Rumah. Sesuatu yang nyaman untuk tinggal. Bukan berupa benda dan tempat, melainkan seseorang yang membuatku nyaman. Inilah kisahku yang merindukan rumah, melakukan apapun untuk rumah.
• Karya asli milik Monsta dan Nizam Abd Razak
• Tidak ada alur as...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mencari di Google. Lencana payung yang disinggung Fang tadi siang mungkin logo Umberella Coperation, game Resident Evil. Sudah kuduga tidak ada yang mencurigakan terhadap pacarnya Bang Kaizo. Paling Fang cuma ngeprank, seperti biasa. Atau dia cuma su'udzon sama pacar kakaknya.
''Ada - ada saja anak itu. Haah ...'' gumanku lalu mendesah lelah. Namun instingku masih resah, aku masih penasaran dengan lencana payung yang disebutkan oleh Fang. Aku mematikan PC- ku dan beralih tiduran di kasurku.
''Besok sudah pelajaran. Aish .... malasnya,'' monologku mengeluh sendiri. Aku berguling - guling ke tepian kasur bergantian karena bosan mau ngapain. Main hp saja bosen, baca novel udah eneg, acara di televisi membosankan. Jam - jam malam begini enaknya ngapain, ya?.
''Cari jajan ah!'' Ucapku lalu beranjak berdiri dari kasur. Aku memakai celana training dan jaket baseballku. Aku membawa tas selempang sport berwarna hitam, mengisi tas itu dengan dompet, ponsel dan cutter sebagai jaga - jaga.
Aku mematikan lampu kamar dan ruang tamu, menutup tirai jendela, mengunci pintu rumah dan melangkah keluar gerbang. Mumpung tidak ada Papa dirumah, aku keluar aja. Lagian bosan mau ngapai, tidak ada yang membuatku seru.
Kakiku melangkah tanpa arah, ujung - ujungnya aku ke cafe langgananku untuk membeli gelato kesukaanku. Qually, dia barista yang hapal dengan wajahku. Karena aku pelanggan tetap jika beli gelato atau kopi dengan Papa atau Fang.
''Gelato lagi?'' Tebak Qually. ''Yoi. Kali ini Tiraminsu,'' jawabku sok friendly. ''Oke! Tunggu sebentar,'' ucapnya lalu pergi membuatkan pesanan untukku. Aku duduk di bangku counter. Banyak pelanggan yang datang, rata - rata kumpulan cowok tongkrongan yang bawa gitar, atau orang pacaran dan orang yang habis pulang kerja.
''Nih, gelato Tiraminsu,'' ucap Qually memberikan semangkuk kecil es krim gelato berwarna putih - cream dan ada sendok kayu di atasnya. Ada 3 kerukan bulat besar di dalamnya. Diameternya sekitar sejengkal tangan. Aku meletakkan uang pas di meja dan pergi. ''Thanks, bro,'' ucapku lalu pergi.
Aku makan di tangga cafe. Cafe ini berdiri di atas panggung kayu, tingkat dua lagi. Aku makan dengan hikmad sambil menikmati kombinasi dinginnya es dengan dinginnya malam. Suara tawa cowok - cowok tongkrongan menggelora di udara malam. Namun bagiku semua suara menjadi hening saat menikmati dingin yang merasuk paru - paruku.
Tes ... tes ...
Gerimis? Astaga. Sepertinya aku harus menunda makan gelatoku. Aku langsung berlari kembali menuju rumah, tapi ditengah jalan gerimis menjadi hujan deras. Terpaksa aku berteduh di halte bus sambil melanjutkan makan gelatoku. Tak butuh waktu lama, gelato yang kubeli habis. Kini tersisa hawa dingin. Aku mengeratkan kerah jaketku, tanganku kusembunyikan dalam lipatan ketiakku. Deru napasku mengeluarkan uap putih nan dingin. Aku ingin cepat pulang dan berkencan dengan kasur dan selimutku.
''Hai nona manis~. Kehujanan ya?''. Curiga dengan sapaan itu, aku spontan berdiri waspada saat ada bapak - bapak bertampang preman menghampiriku. Mereka ada 2, dengan tampilan macho, berkumis dan memakai jaket jeans. Tanganku langsung merogoh saku tas selempangku dan menyembunyikan cutterku di belakang punggung.