, lampu masih juga belum menyala entah apa yang membuatnya mati lama.
"Lo gak bawa hp?" Madeline kini tengah duduk di matras sambil memegang jaket Marvin agar tidak jauh darinya.
Persetan dengan gengsi, rasa takutnya jauh lebih tinggi.
"Ada di tempat nongkrong." Marvin merebahkan dirinya di matras.
Mendengar itu Madeline berdecak kesal, sudah pasti mereka akan terkunci sampai pagi. Gadis itu tidak bisa membayangkan dirinya yang akan membeku karena kedinginan di gudang ini.
Lampu senter yang menyala menyoroti kanan kiri di luar gudang membuat Marvin terperanjat, pasti ada security di luar. Dia mengetuk-ngetuk jendela kaca.
"Pak! Saya ke kunci!" Teriaknya tak henti mengetuk jendela.
Beruntungnya security itu mendengar dan langsung membuka pintu gudang dengan kunci yang dia punya.
"Den, kok bisa ke kunci disini?" ucapnya panik karena takut dimarahi.
"Jangan bilang siapa-siapa kalo masih mau kerja disini ya, Pak!" Marvin menepuk pundak security itu dan tentu saja dia mengangguk ketakutan.
Marvin meraih tangan Madeline dan membawanya keluar dari gudang, sudah pasti security itu berpikiran yang tidak-tidak tentang mereka.
Sebenarnya ada hal yang ingin Madeline tanyakan tapi sepertinya Marvin tidak akan sudi menjawab, kenapa security itu memanggilnya dengan sebutan 'den?'
------
Lapangan parkir juga sangat gelap, membuat Madeline tidak pernah melepaskan genggaman tangan Marvin. Dia bahkan sekarang lupa bahwa Marvin juga bisa bahaya bagi dirinya.
"Motor lo tinggal aja disini aman kok, biar gue anter balik." Marvin melepaskan genggaman tangannya.
"Gak mau, sana kalo mau balik." Madeline lantas naik ke motornya menyalakan mesin.
"Emang lo berani?"
Ekspresi tengilnya itu berhasil membuat Madeline kesal. "Berani."
Tanpa permisi Madeline meninggalkan Marvin yang masih berdiri menatapnya dibelakang. Bukan apa-apa hanya saja Madeline sudah menunjukan sisi lemahnya terhadap orang asing menurutnya.
Dia paling tidak suka dianggap lemah oleh orang lain apalagi seorang cowo.
********
Hari ini Madeline berniat untuk memberikan jaket itu pada Gavin, waktu sudah menunjukan siang tapi kenapa anak-anak tidak ada di luar atau di kelas?
Tentu saja pikiran Madeline tertuju pada satu tempat yang menurutnya sangat mungkin dikunjungi oleh semua murid.
Langkah kaki Madeline terhenti ketika sampai ke tempat itu, gedung di belakang sekolah. Matanya membulat kala melihat temannya Victoria sedang disiram air es oleh geng estrella.
Amarahnya memuncak ketika melihat Gavin yang ikut andil menyiram Victoria.
"Lo gak ada otak ya, Gavin!!" Teriak Madeline dari kejauhan namun suaranya nyaring terdengar oleh siapa saja yang berada di sana.
Langkah kakinya dipercepat agar segera sampai pada mereka. Para murid yang melihat kejadian itu jelas merasa ngeri entah apa yang akan terjadi pada gadis yang berani melawan geng Estrella itu.
"Lo gak malu terus bersikap sampah kaya gini, Gavin?" ujar Madeline. Sorot matanya tajam menunjukan dia begitu kecewa dan marah.
Victoria berdiri meraih tangan Madeline agar menjauh dari ke empat orang itu namun Madeline menepisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
TE AMO
أدب المراهقينMadeline awalnya tidak tahu kalau murid laki-laki yang dia bonceng itu adalah Marvin Pradipta dalang dan otak dari kengerian pembulian di sekolah barunya.