BAB 8

452 17 1
                                    

Happy reading


Aina terburu-buru untuk menuju ke ndalem. Memang, setelah hukuman untuk membantu mba-mba memasak di ndalem, Aina tidak langsung ke ndalem. Ia lebih memilih ke asrama terlebih dahulu.

"Mau ngapain Lo? Atau jangan-jangan mau kabur ya?" Tanya Marissa yang berada dibelakang Aina.

"Fitnah lo, gue mau ke ndalem, ngapa? mau ikut lo?." Ujar Aina sambil melotot ke arah Marissa.

"Lagian ngapain sih Lo ke ndalem Mulu? Mau caper sama bunyai? Atau sama kiyai? Dih dari muka Lo sih emang keliatan caper." Sinis Marissa.

"Dihh, dibilang caper sama orang yang kalau ada santri cowo ngerapiin hijab sama dandan segala lagi, jadi Atuttt dehh, aku juga ke ndalem karna ada urusan, bukan kayak kamu pergi ke ndalem karna ngekorin Zaza!!" Balas Aina.

"Kurang ajar." Desis Marissa.

"Biar apa? Biarin wleee." Ucap Aina melawan.

Aina menatap Marissa dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Marissa yang merasa tertantang pun berlagak angkuh. Dirinya tidak takut sama sekali dengan teman sekamar nya ini.

Aina yang merasa kesal pun menginjak kaki Marissa dengan kuat sebagai rasa penyaluran nya kesal terhadap Marissa. Setelah itu Aina berlari terbirit-birit menuju asrama tanpa memperdulikan Marissa yang berteriak histeris akibat injakan Aina tadi.

"Hahaha rasain, siapa suruh ngelawan Aina assyifa Salsabila, kan itu akibat nya kalau berani sama gue." Ucap Aina sambil tertawa bahagia.

• • •

Dihalaman ndalem, terdapat banyak santri yang piket di ndalem, juga Kang pondok yang membersihkan halaman rumah kiyai galih.

Sayang nya saat Aina berlari menuju ke ndalem, Aina tidak memerhatikan tanah yang licin akibat genangan air oleh kang zafi karena menyirami halaman pondok agar terlihat segar. Akibatnya, Aina terpeleset dan terjatuh dengan posisi yang tak bisa dibayangkan,. Aina juga tidak terpeleset dengan lambat ya bukan slowmo soalnya

"Aduhhh, bundaaaaaa.." rengek Aina kesakitan.

Lutut yang terlebih dahulu mengenai tanah, juga kedua telapak tangannya tergores sedikit karena batu krikil kecil karena menahan tubuhnya sendiri. Bahkan, kini beberapa santri yang piket di ndalem sudah menertawakan aina tanpa berniat membantu nya sedikit pun.

Kang zafi dan aing Fadil bergerak menghampiri Aina yang kini terduduk sembari menatap kedua lutut nya yang berdarah.

"Aduh.. sakitt!" Ungkap aina merasa perih di lutut dan telapak tangan nya, juga pergelangan kaki nya yang sedikit nyeri, entah karena apa.

"Haduhh, makanya hati-hati kalau jalan Ning." Ucap kang zafi,. Ingat hanya kang zafi dan kang Fadil yang mengetahui status asli Aina saat ini.

"Ihh, kok nyalahin Ina sih? Ini semua juga salah kang zafii!! Kenapa siram-siram halaman pak kiyai? Coba kalau kang zafi ngga nyiram halaman, pasti Ina ngga bakalan jatuh kok." Ucap Aina sedikit lagi air matanya menetes.

"Ngapunten Ning. Saya cuma mau menjalan kan tugas saya yang di beri oleh pak kiyai." Ucap kang zafi merasa tak enak.

"Ya Allah Ina, aku ngakak banget, maaf ya." Ucap sahwa yang berada di sana.

perjodohan dengan Gus (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang