8.

44 6 2
                                    

Aku menyandarkan kepalaku yang pusing di meja. Tubuhku rasanya berat, enggan kuangkat. Cuaca padahal panas, tapi aku menggigil kedinginan. Ditambah jaketku masih dirumahnya si kembar 7. Mungkin aku terkena flu gara - gara hujan kemarin.

Beruntung ini jam istirahat ke 2, durasinya lebih lama dari jam istirahat pertama. Jika yang lain tengah makan siang dan sholat, aku yang masih datang bulan hari ke 3 hanya bisa tiduran di meja.

''Chi. Lu nggak makan siang?''. Papileon duduk di bangku sebelahku sambil membuka bekalnya. Aku menggeleng kecil sambil menatapnya makan dengan hikmad. Dia menepis sebulir nasi goreng yang blepotan di bibirnya.

''Lu kenapa? Sakit?'' Tanya Papileon. ''Kurang tidur,'' jawabku sedikit berdusta. ''Emang tidur jam berapa?'' Tanyanya. ''Jam 11, bangun jam 3,'' jawabku. ''Pantesan,'' ujarnya lalu lanjut memakan bekalnya.

''Glup! Oh iya. Lu mau cosplay nggak nanti minggu?'' Tanya Papileon usai menelan makanannya. Cosplay, ya .... Sebenarnya aku ingin - ingin saja, tapi aku tidak punya kostum, wig bahkan dandan saja aku kurang mahir.

''Mau aja, sih. Tapi nyewa kostum sama wig dimana? Ditambah gua nggak bisa dandan,'' jawabku. Dia menyunggingkan senyuman liciknya. ''Gue bisa menyewakan kostum + wig untuk lo. Sepupu gua yang buka usaha sewa itu. Lu mau nggak cosplay sama gue? Sekalian Coswalk disana,'' ucapnya menawarkan. Aelah ... anak ini promosi rupanya.

''Hm ... boleh saja. Tapi aku tanya Papa dulu,'' ucapku sambil mengetik pesan di ponselku kepada Papa. Aku harus menyembunyikan sakitku agar aku bisa pergi ke Event. Aku sudah lama ingin pergi ke habitat asliku.

''Kyaa!!!! Halilintar!! Gempa!!!''

Suara pekikan histeris memekak di telingaku. Anak perempuan di kelasku heboh bukan kepalang menatap pintu masuk kelas. Bisa kutebak jika yang menyerobot masuk ke kelasku adalah Si Waketos Galak dan Mas Pradana. Halilintar dan Gempa.

Mereka menciptakan jalur yang dipagari anak - anak perempuan di kelasku. Yang laki - laki cuma memandang lewat kursi atau bersama kumpulan geng mereka. Aku menegakkan punggungku perlahan dengan mata yang mengantuk. Halilintar dan Gempa menghampiriku.

''Nih, bajumu sudah kering''. Gempa memberikan tote bag kertas bekas pembelian buku di toko atk yang berisi bajuku. Aku menerima tas kertas itu dan melihat bajuku yang sudah kering dan dilipat, bahkan disetrika dengan rapi sampai bau pelicin pakaiannya menyerbak di indra penciumanku.

''Makasih,'' ucapku singkat sambil menaruh tote bag itu di loker mejaku. ''Pulang jam berapa kemarin?'' Tanya Halilintar mengintrogasi. ''3,'' jawabku sambil berpangku dagu. ''Pantas saja wajahmu terlihat jelek,'' ujarnya.

''Aku memang jelek,'' jawabku terus terang sambil memangku dagu dengan punggung tanganku. Dengan kompostur yang masih datar, dia berkata ...

''Tidak. Kau cantik''.

''....''

Keheningan melanda seisi kelasku. Mataku terbuka selebar - lebarnya. Rahangku jatuh kebawah, tidak menyangka jika si waketos galak itu memujiku cantik. Reaksiku seperti orang bodoh yang melongo, berbeda dengan anak perempuan di kelasku. Mereka heboh sendiri mendengar ucapan Halilintar. Aku melirik Papileon yang paparazzi kejadian di sampingnya. Kutandai lu nanti, Papileon!!.

''Aneh,'' gumanku dengan dahiku yang berkerut. ''Kau yang aneh. Dipuji malah nyangkal. Kau saja yang nggak bersyukur diberi wajah cantik. Semua cewek itu punya cantik tersendiri, Chiara,'' ucap Halilintar lalu melenggang pergi. Ucapannya sekali lagi mak jleb! Menusuk hati.

''Maafkan dia, Chichi. Dia kembali sibuk untuk cari kandidat OSIS, jadi mulutnya agak lepas kendali. Aku pergi dulu,'' ucap Gempa lalu pamit dan pergi. Aku menggaruk kepalaku frustasi dan menggerutu lelah.

Home For Me (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang